Oleh Hadi Suroso
Kita belum benar-benar saling mengenal, namun debar di masing-masing dada kita sudah mulai gaduh. Riuhnya yang kian membuncah menumpulkan logika.
Kitapun tak hiraukan silang yang ada, hanyut terbawa gelombang rasa yang mendera.
Kita juga belum benar-benar saling memahami, namun di setiap beda yang ada kita lebih memilih untuk tidak peduli. Getar yang menjalar di sekujur tubuh kita mematahkan setiap cuatan pikiran rasional yang menghalangi.
Kita adalah dua yang dipertemukan bukan karena banyaknya persamaan, namun karena kuatnya tautan hati hingga mengesampingkan segala perbedaan.
Barangkali ini yang membuat lebih berwarna apa yang kita jalani.
Bertengkar atau selisih yang kerapkali terjadi, nyatanya hanyalah riak-riak kecil. Bukan sehimpunan masalah berarti yang dapat merapuhkan, namun justru malah menjelma menjadi pemanis yang semakin kuat merekatkan.
Setiap perbedaan adalah asupan yang mengaliri ruang pemahaman diri kita. Selalu saja lebih banyak untuk menerimakan daripada mempermasalahkan. Dan debar kita, serupa hamparan benih yang tersemai tumbuh subur di ladang hati. Semakin merimbun memberi keteduhan dan kesejukan.
Lalu, apa-apa yang dulunya terasa susah menjadi mudah. Apa-apa yang awalnya terasa berat menjadi ringan. Apa yang tadinya menjadi aku, kamu yang masing-masing, kini menjadi kita yang selalu saling. Saling mengikatkan dan saling menguatkan. Kini kita adalah lembaran baru yang menanggalkan aku, kamu yang dulu. Perpaduan indah yang patut kita rayakan.
Bermuara kita menjadi sepasang yang direstui semesta, perlu rasanya untuk kita sematkan pinta dalam doa, di setiap munajat waktu yang kita punya. Tidak banyak, hanya satu saja: abadi selamanya.
Bogor, 04022024
Hd’s
Hadi Suroso. Biasa dipanggil Mr/Mas Bob. Aktivitas keseharian, mengajar Math Cambridge di sekolah Bosowa Bina Insani Bogor, guru Bimbel dan juga guru privat SD sampai SMA untuk persiapan masuk PTN. Mulai menyukai menulis sejak satu tahun terakhir, khususnya Puisi dan Refleksi kehidupan sebagai percikan hikmah. Menulis bisa kapan saja, biasanya saat muncul gagasan dan keinginan untuk menuangkannya dalam bentuk tulisan. Menulis merupakan bagian dari mengasah jiwa dan menggali hikmah.