Kiat Sederhana Meraih Lailatul Qadar

Ustadz Hasan Yazid Al-Palimbangy dalam acara buka puasa bersama warga UDS (Urang Diri Sujo’an)/ Warga Perantau Desa Tanjung Atap, Tanjung Batu dan sekitarnya di Jadebotabekdung di kediaman Ketua Umum UDS H. Khalid Artha SH M.Hum, Cibubur,  Jawa Barat,  19 Ramadhan 1445 H/30 Maret 2024 M. (Foto: Dok UDS)

Milenianews.com, Mata Akademisi– Di sepuluh malam terakhir Ramadhan terdapat satu malam yang disebut Lailatul Qadar  (malam kemuliaan/penentuan) yang menurut para ulama tafsir nilai ibadah di malam ini sebanding dengan beribadah selama 1.000 bulan atau 83 tahun lebih

لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ شَهْرٍ

“Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.” (QS Al Qodar : 3)

Lailatul Qadar merupakan anugerah yang teramat sangat luar biasa dari Allah Subhanahu Wata’aalaa khususnya untuk umat Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam yang usianya relatif pendek antara 60 sampai 70 tahun. Untuk itu jangan sia-siakan kesempatan yang teramat sangat berharga ini

Meraih Lailatul Qadar bisa dilakukan dengan dua cara. Paket lengkap dan paket “hemat” (sederhana).

Paket lengkap adalah cara yang dilakukan Rasulullah SAW seperti yang dijelaskan oleh Imam al-Nawawi dalam Al-Majmu’ (6/323): “Imam Syafi’i dan sahabatnya berkata, ‘Dan siapa yang hendak mengikuti sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam i’tikaf di sepuluh hari terakhir Ramadhan, maka seharusnya dia masuk masjid sebelum matahari tenggelam pada malam ke 21 Ramadlan. Supaya dia tidak luput dari salah satu dari hal itu (sepuluh hari terakhir) dan keluar sesudah matahari tenggelam pada malam Ied, baik bulan itu sempurna (30 hari) atau kurang (29 hari). Dan yang paling afdhal adalah dia tetap tinggal di masjid pada malam Ied sampai dia melaksanakan shalat Ied.”

Adapun cara sederhana meraih Lailatul Qadar adalah :

  1. Meningkatkan semangat dan kesungguhan beribadah pada sepuluh hari terakhir Ramadhan, baik ibadah wajib maupun sunnah, ibadah individual (qosiroh) maupun ibadah sosial (muta’addiyah).

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,

كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا دَخَلَ اَلْعَشْرُ -أَيْ: اَلْعَشْرُ اَلْأَخِيرُ مِنْ رَمَضَانَ- شَدَّ مِئْزَرَهُ, وَأَحْيَا لَيْلَهُ, وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ –

“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi  Wasallam biasa ketika memasuki sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, beliau kencangkan sarungnya (bersungguh-sungguh dalam ibadah dengan meninggalkan istri-istrinya), menghidupkan malam-malam tersebut dengan ibadah, dan membangunkan keluarganya untuk beribadah.” (HR. Bukhari, no. 2024 dan Muslim, no. 1174).

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللّهُ عَنْهَا قَالَتْ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْتَهِدُ فِي الْعَشْرِ اْلأَوَاخِرِ مَا لاَ يَجْتَهِدُ فِيْ غَيْرِهِ

“Aisyah Radhiyallahu anha berkata: Adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersungguh-sungguh dalam beribadah pada sepuluh hari terakhir (dari bulan Ramadhan) melebihi kesungguhannya di malam-malam lainnya.”  (HR. Ahmad VI/256 dan Muslim no. 1175)

  1. Menghadiri shalat Shubuh dan Isya’ berjamaah

Sebagaimana dinukil oleh Imam Asy-Syafi’i dalam Al-Umm dari sekelompok ulama Madinah dan dinukil pula sampai pada Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma disebutkan:

أَنَّ إِحْيَاءَهَا يَحْصُلُ بِأَنْ يُصَلِّيَ العِشَاءَ فِي جَمَاعَةٍ وَ يَعْزِمُ عَلَى أَنْ يُصَلِّيَ الصُّبْحَ فِي جَمَاعَةٍ

“Menghidupkan malam Lailatul Qadar itu bisa dengan melaksanakan shalat Isya’ berjamaah dan bertekad untuk melaksanakan shalat Shubuh secara berjamaah.”

Dikatakan oleh Imam Malik dalam Al-Muwatha’, Ibnul Musayyib menyatakan:

مَنْ شَهِدَ لَيْلَةَ القَدْرِ ـ يَعْنِي فِي جَمَاعَةٍ ـ فَقَدْ أَخَذَ بِحَظِّهِ مِنْهَا

“Siapa yang menghadiri shalat berjamaah pada malam Lailatul Qadar, maka ia telah mengambil bagian dari menghidupkan malam Lailatul Qadar tersebut.”

Dalam perkataan Imam Syafi’i yang qadim (yang lama),

مَنْ شَهِدَ العِشَاءَ وَ الصُّبْحَ لَيْلَةَ القَدْرِ فَقَدْ أَخَذَ بِحَظِّهِ مِنْهَا

“Siapa yang menghadiri shalat ‘Isya’ dan shalat Shubuh pada malam Lailatul Qadar, maka ia telah mengambil bagian dari malam tersebut.” Semua perkataan di atas diambil dari Latha-if Al-Ma’arif, hlm. 329.

Apa yang dikatakan oleh Imam Syafi’i dan ulama lainnya di atas sejalan dengan hadits dari ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

مَنْ شَهِدَ الْعِشَاءَ فِى جَمَاعَةٍ كَانَ لَهُ قِيَامُ نِصْفِ لَيْلَةٍ وَمَنْ صَلَّى الْعِشَاءَ وَالْفَجْرَ فِى جَمَاعَةٍ كَانَ لَهُ كَقِيَامِ لَيْلَةٍ

“Siapa yang menghadiri shalat ‘Isya berjamaah, maka baginya pahala shalat separuh malam. Siapa yang melaksanakan shalat ‘Isya dan Shubuh berjamaah, maka baginya pahala shalat semalam penuh.” (HR. Muslim, no. 656 dan Tirmidzi, no. 221).

  1. Shalat Tarawih bersama imam

Abu Hurairah muttafaqun alaihi:

من قام رمضان إيماناً واحتساباً غفر له ما تقدم من ذنبه

Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa sallam pernah mengumpulkan keluarga dan para sahabatnya. Lalu beliau bersabda:

ﻣَﻦْ ﻗَﺎﻡَ ﻣَﻊَ ﺍْﻹِﻣَﺎﻡِ ﺣَﺘَّﻰ ﻳَﻨْﺼَﺮِﻑَ ﻛُﺘِﺐَ ﻟَﻪُ ﻗِﻴَﺎﻡُ ﻟَﻴْﻠَﺔ

“Barang siapa shalat malam bersama imam sampai ia selesai, maka ditulis untuknya pahala shalat satu malam (penuh).”

(HR Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, Ibn Majah, Nasa’i)

Dalam fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah dijelaskan:

ﺇﺫﺍ ﺻﻠﻴﺖ ﻣﻊ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﺻﻼﺓ ﺍﻟﺘﺮﺍﻭﻳﺢ : ﻓﺎﻷﻓﻀﻞ ﺃﻥ ﺗﻮﺗﺮ ﻣﻌﻪ ؛ ﻟﺘﺤﺼﻞ ﻋﻠﻰ ﺍﻷﺟﺮ ﺍﻟﻜﺎﻣﻞ

“Jika engkau salat Tarawih bersama imam maka lebih afdhal jika engkau salat Witir bersamanya agar mendapat pahala yang sempurna (berupa pahala salat semalam suntuk).”

  1. Melakukan shalat malam pada sepuluh malam terakhir baik di rumah maupun di masjid bersama jamaah lainnya dengan tidak harus menetap di masjid siang malam.

Cara ini dilakukan oleh sebagian umat Islam di Indonesia.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi SAW, beliau bersabda:

مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa melaksanakan shalat pada malam lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari, no. 1901)

Adapun doa yang sangat dianjurkan pada malam Lailatul Qadar adalah seperti yang diajarkan Rasulullah shalallahu alaihi wasallam kepada Ummul mukminin ‘Aisyah radhiallahu ‘anha.

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,  “Aku pernah bertanya pada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam:

أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَىُّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ الْقَدْرِ مَا أَقُولُ فِيهَا قَالَ قُولِى اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّى

“Jika saja ada suatu hari yang aku tahu bahwa malam tersebut adalah Lailatul Qadar, lantas apa doa yang mesti kuucapkan?” Jawab Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Berdoalah: ALLAHUMMA INNAKA ‘AFUWWUN TUHIBBUL ‘AFWA FA’FU’ANNI (artinya: Ya Allah, Engkau Maha Memberikan Maaf dan Engkau suka memberikan maaf—menghapus kesalahan–, karenanya maafkanlah aku—hapuslah dosa-dosaku–).” (HR. Tirmidzi)

Semoga kita mendapatkan keutamaan malam Lailatul Qadar dan dimudahkan beramal saleh di dalamnya. Aamiin …

Wallahu a’lam bisshowab.

Penulis:  Ustadz Hasan Yazid Al-Palimbangy

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *