Milenianews.com, Mata Akademisi – Pembiayaan murabahah, yang menjadi salah satu pilar utama dalam lembaga keuangan syariah, sejatinya bukan hanya soal transaksi jual beli biasa. Murabahah adalah cerminan dari nilai-nilai yang lebih dalam, seperti transparansi, keadilan, dan kesejahteraan ekonomi umat.
Bagi banyak orang, proses ini menawarkan lebih dari sekadar solusi finansial, tetapi sebuah kesempatan untuk menjalani transaksi yang tidak hanya menguntungkan, tetapi juga mencerminkan etika yang kuat.
Sebagai model pembiayaan berbasis jual beli, murabahah memiliki prinsip yang menjunjung tinggi transparansi. Dalam akad murabahah, nasabah tidak hanya mengetahui harga barang yang mereka beli, tetapi juga margin keuntungan yang diambil oleh lembaga keuangan. Ini adalah bukti nyata dari komitmen lembaga untuk menciptakan keadilan dalam transaksi.
Baca juga: Lebih Mengenal Akad Murabahah Dalam Ekonomi Islam
Namun, lebih dari itu, pembiayaan ini menciptakan ikatan kepercayaan antara lembaga dan nasabah—suatu kepercayaan yang bukan sekadar terbentuk melalui angka dan transaksi, tetapi juga melalui kepatuhan terhadap prinsip syariah yang menuntut keadilan dan keberlanjutan.
Dalam prakteknya, murabahah menawarkan beberapa karakteristik yang membedakannya dari model pembiayaan lain. Setiap transaksi melibatkan barang atau aset nyata yang memenuhi syarat halal, dan setiap tahap pembelian didasarkan pada kesepakatan yang jelas.
Keberadaan barang yang nyata dan kepastian harga yang disepakati sebelumnya membuat murabahah jauh dari unsur gharar (ketidakpastian) yang sering kali menambah ketegangan dalam transaksi ekonomi.
Risiko dan Tantangan dalam Implementasi Murabahah
Namun, meski murabahah menjanjikan banyak hal positif, ada tantangan besar yang harus dihadapi oleh lembaga keuangan syariah dalam implementasinya. Risiko pasar, misalnya, menjadi momok yang tidak bisa dihindari.
Bagaimana jika nilai barang yang dijual tiba-tiba menurun? Atau, jika nasabah gagal membayar cicilan sesuai yang dijanjikan? Keadaan ini bisa membuat lembaga keuangan terjebak dalam kondisi yang merugikan, dengan harus menjual barang dengan harga yang lebih rendah dari harga beli, atau bahkan menghadapi kerugian besar jika terjadi gagal bayar.
Tidak kalah pentingnya, risiko kredit yang ditimbulkan dari pembiayaan murabahah juga menjadi perhatian utama. Kegagalan nasabah dalam memenuhi kewajiban pembayaran dapat mengganggu kestabilan lembaga keuangan syariah.
Bahkan, hal ini bisa berujung pada meningkatnya Non-Performing Financing (NPF), yang pastinya berimbas pada keuntungan dan likuiditas lembaga. Tentu saja, risiko ini harus ditangani dengan cermat, baik melalui evaluasi kredit yang ketat, penggunaan jaminan yang memadai, hingga pengelolaan risiko pasar yang lebih terencana.
Namun, apalah arti risiko tanpa solusi yang tepat? Manajemen risiko yang matang adalah kunci untuk mengatasi berbagai tantangan ini. Lembaga keuangan syariah harus terus memantau kualitas barang yang dijual, memastikan bahwa barang tetap memenuhi standar yang ditetapkan, dan tidak lupa untuk memberikan edukasi yang cukup kepada nasabah mengenai hak dan kewajiban mereka dalam transaksi murabahah.
Tantangan lain yang tidak bisa diabaikan adalah tingkat literasi keuangan syariah masyarakat. Meskipun pembiayaan murabahah ini memberikan banyak keuntungan, banyak nasabah yang masih belum sepenuhnya memahami prinsip dan mekanismenya.
Hal ini dapat menyebabkan kesalahpahaman yang merugikan kedua belah pihak. Oleh karena itu, edukasi menjadi langkah yang sangat penting agar masyarakat bisa lebih paham tentang bagaimana transaksi murabahah bekerja dan bagaimana mereka bisa memanfaatkannya secara optimal.
Kini, di tengah berkembangnya teknologi, fintech hadir sebagai peluang sekaligus tantangan bagi pembiayaan murabahah. Digitalisasi dapat meningkatkan efisiensi, mempercepat proses analisis kelayakan nasabah, dan memperlancar monitoring pembayaran. Namun, hal ini juga mengundang tantangan baru, seperti ancaman terhadap keamanan data dan potensi kesenjangan digital yang bisa menghambat akses sebagian masyarakat.
Lebih dari itu, untuk mengoptimalkan pembiayaan murabahah, kolaborasi antara lembaga keuangan syariah, pemerintah, lembaga pendidikan, dan sektor riil sangat diperlukan. Regulasi yang fleksibel dan adaptif terhadap perubahan pasar, bersama dengan pendidikan yang mendalam tentang ekonomi syariah, bisa menjadi kunci untuk memperkuat ekosistem keuangan syariah.
Baca juga: Studi Literature Penerapan Fatwa DSN MUI No 4 Tahun 2000 Tentang Murabahah
Pada akhirnya, pembiayaan murabahah lebih dari sekadar transaksi ekonomi—ia adalah pilar yang mendukung pembangunan ekonomi yang adil dan berkelanjutan. Dengan mengelola risiko secara bijaksana, meningkatkan literasi keuangan syariah, dan mengadopsi teknologi yang relevan, kita bisa memastikan bahwa murabahah tidak hanya memberi keuntungan materiil, tetapi juga menciptakan dampak positif yang lebih besar bagi umat.
Inilah kesempatan bagi kita untuk meraih kesejahteraan yang bukan hanya bagi segelintir orang, tetapi untuk seluruh lapisan masyarakat.
Penulis: Rahmat Satya Budiman, Mahasiswa STEI SEBI
Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube Milenianews.