Melestarikan Spirit Ramadhan

Ustadz Hasan Yazid Al-Palimbangy M. Ag. (Foto: Istimewa)

Milenianews.com, Mata Akademisi– Dengan segala keistimewaan dan keberkahannya, di setiap bulan Ramadhan kita saksikan semarak dan kesungguhan ibadah umat Islam meningkat sangat drastis.

Namun sayang, seiring berlalunya Ramadhan susana beribadah umat Islam pasca Ramadhan tidak paralel/ tidak berbanding lurus dengan semarak, kesemangatan serta kesungguhan beribadah seperti saat di bulan Ramadhan.

Ternyata, kondisi seperti ini sudah disinyalir dan diingatkan oleh Allah Subhanahu Wata’aalaa dalam Quran Surat An-Nahl : 92

وَلاَ تَكُونُواْ كَالَّتِي نَقَضَتْ غَزْلَهَا مِن بَعْدِ قُوَّةٍ أَنكَاثًا

“Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, sehingga menjadi cerai berai kembali.” (QS. An Nahl: 92)

Dalam ayat di atas,  Allah Subhanahu Wata’aalaa merekam kisah seorang wanita yang hidupnya sia-sia. Dari pagi sampai sore, pekerjaannya memintal benang. Sore hari, ketika pintalan benang itu selesai dan kuat, ia cerai beraikan kembali hasil pintalannya.

Kisah tersebut sengaja ditampilkan Allah Subhanahu Wata’ala agar kita dapat mengambil ibrah/ pelajaran. Jangan sampai amal ibadah yang sudah kita kerjakan secara istiqamah selama Ramadhan, terhenti begitu saja.

Pertanyaannya bagaimana agar spirit Ramadhan tetap lestari dan terjaga pasca Ramadhan?

Kunci agar spirit Ramadhan tetap lestari dan mewujud di sebelas bulan pasca Ramadhan adalah :

  1. Membangun kesadaran bahwa sebagai sebuah madrasah, Ramadhan idealnya tidak hanya dimaknai sebagai syahrul ibadah (bulan ibadah), bulan kesempatan untuk mendulang pahala/ganjaran yang sebesar-besarnya. Karena andai Ramadhan hanya dimaknai sebagai bulan ibadah dan menganggap di luar Ramadhan pahalanya tidak dilipatgandakan, maka apa yang selama ini terjadi dimana semarak/semangat ibadah yang hanya ada di bulan Ramadhan akan terulang kembali. Akan tetapi hendaknya Ramadhan kita maknai juga sebagai Syahruttarbiyah (bulan trainning/pelatihan) untuk meningkatkan kwalitas ketaqwaan kita kepada Allah SWT. Karena inilah sesungguhnya tujuan utama disyariatkannya puasa Ramadhan seperti yang difirmankan Allah Subhanahu wata’aalaa dalam Surat Al-Baqarah ayat 183

{ یَـٰۤأَیُّهَا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَیۡكُمُ ٱلصِّیَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِینَ مِن قَبۡلِكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ }

[Surat Al-Baqarah: 183]

Kata تَتَّقُونَ  yang terdapat dalam ayat di atas adalah fi’lun mudhori’ (kata kerja yang mencakup pekerjaan yang dikerjakan di waktu sekarang dan akan datang sampai mati). Artinya Allah SWT mensyari’atkan ibadah puasa dengan tujuan agar kita terlatih untuk bertaqwa selama lamanya sampai akhir hayat bukan saat Ramadhan saja.

Sebulan penuh kita dilatih dengan aneka ibadah, baik individual maupun sosial  dengan tujuan agar kita terlatih istiqamah beribadah di sebelas bulan berikutnya bahkan sampai akhir hayat. Dengan demikian kita akan diwafatkan husnul khatimah.Karena wafat husnul khatimah adalah wafat di mana seseorang dalam keadaan istiqamah ibadah.

*Sebulan penuh kita dilatih puasa secara berturut-turut tanpa terputus, di samping mendapat pahala yang tak terhingga dan ampunan Allah Subhanahu Wata’aalaa, tujuannya agar bisa kita lanjutkan di luar Ramadhan dengan puasa-puasa sunnah. Logikanya kalau 30 hari berturut-turut saja ternyata kita mampu, apalagi puasa Syawwal yang hanya 6 hari, ayyaamul bidh yang hanya 3 hari serta Senin-Kamis yang hanya dua hari seminggu seharusnya kitapun mampu.

*Shalat tarawih yang kita kerjakan tak terputus selama sebulan,  disamping sebagai ampunan dosa tujuannya agar kita terlatih untuk istiqamah shalat berjamaah di masjid

*Hanya di Ramadhan semua orang beriman di dunia ini kompak menunggu waktu Maghrib untuk berbuka puasa.  Pelajaran yang ingin Allah SWT sampaikan adalah agar kita ISTIQAMAH SHALAT DI AWAL WAKTU SECARA BERJAMAAH DI MASJID BAGI LAKI-LAKI.

Kalau selama Ramadhan kita mampu bangun sebelum Shubuh setiap hari, seharusnya kitapun mampu melakukannya di luar Ramadhan.

Kalau di Ramadhan kita mampu membaca Al Quran satu juz sekali duduk, harusnya di luar Ramadhan kita mampu membaca dua  lembar saja setiap ba’da shalat Fardu sehingga sehari bisa satu juz dan sebulan sekali khatam.

  1. Membangun kesadaran bahwa beribadah kepada Allah SWT harus dilakukan sepanjang hidup/sepanjang hayat di kandung badan. Jiwa robbaaniyyiin bukan romadhoniyyin.

Karena sesungguhnya yang diinginkan oleh Allah Subhanahu Wata’ala dari ibadah kita adalah ibadah yang istiqamah berkelanjutan sampai akhir hayat kita.

Ulama mengatakan

كن ربانيين ولا تكن رمضانيين

“Jadilah hamba Allah SWT selamanya dan janganlah menjadi hamba Ramadhan”

{ وَمَا خَلَقۡتُ ٱلۡجِنَّ وَٱلۡإِنسَ إِلَّا لِیَعۡبُدُونِ }

[Surat Adz-Dzariyat: 56]

{ وَٱعۡبُدۡ رَبَّكَ حَتَّىٰ یَأۡتِیَكَ ٱلۡیَقِینُ }

“Beribadalah kepada Allah SWT sampai mati” [Surat Al-Hijr: 99]

Ibadah yang paling disukai Allah SWT adalah ibadah yang bersifat kontinyu/istiqamah sampai mati

Dari ’Aisyah –radhiyallahu ’anha-, beliau mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda

أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ

“Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinu walaupun itu sedikit.” ’Aisyah pun ketika melakukan suatu amalan selalu berkeinginan keras untuk merutinkannya.” (HR. Muslim no. 783)

Dari ’Aisyah, beliau mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ’Alaihi Wasallam ditanya mengenai amalan apakah yang paling dicintai oleh Allah. Rasul Shallallahu ’Alaihi Wasallam menjawab,

أَدْوَمُهُ وَإِنْ قَلَّ

‘”Amalan yang rutin (kontinu), walaupun sedikit.”_(HR. Muslim no. 782)

‘Alqomah pernah bertanya pada Ummul Mukminin ’Aisyah, ”Wahai Ummul Mukminin, bagaimanakah Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam beramal? Apakah beliau mengkhususkan hari-hari tertentu untuk beramal?” ’Aisyah menjawab,

لاَ. كَانَ عَمَلُهُ دِيمَةً وَأَيُّكُمْ يَسْتَطِيعُ مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَسْتَطِيعُ

”Tidak. Amalan beliau adalah amalan yang kontinu (rutin dilakukan). Siapa saja di antara kalian pasti mampu melakukan yang beliau Shallallahu ’Alaihi Wasallam lakukan.” (HR. Muslim no. 783)

  1. Meningkatkan Keikhlasan dalam Beribadah

Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,

وَمَا لاَ يَكُوْنُ لله لاَ يَنْفَعُ وَلاَ يَدُوْمُ و مَا كَانَ للهِ يَبْقَى

“Segala sesuatu yang tidak didasari ikhlas karena Allah, pasti tidak bermanfaat dan tidak akan kekal. Dan segala sesuatu yang didasari ikhlas karena Allah, pasti akan langgeng.” (Dar’ At-Ta’arudh Al-‘Aql wa An-Naql, 2:188).

Ibnu Rajab Al-Hambali dalam Lathaif Al-Ma’arif dan  Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya, Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim dari tafsir surat Al-Lail, juga kaedah ini disampaikan oleh ulama lainnya. Mereka berkata,

إِنَّ مِنْ ثَوَابِ الحَسَنَةِ الحَسَنَةَ بَعْدَهَا، وَإِنَّ مِنْ جَزَاءِ السَّيِّئَةِ السَّيِّئَةَ بَعْدَهَا

“Sesungguhnya di antara balasan kebaikan adalah kebaikan selanjutnya. Dan di antara balasan dari amalan kejelekan adalah kejelekan selanjutnya.”

Maksudnya adalah tanda suatu amalan itu diterima adalah kalau dilanjutkan dengan kebaikan selanjutnya dan tanda suatu amalan tidak diterima (dinilai jelek) adalah jika dilanjutkan dengan kejelekan selanjutnya.

Untuk bulan Ramadhan, jika amalan di bulan tersebut diterima, berarti setelah Ramadhan diikuti dengan kebaikan. Tanda amalan tersebut tidak diterima adalah jika setelah Ramadhan malah yang ada kejelekan atau amalan kebaikan malah jadi hilang.

Semoga Allah subhanahu wata’ala selalu memberikan kepada kita kekuatan untuk selalu istiqamah   beribadah kepada-Nya samapi akhir hayat sehingga dengan demikian kita diwafatkan husnul khatimah.  Aamiin.

Penulis: Ustadz Hasan Yazid Al-Palimbangy M.Ag

*) Naskah khutbah Jumat di Masjid Annur  Kantor Pemerintah Kabupaten Ogan Ilir Sumatera Selatan,  03 Syawal 1445 H/12 April 2024 M.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *