Oleh: Dea Affriyanti
Pantulan cermin atas retina yang berulang kaliku agah
Dulunya adalah putri malu yang sungkan merekah
Meminta agar tak menjadi sosok yang pongah
Meski dikelilingi prabu si buta warna yang gegabah
Hai bung…
Aku mencuci pandanganmu bung
Paham sekali akan titik celaka yang terselubung
Gumamku hingga perut kembung
Sembagi arutala dan para lansia yang dulunya gemar berlila
Tetap saja mahal harganya seperti buah pala
Tak perlu bertanya apakah mereka gila akan piala
Padahal tersdesak-desak akan tangan yang menunjuk sembari duduk bersila
Pelita atau juita?
Apakah tujuanmu meramaikan kantor berita?
Agar sukma shanti ini semakin menderita
Atau ingin esensi diri terkenal dengan gegap gempita?