Mata Akademisi, Milenianews.com – Upacara Ngaben adalah ritual pembakaran jenazah dalam agama Hindu Bali yang memiliki makna spiritual sangat dalam. Prosesi ini tidak hanya sekadar menghilangkan jasad fisik, tetapi juga bertujuan untuk menyucikan roh agar dapat mencapai alam baka dengan damai.
Seluruh rangkaian upacara, mulai dari persiapan hingga pelaksanaan, dilakukan dengan penuh khidmat dan mengikuti aturan adat yang ketat. Keluarga yang ditinggalkan akan berusaha memberikan yang terbaik untuk mendukung perjalanan roh sang mendiang. Upacara ini juga melibatkan berbagai simbol dan sesajen yang dipercaya sebagai penghubung antara dunia manusia dan alam spiritual. Nilai sakral Ngaben menjadi bentuk keyakinan untuk menjaga keharmonisan keluarga.
Baca juga: Pembaruan Pendidikan Muhammad Abduh: Jembatan Antara Tradisi Islam dan Modernitas di Indonesia
Ritual ini tidak hanya sekadar melaksanakan kewajiban agama, tapi juga sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur yang telah meninggal, memperkuat rasa kedekatan dan ikatan emosional antar generasi. Melalui upacara ini, masyarakat Bali mengukuhkan kembali warisan budaya dan nilai-nilai luhur yang telah diturunkan oleh nenek moyang mereka, menjaga agar tradisi ini tetap hidup dan dihormati oleh setiap generasi yang datang.
Kematian mungkin dianggap sebagai sesuatu yang menyedihkan dalam kehidupan sehari-hari (profan). Meskipun demikian, Ngaben mengubahnya menjadi tindakan sakral yang penuh arti. Ritual mengubah jenazah dari entitas duniawi menjadi entitas suci yang harus dihormati.
Emile Durkheim menyatakan agama adalah “sesuatu yang bersifat moral”. Sumber agama adalah masyarakat itu sendiri yang akan menilai sesuatu itu bersifat sakral atau profan. Durkheim menemukan karakteristik paling mendasar dari setiap kepercayaan agama yang terletak pada konsep tentang “yang sakral” (secred).
Penduduk untuk memisahkan yang sakral dan profan dengan meninggalkan aktivitas sehari-hari mereka untuk berkonsentrasi pada upacara. Ngaben bukan hanya berkaitan dengan almarhum, tetapi juga melibatkan masyarakat yang secara bersama-sama mendukung acara ini.
Setiap anggota keluarga memberikan kontribusi, baik materi maupun tenaga, yang menunjukkan solidaritas dalam masyarakat setempat. Proses ini juga mencerminkan bagaimana setiap individu dalam komunitas bekerja sama untuk mendukung satu tujuan bersama, yang memperkuat kohesi sosial.
Keterlibatan seluruh anggota keluarga dan masyarakat dalam ritual ini menciptakan rasa saling ketergantungan dan memperkuat jaringan sosial, di mana nilai kebersamaan dan gotong royong sangat dijunjung tinggi.
Selain itu, Ngaben juga berfungsi sebagai mekanisme untuk mengurangi rasa takut dan kecemasan terhadap kematian, karena melalui ritual ini, kematian dipandang sebagai transisi spiritual yang penting, bukan sebagai kehilangan yang harus dihantui. Keyakinan akan pentingnya Ngaben menciptakan keyakinan moral bahwa setiap orang harus mengantarkan roh leluhur mereka dengan benar, yang memperkuat hubungan sosial.
Ritual ini tidak hanya mencakup aspek keagamaan dan spiritual, tetapi juga berperan dalam mempererat ikatan antaranggota komunitas. Masyarakat Bali meyakini bahwa melalui rangkaian upacara ini, mereka dapat membersihkan diri dari dosa dan mendapatkan berkah, baik untuk roh yang telah meninggal maupun untuk kehidupan mereka yang masih hidup.
Masyarakat Bali yang mengikuti setiap tahap prosesi Ngaben, secara simbolis mengikatkan diri kepada ajaran leluhur yang telah diwariskan turun-temurun. Ngaben berfungsi sebagai alat untuk melestarikan budaya yang mengajarkan nilai-nilai penting seperti penghormatan terhadap orang tua, pentingnya kebersamaan keluarga, dan rasa hormat terhadap alam.
Setiap elemen dalam upacara, mulai dari musik, tarian, hingga sesajen, lebih dari sekadar simbol keagamaan, tetapi juga mencerminkan warisan sejarah dan tradisi yang mengikat masyarakat Bali dengan tanah kelahiran mereka.
Sebagai ilustrasi nyata, upacara Ngaben yang dilaksanakan di Desa Trunyan, Bali, memperlihatkan bagaimana ritual ini memperkuat identitas budaya dan mempererat ikatan sosial di masyarakat. Di desa ini, meskipun terdapat perbedaan dalam pelaksanaan Ngaben dibandingkan dengan daerah Bali lainnya seperti tidak membakar jenazah melainkan meletakkannya di bawah pohon Taru Menyan, ritual ini tetap memegang prinsip dasar yang sama, yaitu menjaga hubungan dengan roh leluhur dan memperkuat ikatan sosial. Selama prosesi tersebut, masyarakat Trunyan tidak hanya berperan sebagai peserta, tetapi juga sebagai pendukung, dengan memberikan kontribusi berupa tenaga dan materi.
Keberadaan pohon Taru Menyan yang dianggap sakral semakin memperdalam dimensi religius dan sosial dalam upacara ini, karena di tempat tersebut roh leluhur diyakini masih hadir. Dengan demikian, melalui praktik Ngaben di Trunyan, masyarakat tidak hanya merayakan kehidupan setelah kematian tetapi juga memperkuat ikatan sosial yang saling bergantung dan saling mendukung satu sama lain.
Pengamalan bersama dalam kepercayaan dan ritus-ritus menunjukan bahwa hubungan antara anggota-anggota kelompok dengan hal-hal yang sakral dalam beberapa hal erat sekali hubungannya dengan nilai-nilai moral kelompok tersebut. Hubungan erat ini kelihatan jelas dalam sikap para anggota kelompok pemeluk agama tertentu yang memantang makanan tertentu atau tidak menyembelih binatang tertentu.
Dengan demikian, Ngaben berfungsi sebagai sarana untuk memperbaharui dan memperdalam keyakinan mereka kepada Tuhan dan leluhur, yang pada akhirnya membawa dampak positif bagi keharmonisan sosial dalam komunitas.
Baca juga: Pemikiran Teologi Khawarij dan Relevansinya terhadap Fenomena Ekstremisme di Era Modern
Dalam konteks ini, Ngaben bukan sekadar ritual pemakaman, tetapi juga sebagai cara untuk memperkuat nilai-nilai sosial yang telah ada sejak lama dalam budaya Bali, menjadikannya simbol pembentukan kembali identitas sosial dan spiritual masyarakat.
Upacara Ngaben memainkan peran penting dalam pelestarian budaya dan spiritualitas masyarakat Bali. Ritual ini lebih dari sekadar upacara keagamaan; ia juga menjadi cara untuk menghubungkan masyarakat dengan warisan budaya mereka yang kaya.
Penulis: Upi Zahra, Dosen serta Manisha Saqiya Aghniy, Naila zamzamah, Qorina Amaliya, Rofiqo Duri, Mahasiswa Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta
Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube MileniaNews.