Milenianews.com, Jakarta – Prof. Dr. KH Said Aqil Siradj, M.A merupakan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang juga merupakan seorang akademisi, mengutarakan tentang, bagaimana seharusnya prinsip demokrasi menjaga keutuhan bangsa.
Dilansir dari NUonline (22/5), demokrasi telah disepakati sebagai sistem politik Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Banyak yang menganggap demokrasi merupakan kebebasan sepenuhnya, demokrasi seharusnya tidak dipandang sebagai kebebasan tanpa batas dan tidak berorientasi pada nilai-nilai luhur.
“Prinsip demokrasi harus menjaga keutuhan bangsa, menciptakan keadilan rakyat,” tegas Kiai Said pada acara peluncuran buku “Ironi Demokrasi” karya Abdul Ghopur di Gedung PBNU Lantai 8, Jalan Kramat Raya 164, Jakarta, Kamis (16/5).
Kiai Said menjelaskan, bahwa demokrasi merupakan sarana untuk memperkuat persatuan dan keutuhan bangsa guna menciptakan keadilan dan kesejahteraan pada rakyat. Menurutnya, harus ada pemerataan.
Terkait demokrasi yang belum menyejahterakan rakyat juga terkait dengan umat Islam di Indonesia, Kiai Said menyatakan agar kewargaan (civic) harus diterapkan dalam konteks nilai esensial, bukan label.
Menurut Kiai Said, selama ini warga atau dalam konsepsi keilmuan politik yang disebut civic belum begitu menampakkan hasil menjadi citizenship. Masyarakat belum merasakan apa untungnya menjadi warga negara.
“Dalam Islam misalnya, konsepsi muwathonah atau istilah akademiknya Civic-Islam misalnya, penting memilih jalur dengan menekankan nilai-nilai kemajuan dalam diri manusia seperti kapasitas, profesionalitas, etos, etik, dan karakter.
Nilai itu lebih penting dari pada label. Karena itu Civic-Islam juga harus menuju ke arah pembangunan manusia yang sadar sosial-politik dengan lepas label,” ujar Kiai Said selepas acara Harlah NU 92 di Jawa Tengah.
Banyaknya ideologi yang masuk ke Indonesia tidak memperhatikan batasan dan aturan yang sudah ada. Padahal, ibarat pesawat akan landing, tentu harus memperhatikan menara, pemancar, dan rambu-rambunya. Karenanya, tak aneh jika ada benturan.
Baca Juga : Rektor UGM : Muhammadiyah dan NU Bawa Islam Demokratis Dan Damai
Generasi Milenial Dalam Demokrasi Indonesia
Penulis buku Ironi Demokrasi, Abdul Ghopur juga menambahkan Generasi milenial merupakan kelompok penting dan utama dalam demokrasi Indonesia saat ini.
Khususnya yang berkaitan dengan aktivitas mereka di ragam media sosial (medsos). Karakter muda atau milenial sangat potensial dalam memajukan demokrasi yang tengah berlangsung.
Sebab, mereka memiliki semangat yang sangat tinggi (emosional), berpikir besar dan memiliki mimpi yang besar pula.
Ghofur juga menyinggung sisi negatifnya generasi milenial. Ia menyebut, sisi negatifnya adalah kebiasaan melakukan sesuatu secara cepat, karakter milenial cenderung tergesa-gesa dan mengambil suatu keputusan tanpa analisa mendalam, karena instan.
“Misalnya, terpengaruh tontonan di Youtube, terpengaruh ceramah-ceramah yang provokatif oleh sosok orang yang mengaku pandai atau paham agama. Sehingga terkadang terprovokasi dan menghilangkan nilai penting dari demokrasi,” katanya.
“Demokrasi tak ubahnya sebagai pohon rindang yang besar dan berbuah lebat,” Artinya, jika pohon tersebut tidak memberikan buah yang baik, maka bukan berarti pohon itu harus dicabut. “Bukan berarti pohon itu dicabut, tapi bagaimana memupuk kembali agar tumbuh subur melindungi kita kembali,” tutup Ghopur.
KH Said Aqil Sirodj juga aktif di dunia pendidikan. Beliau merupakan Dosen pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dosen pascasarjana Sekolah Tinggi (ST) Ibrahim Maqdum Tuban, Ketua Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia (UI). (Latif)