Milenianews.com, Jakarta – Penyebab tidak populernya destinasi wisata halal di Indonesia disebabkan karena kurangnya pemahaman masyarakat mengenai defnisi wisata halal tersebut.
Mayoritas masyarakat Indonesia, menganggap wisata halal sama dengan wisata religi. Hal tesrsebut diungkapkan Sari Lenggogeni, Pakar Pariwisata Universitas Andalas.
Ia menjelaskan pengertian wisata halal menjadi bias di masyarakat. “Jadi masalah pemahaman pariwisata halal menjadi biasa di masyarakat. Padahal masyarakat mikirnya wisata halal itu sama dengan wisata religi,” ungkapnya dikutip Republika Selasa (26/03).
Baca Juga : Tarian Haka, Penghormatan Korban Penembakan Di Christchurch
Beda Wisata Halal Dengan Wisata Religi
Wisata halal seperti dijelaskannya, merupakan adopsi dari negara-negara non Organisasi Konferensi Islam (OKI) yang melihat potensi pertumbuhan muslim di dunia sangat pesat.
Wisata Halal menurut Sari diantaranya pemenuhan kebutuhan beribadah bagi para muslim di negara-negara non OKI, seperti penyediaan tempat ibadah (mushola) dan tempat makan yang halal.
Namun, hal tersebut menjadi misintepretasi saat Kementrian Pariwisata mengadopsi wisata halal, karena diciptakan di negara yang mayoritas muslim seperti Indonesia.
“Karena mayoritas masyarakat muslim jadi masyarakat pikir semuanya sudah pasti halal dan wisata halal sama seperti wisata religi,” tambahnya.
Macam-Macam Wisata Religi
Lebih jelas Sari menjelaskan tentang wisata Religi. Menurutnya wisata religi ada tiga jenis. Pertama, wisata dengan tujuan beribadah seperti haji atau umroh. Kedua, wisata yang bersifat islami, seperti di Turki ada tempat untuk mempelajari sejarah kebudayaan islam.
Terakhir, wisata halal yakni pemenuhan ibadah umat muslim saat mereka berwisata seperti mushola dan tempat makan halal.
“Jadi mereka melihat seperti wisata Syariah Aceh. Di Aceh memang hukumnya Syariah, jadi sudah sejak awal terikat hukum Syariah. Sementara provinsi lain tidak seperti itu,” jelasnya.
Baca Juga : Pemuda Ini Cari Asisten Pribadi Siap Bayar Mahal Untuk Teman Travelling
Sari : Perlunya Regulasi
Sama halnya seperti di Sumatera Barat (Sumbar) yang masih pakai hukum adat. Persepsi mayoritas di Sumbar mayoritas muslim dan memakai falsafah Adat Basandi Syarak (Syarak Basandi Kitabullah, ‘adat itu berfalsafah pada Al Quran’), maka setiap apapun kegiatan harus bereferensi ke Al Quran.
“Hal itulah yang membuat mispersepi di kalangan masyarakat luas yang membuat bingung,” katanya.
“Makanya perlu regulasi untuk menyamakan persepsi. Regulasi ini yang mentok. Tidak akan berjalan dengan baik tanpa ada regulasi,” ujarnya.
Baca Juga : Nikmati Bunga Sakura Di Taiwan Sampai Sun Moon Lake Yang Memukau
Dengan regulasi lah lanjut Sari, akan ada perlindungan dan asistensi pada pemerintah, wisatawan, stakeholder dan investasi serta souvenirnya.