Milenianews.com, Mata Akademisi – Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat, dampak negatifnya pun ikut menyebar dengan cepat, salah satunya adalah fenomena LGBT. Meski fenomena ini sudah ada sejak lama, dalam beberapa tahun terakhir, komunitas LGBT di Indonesia semakin berkembang. Mereka semakin berani membuka diri, memamerkan orientasi seksual mereka di depan publik, dan bahkan mendeklarasikan hubungan romantis sesama jenis secara terbuka di media sosial.
Tentu saja, fenomena ini menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat Indonesia. Sebagian menolak dengan alasan agama dan norma budaya, sementara sebagian lainnya berpendapat bahwa LGBT adalah hak asasi manusia (HAM) yang seharusnya dihormati. Hingga kini, masalah ini belum menemukan titik terang, baik dari segi hukum maupun sosial.
Baca juga: Perspektif Dakwah Tentang LGBT
LGBT adalah singkatan dari Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender. Lesbian merujuk pada perempuan yang tertarik pada perempuan lain, Gay adalah pria yang tertarik pada pria, Biseksual mencakup orang yang tertarik pada lebih dari satu jenis kelamin, dan Transgender adalah mereka yang mengubah identitas jenis kelaminnya.
Survei oleh CIA (Central Intelligence Agency) menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara dengan populasi LGBT terbesar kelima di dunia, setelah negara-negara besar seperti China, India, Eropa, dan Amerika. Pada 2008, PBB mencatat ada sekitar 800 ribu orang LGBT di Indonesia, dan angka ini melonjak menjadi 2,2 juta pada 2011.
Tiap tahun, fenomena LGBT di Indonesia terus meningkat. Survei Kementerian Kesehatan antara 2009 hingga 2013 di 13 kota besar di Indonesia menunjukkan adanya peningkatan signifikan jumlah pria yang berhubungan dengan sesama jenis. Menurut berbagai survei, sekitar 3% dari populasi Indonesia diperkirakan adalah LGBT. Artinya, sekitar 8,46 juta orang di Indonesia mengidentifikasi diri mereka sebagai bagian dari komunitas ini.
Perkembangan fenomena ini tidak lepas dari maraknya konten-konten yang mempromosikan cerita LGBT, mulai dari film, komik, hingga novel. Konten-konten ini sering kali sangat menarik dan mempengaruhi pemikiran banyak orang, terutama anak muda.
Belum lagi, dengan semakin meluasnya penggunaan smartphone tanpa pengawasan orang tua, banyak anak-anak yang mengakses konten semacam ini tanpa batasan. Tanpa bimbingan orang tua, mereka bisa terpapar pandangan yang berbeda dari yang seharusnya, bahkan bisa jadi mereka menormalisasikan hubungan sesama jenis tersebut.
Sayangnya, banyak orang tua yang tidak menyadari atau tidak peka terhadap hal ini, meskipun ada beberapa kartun atau konten yang secara halus atau terang-terangan mengusung unsur LGBT. Tentu saja, sebagai orang tua, kita seharusnya lebih waspada terhadap hal ini agar anak-anak kita tidak terpapar pengaruh buruk.
Ketidakjelasan Sikap Pemerintah terhadap LGBT
Perdebatan mengenai LGBT di Indonesia terus berlanjut tanpa ada kejelasan. Di satu sisi, kelompok yang mendukung beralasan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan menjalani hidup sesuai dengan orientasi seksual mereka, selama itu tidak melanggar hukum. Di sisi lain, kelompok yang menentang menganggap bahwa budaya Indonesia yang kental dengan nilai-nilai agama dan moralitas menganggap perilaku LGBT bertentangan dengan ajaran agama dan merusak moral bangsa.
Fenomena LGBT juga bisa dipahami dari sudut pandang psikologi. Faktor-faktor seperti genetik, lingkungan, dan pengalaman traumatis dapat berperan dalam membentuk orientasi seksual seseorang. Selain itu, dampak kesehatan yang ditimbulkan oleh perilaku LGBT juga patut diperhatikan.
Menurut Abdul Hamid El-Qudah, seorang ahli penyakit kelamin menular, 78% pelaku homoseksual berisiko terkena penyakit kelamin menular, kanker, dan penyakit berbahaya lainnya. Di sisi sosial, banyak pelaku LGBT yang terdiskriminasi dan mengalami masalah di pendidikan, dengan penelitian menunjukkan bahwa mereka yang berorientasi homoseksual lebih sering putus sekolah dibandingkan dengan teman-teman sebayanya.
Masalah LGBT semakin memanas dengan munculnya pembelaan hak dari komunitas LGBT yang menyebabkan konflik. Pemerintah Indonesia, sejak 2014, berencana untuk mengatur hal ini dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), namun hal itu terus tertunda karena adanya demo dari LSM yang menentang larangan tersebut. Mahfud MD, dalam pernyataannya, menyebutkan bahwa LGBT sudah dibahas dalam RKUHP, namun sampai saat ini, masalah tersebut belum juga terurai dengan jelas.
Baca juga: Meningkatnya Kasus Pelaporan Guru, Sebuah Krisis yang Harus Segera Diatasi
Pemerintah seharusnya mengambil langkah tegas, baik dalam hal melarang atau menerima keberadaan LGBT. Jika dilarang, maka perlu ada undang-undang yang mengatur hal tersebut dengan jelas, bahkan mengawasi konten-konten yang berbau LGBT yang masuk ke Indonesia. Sebaliknya, jika menerima, maka hak-hak mereka harus dideklarasikan dengan tegas agar tidak ada lagi pro dan kontra di masyarakat.
Namun, yang terpenting adalah adanya ketegasan dari pemerintah dalam menangani masalah ini. Tanpa kejelasan, masyarakat Indonesia akan terus terpecah dan terperangkap dalam debat yang tak ada habisnya. Kita sebagai masyarakat harus bisa berpikir bijak, mencari informasi dengan seksama, dan memahami segala hal yang terjadi di sekitar kita, agar tidak terjebak dalam pengaruh yang salah.
Penulis: Riska Rahayu
Profil Singkat: Mahasiswi semester 1 Prodi Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis di Universitas Jambi.
Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube Milenianews.