News  

Ini Alasan Rumput Laut sebagai “Game Changer” Menuju Indonesia Emas 2045

Prof. Rokhmin Dahuri MS tampil dalam acara  Rembuk Nasional Masyarakat Rumput Laut Indonesia yang diadakan oleh Asosiasi Petani dan Pengelola Rumput Laut Indonesia (ASPPERLI), di Makassar, Sabtu (30/11/2024). (Foto: Dok RD Institute)

Milenianews.com, Makassar—Rumput laut memainkan peranan penting sebagai game changer  (sumber ekonomi, penciptaan lapangan kerja, kesejahteraan dan ketahanan pangan secara berkelanjutan) menuju Indonesia Emas 2045.

“Ada sejumlah alasan mengapa rumput laut disebut memainkan peranan penting sebagai game changer menuju Indonesia Emas 2045,” kata Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan – IPB University, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri MS   pada Rembuk Nasional Masyarakat Rumput Laut Indonesia yang diadakan oleh Asosiasi Petani dan Pengelola Rumput Laut Indonesia (ASPPERLI), di Makassar, Sabtu (30/11/2024).

Pertama, Indonesia memiliki potensi produksi rumput laut penghasil karagenan (Eucheuma spp) dan penghasil agarosa (Gracillaria spp) terbesar di dunia (FAO, 2022), dengan produksi mencapai 9,7 juta ton dan nilai ekspor Rp 28,36 trilyun pada 2023 (KKP, 2023), menempatkannya sebagai produsen rumput laut terbesar kedua di dunia (FAO, 2024).

“Kedua, rumput laut merupakan bahan baku (raw materials) utama bagi berbagai jenis industri pengolahan (manufacturing) seperi: makanan dan minuman fungsional, farmasi, kosmetik, bioplastic, biofuel, dan lainnya . Rumput laut  mendukung kedaulatan pangan, energi, dan farmasi,” kata Prof. Rokhmin yang membawakan makalah berjudul “Masa Depan Rumput Laut Indonesia Dalam Perspektif Ekonomi Biru”.

Ketiga, seiring dengan pertambahan jumlah penduduk Indonesia dan dunia, maka permintaan terhadap komoditas dan beragam jenis produk hilir (down-stream products) rumput laut akan terus meningkat. Dengan demikian, prospek bisnis dan ekonomi semakin cerah.

Keempat, usaha budidaya rumput laut tidak memerlukan modal besar, menguntungkan (profitable), masa panen relatif pendek (45 hari), dan teknologinya sederhana. Jadi, bagus untuk penciptaan lapangan kerja dan mengatasi kemiskinan.

“Kelima, pada umumnya lokasi usaha budidaya rumput laut terdapat di wilayah pesisir, laut, pulau-pulau kecil, pedesaan, dan luar Jawa. Hal ini  bagus untuk mengurangi permasalahan kronis bangsa berupa disparitas pembangunan antarwilayah yang telah menyebabkan biaya logistik yang sangat mahal dan inefisiensi serta rendahnya daya saing perkenomian bangsa,” ujarnya dalam rilis yang   diterima Milenianews.com.

Keenam, rumput laut memiliki kemampuan untuk menyerap karbon dioksida (CO2) secara signifikan.  Rumput laut mampu menyerap hingga 20 kali lipat karbon dibandingkan tumbuhan darat (hutan) (FAO, 2020)  Sehingga, membantu untuk mitigasi Perubahan Iklim Global  (Global Warming or Boiling).

Ketujuh,budidaya rumput laut berdampak positif bagi kesehatan ekosistem laut, seperti mengurangi eutrofikasi dan menjaga keseimbangan keanekaragaman hayati. Hal ini  sesuai dengan tujuan ekonomi biru untuk konservasi laut.

Kedelapan, rumput laut merupakan SDA terbarukan (renewable resource). Dengan demikian,  mendukung Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development).

“Rumput laut sebagai daya ungkit yang efektif untuk mengembangkan mata pencaharian masyarakat pesisir yang berkelanjutan dan tangguh, sekaligus memitigasi dan mengadaptasi dampak perubahan iklim,” kata Prof. Rokhmin yang juga  anggota DPR RI 2024 – 2029.

Baca Juga : Prof. Rokhmin Beberkan Strategi Pembangunan Budidaya dan Industri Pengolahan Ikan Nila yang Produktif dan Berkelanjutan

Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) itu  mengungkapkan tantangan dan permasalahan dalam pengembangan rumput laut Indonesia. Yakni:

Pertama, kepastian tata ruang pemanfaatan wilayah perairan. “Hingga saat ini, baru sekitar 0,8% atau 102 ribu ha dari 12 juta ha lahan potensial yang dimanfaatkan untuk budidaya rumput laut (KKP, 2024),” ujarnya.

Kedua, serangan hama dan penyakit. Serangan hama (ikan herbivora) dan penyakit seperti “ice-ice” yang dipicu oleh perubahan lingkungan dan pencemaran air.

Penyakit “ice-ice” adalah salah satu penyebab utama kegagalan panen rumput laut, terutama di sentra produksi seperti Sulawesi Selatan (KKP, 2021).

Ketiga, keterbatasan benih berkualitas.   “Distribusi bibit kultur jaringan berkualitas hanya mencakup sebagian kecil wilayah, sementara kebutuhan bibit unggul terus meningkat. Akibatnya, produktivitas menurun hingga 30% di daerah terdampak (KKP, 2022),” kata Prof. Rokhmin.

Keempat, kondisi cuaca dan iklim yang tidak stabil.  Perubahan iklim dan cuaca ekstrem, seperti fenomena El Niño, berdampak negatif pada produksi rumput laut. KKP mencatat bahwa kondisi ini dapat menurunkan produksi hingga 30% di beberapa wilayah (KKP, 2021

Kelima, keterbatasan teknologi. “Penggunaan teknologi sederhana menyebabkan efisiensi produksi yang rendah, dengan produktivitas rata-rata hanya mencapai 5 ton per hektar per tahun, jauh di bawah potensi maksimal (Kemenkomarves, 2024),” kata Peof. Rokhmin.

Keenam, kurangnya akses pembiayaan.  Banyak petani rumput laut menghadapi kesulitan dalam mengakses kredit usaha, yang membatasi kemampuan mereka untuk meningkatkan skala produksi dan adopsi teknologi baru.

Dalam makalahnya, Prof. Rokhmin menyoroti tantangan dan permasalah  industri pengolahan rumput laut. Yakni:

Pertama, keterbatazan fasilitas pengolahan.  “Pada 2020, ekspor olahan rumput laut hanya mencapai 7,2%, sedangkan ekspor bahan mentah mencapai 92,8%. Hal ini menunjukkan minimnya fasilitas pengolahan dalam negeri (Pusat Kajian Anggaran DPR RI, 2021),” ungkapnya.

Kedua, rendahnya nilai tambah produk. Hanya 15% dari total produksi rumput laut yang diolah di dalam negeri, sementara sisanya diekspor mentah (KKP, 2022).

Produk olahan masih didominasi oleh karagenan dan agar-agar, dengan potensi pengembangan ke produk farmasi, kosmetik, dan bioenergi belum tergarap optimal (Kemenkomarves, 2021).

Ketiga, kurangnya standar mutu: Kurangnya standar mutu yang seragam menyebabkan kualitas rumput laut bervariasi  rendahnya kepercayaan pasar internasional terhadap produk Indonesia.

“FAO mencatat bahwa harga rumput laut Indonesia sering kali 20-30% lebih rendah dibandingkan produk dari Tiongkok dan Filipina (FAO, 2020),” ujar Prof. Rokhmin.

Keempat, keterbatasan teknologi pengolahan. Teknologi pengeringan dan penyimpanan yang modern belum banyak digunakan  kadar air dan kualitas rumput laut sering tidak sesuai standar pasar ekspor

Investasi teknologi pengolahan modern terbatas karena biaya tinggi, seperti pabrik karagenan yang membutuhkan investasi miliaran rupiah, yang sulit dijangkau oleh pelaku usaha kecil-menengah (Bappenas, 2021).

Kelima, kendala logistik dan transportasi: Biaya logistik di Indonesia termasuk tertinggi di Asia Tenggara, mencapai 24% dari PDB, yang melemahkan daya saing produk rumput laut (Bappenas, 2021).

Sentra produksi berada di wilayah terpencil dengan akses transportasi buruk meningkatkan biaya pengangkutan hingga 30% dari total biaya produksi (KKP, 2021).

Baca Juga : Prof. Rokhmin Ungkap Peran Penting  Poltek KP Sidoarjo dalam Mendukung Industri Perikanan Budidaya 

Keenam, kurangnya kebijakan insentif: Subsidi dan keringanan pajak untuk industri pengolahan rumput laut sangat terbatas (KKP, 2021).

“Program hilirisasi pemerintah kurang memberikan insentif kuat untuk investasi teknologi pengolahan seperti ekstraksi karagenan dan agar-agar (Bappenas, 2021),” kata Prof. Rokhmin.

Di akhir makalahnya, Prof. Rokhmin menyampaikan strategi penguatan dan pengembagan industri rumout laut Indonesia yang produktif, efisien, berdaya saing, inklusif, ramah lingkungan, dan berkelanjutan.

Hal itu meliputi  seeding (melibatkan BRIN, KKP, Universitas, swasta, dan lembaga internasional); farming  (melibatkan KKP, Kemendagri, Pema, BRIN, Perguruan Tinggi, Kemeninvst/BKPM);  harvesting ( melibatkan BRIN, PT (Universitas), KKP, Kemenperin, dan Kementerian BUMN);   processing (meleibatkan Kemenperin, Kemendagri, Pemda, BKPM, dan industri); serta market generation  (melibatkan Kemenperin, Kemeninvest/BKPM, Kementan dan BUMN).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *