Hari demi hari berganti, tibalah akhir bulan Ramadhan ini. Sudah hampir 365 hari berlalu tanpa suara tangis bayi dan celotehan lucu dari mulut mungil itu. Menanti hadirnya buah hati adalah satu hal yang tidak mudah untuk diterima secara sadar bagi beberapa calon ayah-bunda dan kakek-nenek yang ingin segera menimang cucu kesayangan.
Pertanyaan-pertanyaan berulang dari mertua, orang tua, saudara dan tetangga, serta kawan-kawan kami yang terdengar setiap saat berjumpa. Kadang membuat bosan dan ingin menghindar saja.
Dalam hening di kamar sunyi, kami bicara dari hati ke hati. “Sayang, boleh aku katakan sesuatu ?” kekasih hatiku mulai memecah keheningan malam.
“Kenapa sayang?” aku terhenyak oleh suaranya yang begitu dalam.
“Kemarin Bapak menelphon, menanyakan lagi apakah kamu sudah mengandung ?”.
Aku jawab, “Belum Pak, doakan saja semoga Allah segera berikan calon cucu bapak. Kami juga sudah tidak sabar ingin segera menimangnya.”
Mendengar pertanyaan itu, aku tertunduk sedih dan inilah yang selalu menghantui pikiranku akhir-akhir ini. Upaya coba kami lakukan. Konsultasi ke dokter, makan makanan yang bisa menyuburkan, serta doa yang tiada henti dipanjatkan dalam setiap sujud kami, berharap Allah titipkan buah hati untuk kami.
“Jangan lelah berdoa, jangan lelah berupaya. Teruslah berikhtiar dan yakin bahwa Allah akan berikan yang terbaik. Menerima takdir itu adalah bagian dari keimanan kita. Sabar, sabar dan sabar”, itulah bagian penguat ketika hati sedang lemah dan berada di bawah titik sadar bahkan dalam linangan air mata yang tak terbendung.
Kami berdua bekerja, setiap hari berangkat sebelum matahari terbit dan pulang ketika sinar matahari mulai temaram. Bagaimanapun juga mungkin itulah yang menjadi salah satu sebab mengapa kami sulit mendapatkan momongan. “Tapi ah, tidak juga bukan?” tanyaku dalam hati, karena banyak juga kawan dan kerabat yang bekerja seperti kami ternyata cepat dikaruniai buah hati. “Sabarlah, tunggu waktu yang tepat. Ikhlaslah menerima keadaan,” kataku lagi untuk menenangkan pikiranku sendiri.
Suatu malam sunyi, di awal Bulan Syawal aku merasa mual. Lalu kuberanikan diri untuk bicara, “Sayang, bolehkah aku memelukmu ?”
Kekasih hatiku menatap dengan tajam ke arahku. Wajah heran dan penuh tanya tampak di wajahnya yang disinari kemilau cahaya lampu kamar. “Oh, tentu boleh sayangku. Ada apa gerangan ? Apakah ada masalah atau ada yang membuatmu tidak nyaman?” tanyanya dengan khawatir.
Segera ia mendekat dan merangkulku. Derai air mata haru dan bahagia tak dapat kutahan. Dekapannya yang hangat meluruhkan segala duka dan gundah yang selama ini bergelayut di hati dan pikiranku. Inilah jawaban atas doa dan harapan sejak saling mengenal dan Allah menitipkan rasa itu. Rasa sayang, rasa rindu, dan rasa cemburu. Kami berusaha untuk saling memahami dan saling peduli.
“Bicaralah sayang”, ucapnya lirih. “Aku akan mendengarkanmu, apa pun itu.” Semakin dalam rasa hatiku, semakin yakin bahwa ia adalah kekasih hati yang sangat memahami aku, perasaanku dan semua harapanku.
“Sayang, lihatlah ini … yang selama ini kita tunggu dalam munajat doa dan ikhtiar kita. Insya Allah kita akan segera menjadi ayah dan ibu bagi buah hati kita, penyejuk hati dan pandangan kita,” ucapku pelan.
Alhamdulilah, betapa bahagia tampak di wajahnya dan bersujud syukur ia di dekatku sehingga aku pun turut terduduk dan tersungkur dalam sujud syukur kepada Allah Yang Mahakuasa. “Alhamdulillah, semua atas izin-Mu ya Allah,” ucapnya sembari kembali memeluk aku dengan penuh kasih sayang.
Tanda garis dua memberikan rasa bahagia dan tanggung jawab baru sebagai calon orang tua. Semua perlu bekal, perlu ilmu pengetahuan dan keterampilan untuk mengemban peran ayah dan ibu yang bijaksana, sabar dan penuh kasih sayang.
Kekasih hatiku segera berkhabar kepada bapak dan ibu mertua nun jauh di sana. Begitu pula berkhabar kepada ibuku yang berada di kampung halaman. Suara bahagia terdengar dari telphon yang masih berlangsung, bapak mertua sangat menyayangiku. Begitupun ibu kami tercinta. Pastinya sudah tak sabar untuk menimang cucu kesayangan yang selama ini didambakan.
Terima kasih atas segala nikmat, terima kasih atas jawaban doa-doa kami selama ini. Sehatkan kami, mampukan kami untuk menjadi orang tua yang dapat mengemban amanah-Mu. Mengasuh dan mendidik mereka sesuai dengan fitrahnya. Aamiin.
Karya : TeHera
Biografi Penulis:
Tjutju Herawati. Panggilan akrabnya Ibu Hera. Aktivitas keseharian berkiprah di dunia pendidikan anak usia dini dan parenting terutama yang berkaitan dengan tahapan perkembangan anak. Menjadi guru TK sejak tahun 1991 dan menekuni model pembelajaran BCCT sejak tahun 1996 hingga saat ini. Pelatihan langsung didapatkan dari Dr. Pamela C. Phelps di Creative Preschool Tallahasse-Florida.
Mulai menulis sejak pertengahan tahun 2021 berupa : cerita anak, cerita pendek, dan puisi yang bertajuk kisah kehidupan dan pengalaman selama mengajar. Jejak pena mengukir indah sejarah kehidupan, menebar hikmah dan manfaat bagi sesama. Semoga dapat menginspirasi dan penuh keberkahan.
Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube Milenianews.com.