Milenianews.com, Mata Akademisi—Mufassir al-Maraghi menulis pernyataan menarik. Menurutnya, informasi tentang kiamat yang Allah toreh dalam al-Qur’an, yakni di Surat al-Rahman, adalah nikmat. Ayat ini salah satunya, “Maka apabila langit telah terbelah dan menjadi merah mawar seperti (kilapan) minyak.” (QS. al-Rahman/55: 37).
Ayat ini, dalam pandangan pengarang Tafsir Jalalain, menggambarkan dahsyatnya kiamat. Langit yang terbelah memberi jalan bagi para malaikat untuk turun. Langit saat itu seperti warna bunga mawar dan berkilap bagaikan minyak berwarna merah. Padahal langit sebelumnya berwarna biru, indah dipandang mata.
Muhammad Yusuf Ali menggambarkan langit saat itu penuh nyala api. Karena warnah merah sangat representatif untuk menggambarkan nyala api dan panas membakar. Bagi Muhammad Yusuf Ali, langit tidak hanya merah tapi mencair seperti lemak atau seperti obat krim. Angkasa seperti yang ada kini akan binasa.
Ibnu Katsir membeberkan langit kala itu laksana leburan emas dan perak dari tempat penuangannya. Ilustrasi dahsyatnya kiamat, menurutnya, langit jadi berwarna-warni, tidak selalu merah menyala. Tapi berubah-ubah jadi kuning, lalu hijau, dan biru. Tentu ini membuat pilu makhluk yang menatapnya.
Munasabah (korelasi) ayat di atas dapat ditemukan dalam surah dan ayat berbeda. Pertama, “Dan terbelahlah langit, karena pada hari itu langit menjadi lemah.” (QS. al-Haqqah/69: 16). Kedua, “Dan (ingatlah) hari (ketika) langit pecah belah mengeluarkan kabut putih dan diturunkanlah malaikat bergelombang-gelombang.” (QS. al-Furqan/25: 25).
Ketiga, “Apabila langit terbelah dan patuh kepada Tuhannya, dan sudah semestinya langit itu patuh.” (QS. al-Insyiqaq/84: 1-2). Dalam Tafsir Jalalain termaktub yang dimaksud dengan patuh pada ayat ini adalah langit mendengar dan tunduk kepada Allah untuk membelah dirinya.
Keempat, “Apabila langit terbelah, dan apabila bintang-bintang jatuh berserakan.” (QS. al-Infithar/82: 1-2). Sulit dibayangkan kengerian saat itu di mana bintang yang jumlahnya triliunan dan ribuan kali besarnya dari bumi jatuh menukik ke bumi. Kondisi seperti inilah yang digambarkan oleh Syaikh Nawawi sebagai kesulitan memuncak yang dialami semua makhluk.
Berikutnya, setiap makhluk akan mati, Allah menegaskan, “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati.” (QS. Ali Imran/3: 185). Dalam pandangan pengarang Tafsir Jalalain, ayat ini berarti segala perbuatan, baik maupun buruk, akan mendapatkan ganjaran nanti sesudah mati.
Tidak hanya manusia yang mati, tapi juga jin dan malaikat. Allah berfirman, “Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah”. (QS. al-Zumar/39: 68). Menurut Ibnu Katsir, malaikat termasuk makhluk yang akan mengalami kematian.
Orang yang senantiasa berbuat baik, seperti menjalankan shalat, membayar zakat, berpuasa, dan pergi haji berarti dia beriman kepada adanya hari kiamat. Alasannya, serangkaian ibadah tersebut pahalanya baru didapat di akhirat nanti. Jadi ada kaitan antara ibadah seseorang dengan tempat kembalinya nanti di akhirat.
Kembali pada pernyataan al-Maraghi di awal tulisan ini bahwa informasi tentang kiamat adalah nikmat. Tentu pandangan ini hanya berlaku bagi orang beriman yang berpikir progresif dan mengikuti perbuatan buruknya dengan perbuatan baik. Untuk itu sangat wajar kalau Allah kembali berfirman, “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?” (QS. al-Rahman/55: 38).
Penulis: Dr. KH. Syamsul Yakin MA., Dai Lembaga Dakwah Darul Akhyar (LDDA) Kota Depok.