Milenianews.com, Mata Akademisi– Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pernyataan ini terdapat dalam UU Republik Indonesia No.28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas UU No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Dalam istilah lain, pajak yaitu pungutan yang ditarik dari rakyat oleh para penarik pajak yang bersifat memaksa dan akan dikenai sanksi jika tidak membayarnya.
Dalam Islam, pada dasarnya pajak atau dharibah sebagai salah satu sumber pendapatan negara dalam Al-Qur’an dan juga Hadits tidaklah dibenarkan dikarenakan Islam sudah mewajibkan pembayaran zakat bagi yang sudah terpenuhi ketentuan/ kewajiban mengenai pembayaran zakat. Peraturan mengenai pajak ini sudah ada dalam Al-Quran dan Hadits.
Pertama, dalam Surah An-Nisa ayat 29, “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara yang batil.” Pajak dianggap oleh sebagian ulama itu bagian dari upaya memakan harta batil. Tindakan ini sangat jelas tidak sesuai dengan prinsip syariat tentang mencari dan mengeluarkan harta. Oleh karena itu, sebagai orang Islam tidak ada kewajiban membayar pajak.
Kedua, dalam hadits Rasulullah SAW, “Tidak halal harta seseorang Muslim kecuali dengan kerelaan dari pemiliknya.” Dalil lainnya, “Sesungguhnya pelaku/pemungut pajak (diazab) di neraka.” (HR. Ahmad dan Abu Daud)
Ketiga, pendapat para ulama kontemporer sepakat bahwa pajak adalah tindakan zalim dan tidak seyogyanya seorang Muslim membayar pajak dikarenakan statusnya yang haram. Selain pendapat yang mengharamkan pajak, ada sebagian ulama yang membolehkan pajak dengan syarat dalam keadaan yang darurat. Dua keadaan darurat dibolehkannya pajak yaitu jika negara tidak punya pendapatan negara dan pajak ini harus dikelola oleh yang amanah.
Sekarang kita lihat, apakah Indonesia layak menerapkan sistem pajak jika dilihat dari dua keadaan darurat di atas?
Semestinya Indonesia tidak menerapkan pajak karena hukum asal dalam Islam itu haram. Apalagi mayoritas penduduk Indonesia ialah beragam Islam. Dilihat dari segi pendapatan, Indonesia punya banyak sumber daya alam yang melimpah sehingga harusnya mampu memiliki pendapatan yang lebih tiap tahunnya. Dapat dilihat dari negara Qatar yang memiliki sumber pendapatan negara hanya minyak saja mampu tidak menerapkan sistem pajak untuk rakyatnya. Mengapa Indonesia belum mampu untuk tidak menerapkan sistem Pajak ini yang di mana hukumnya sudah jelas yaitu haram.
Keadaan kedua yaitu yang mengelola pajak harus amanah. Dapat dilihat sekarang di Indonesia tidak sedikit pengelola pemerintah yang tertangkap karena korupsi hingga mencapai triliunan. Dengan kondisi ini, juga tidak menjadikan boleh diberlakukannya pajak di Indonesia. Karena jika tetap dijalankan apakah rakyat akan bisa merasakan manfaat dari pajak yang berlaku ini?
Langkah awal yang harus diperhatikan dalam konteks ini yaitu kita sebagai rakyat harus bisa memilih pemimpin yang amanah agar dalam menjalankan tugasnya rakyat bisa merasakan manfaatnya. Selain itu, pemerintah dan rakyat harus bekerja sama dalam mengelola secara maksimal sumber daya alam Indonesia yang melimpah ini agar pendapatan negara bisa meningkat dan sistem pajak ini bisa menurun dengan berjalannya waktu.
Solusi lain dalam Islam yaitu menerapkan zakat. Zakat adalah mengeluarkan sebagian harta yang diwajibkan Allah SWT untuk diberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya (8 golongan/mustahik), sesuai kadar dan haulnya serta dengan rukun dan syaratnya. PP No. 60 Tahun 2010 tentang zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Dalam peraturan ini, negara telah memberikan ruang agar umat Islam dapat melaksanakan kewajiban membayar zakat sehingga mengurangi beban kewajiban membayar pajak.
Penulis: Tsabita Nuha Kautsar Ilmi Ar-Rabbani, Mahasiswa STEI SEBI.