Toleransi Bisa Dibuktikan melalui Hasil Tes Genetika, Tak ada yang paling Indonesia

Milenianews.com, Jakarta – Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan menyelenggarakan Pameran Asal Usul Orang Indonesia (ASOI) di Museum Nasional, Jakarta Pusat.

Pameran tersebut digelar pada 15 Oktober sampai 10 November 2019. ASOI ingin memberikan perspektif baru mengenai siapa leluhur orang Indonesia.

Dalam pameran ditampilkan peta penyebaran manusia di dunia dan Indonesia, juga sejarah manusia dari sisi arkeologis dan antropologis.

Baca Juga : Presiden Jokowi Resmikan Tol Langit Palapa Ring

Prof. Dr. Herawati Supolo Sudoyo, Deputi Penelitian Fundamental Eijkman Institute dalam pembukaan pameran mengatakan Homo Sapiens telah mengembara selama ratusan ribu tahun dari benua Afrika. Kemudian sekitar 50.000 tahun yang lalu, sampailah gelombang migrasi pertama di kepulauan Nusantara.

Ratusan ribu tahun yang lalu, berjalan mengembara melewati lingkungan yang berbeda-beda. “Ada hutan yang lebat sekali, orangnya pasti akan mengecil. Karena untuk mencegah penguapan. Rambut juga mungkin lebih keriting,” paparnya. Hal tersebut juga yang menyebabkan manusia menjadi beragam bukan berbeda.

Toleransi Dibuktikan dari Hasil Penelitian Genetika

Sementara Kepulauan Nusantara, mendapati gelombang migrasi paling besar. Lokasinya yang strategis mengalami empat gelombang migrasi manusia modern.

Gelombang pertama menuju daratan besar bernama Sahul –sekarang Papua dan Australia- sementara yang kedua ke Asia daratan.

Herawati juga menyebut, dari dua daratan tersebut, yang menjadikan orang-orang beragam. “Karena kita melihat semua DNA yang kita periksa ada campurannya. Jadi itu berarti ada kawin-mawin,” jelasnya.

Gelombang ketiga berasal dari Taiwan atau Pulau Formosa, mereka juga datang dari Asia daratan. Lalu menyebar ke Filipina, Sulawesi, Kalimantan membawa bahasa Austronesia. 

Sedangkan gelombang ke-empat melalui jalur perdagangan dan pengenalan keagamaan sekitar tahun 700-1300. Orang-orang dari Eropa, India hingga Timur Tengah masuk melalui pelabuhan-pelabuhan di Nusantara.

Dari semua gelombang migrasi itu, bisa membuktikan bahwa toleransi bisa dibuktikan dari hasil penelitian genetika. Karena terjadi pencampuran gen orang Indonesia.

Tak ada yang paling Indonesia

Pameran ini menampilkan hasil tes DNA sukarelawan seperti Najwa Shihab, Hasto Kristiyanto, Grace Natalie, Budiman Sudjatmiko, Mira Lesmana, Ayu Utami, Riri Riza, dan Ariel Noah, serta hasil tes DNA dari peserta umum terpilih yang mendaftar di microsite Historia yaitu Sultan Syahrir, Esthi Swastika, Irfan Nugraha, Farida Yuniar, Aryatama Nurhasyim, Solikhin, dan Zaenin Natib.

Menurut Hasto Kristiyanto, Sekjen DPP PDI Perjuangan, sukarelawan proyek DNA, menyebutkan tak ada yang bisa mengklaim paling asli Indonesia.

Baca Juga : Gua Karst, Hunian Manusia Prasejarah Ditemukan

“Hasil penelitian DNA  membuktikan bahwa manusia Indonesia terbentuk dari pembauran multietnis. Tidak ada yang bisa mengklaim paling asli Indonesia,” katanya.

Heterogenitas inilah yang menjadi alasan mengapa sila persatuan Indonesia begitu relevan. (Ikok)

Sumber : Historia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *