Memaknai Foto Guru Sekumpul: Bukan Sekadar Gambar di Dinding

guru sekumpul

Mata Akademisi, Milenianews.com – Dikenal dengan nama lengkap Tuan Guru Muhammad Zaini bin Abdul Ghani al-Banjari, beliau merupakan salah satu tokoh ulama terkemuka yang sangat dihormati di Indonesia, terutama di wilayah Kalimantan Selatan. Lahir pada 27 Muharram 1361 H (bertepatan dengan 11 Februari 1942 M) di Desa Tunggul Irang, Martapura, sosok beliau tidak hanya dikenal karena kedalaman ilmunya, melainkan juga karena keluhuran budi pekerti dan kharisma spiritualnya yang luar biasa.

Julukan “Guru Sekumpul” berasal dari tempat tinggal beliau di Kelurahan Sekumpul, Martapura. Di sinilah beliau mendirikan pusat kegiatan keagamaan yang dikenal sebagai Majelis Ta’lim Ar-Raudhah. Pusat pengajian ini berkembang pesat dan selalu dipadati ribuan jemaah setiap minggunya, bahkan menarik perhatian umat Islam dari berbagai daerah di Indonesia maupun mancanegara.

Baca juga: Tabarruk atau Tersesat? Membaca Fenomena Ali Gondrong dalam Bingkai Syariat

Yang menarik dibahas dari Guru Sekumpul adalah mengapa foto seorang ulama ini begitu istimewa sehingga menghiasi dinding-dinding rumah. Fenomena foto Guru Sekumpul yang terpajang di rumah-rumah, toko, hingga kantor bukanlah sekadar kebiasaan biasa. Ada makna mendalam di baliknya yang mencerminkan hubungan spiritual, budaya, dan emosional. Yang menjadi pertanyaan: apakah foto tersebut hanya untuk dipajang saja atau memiliki makna tersendiri?

Menurut Lukmana dalam jurnalnya “Makna Tradisi Haul Guru Sekumpul”, di berbagai rumah penduduk Muslim, khususnya di Kalimantan Selatan, sering terpampang foto seorang ulama dengan wajah yang memancarkan ketenangan dan kesederhanaan—itulah Guru Sekumpul. Kehadiran foto beliau di rumah-rumah penduduk bukan sekadar hiasan, melainkan memiliki makna mendalam yang mencakup aspek spiritual, emosional, dan budaya.

Dari sisi spiritual, foto beliau menjadi pengingat akan pentingnya meneladani kehidupan para ulama. Banyak yang meyakini bahwa memandang wajah orang saleh dapat menjadi sarana untuk memperoleh keberkahan dan ketenteraman hati. Bagi sebagian orang, foto tersebut juga menjadi pengingat untuk memperbanyak dzikir, shalawat, serta memperbaiki akhlak sehari-hari.

Secara emosional, kehadiran foto Guru Sekumpul sering kali membangkitkan rasa rindu dan keterikatan batin. Meski banyak yang belum pernah bertemu langsung, mereka merasakan adanya hubungan spiritual yang kuat. Foto tersebut menjadi media penghubung rasa cinta dan penghormatan terhadap sosok yang dianggap sebagai pembimbing umat.

Dari perspektif budaya, tradisi memajang foto Guru Sekumpul mencerminkan penghormatan masyarakat Banjar terhadap para ulama. Praktik ini merupakan bagian dari warisan budaya religius yang menunjukkan identitas komunitas yang mencintai ilmu pengetahuan, kedamaian, dan keteladanan. Foto beliau dapat ditemui di berbagai tempat, mulai dari rumah penduduk, kantor, hingga tempat usaha, sebagai bentuk penghargaan terhadap tokoh agama yang memiliki pengaruh besar di Kalimantan dan Indonesia pada umumnya.

Baca juga: Mengapa Gagasan Pendidikan Muhammad Abduh Masih Relevan Hari Ini

Dari sudut pandang kebudayaan, kebiasaan memasang foto Guru Sekumpul merupakan wujud penghargaan masyarakat Banjar terhadap para alim ulama. Tradisi ini menjadi bagian dari warisan keagamaan yang menggambarkan jati diri masyarakat yang menghargai pengetahuan, kerukunan, dan suri teladan. Gambar beliau kerap terlihat di berbagai tempat, baik di kediaman pribadi, ruang kerja, maupun tempat berdagang, sebagai bentuk apresiasi terhadap tokoh agama yang memiliki pengaruh signifikan di wilayah Kalimantan dan secara nasional.

Namun, penting untuk kita ingat bahwa memajang foto seorang ulama bukan untuk disembah atau dikeramatkan secara berlebihan. Sebaliknya, itu harus menjadi motivasi untuk kita meneladani ilmu dan akhlaknya, bukan hanya menjadi pengagum secara lahiriah. Maka, nilai yang paling utama adalah bagaimana kehadiran foto tersebut mendorong kita menjadi pribadi yang lebih baik, lebih bertakwa, dan menjadi manfaat bagi orang lain.

Penulis: Saepullah, Dosen serta Diana Majadiah, Ihda Nuraulia, Fitria Yuningsih, Mahasiswa Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta

Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube MileniaNews.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *