Milenianews.com, Bekasi—Budidaya lele dengan teknologi biofolk dinilai sangat ramah lingkungan. Tak hanya itu. Budidaya lele dengan teknologi biofolk menghemat pakan dan mencegah terjadinya kanibalisme.
Hal itu diungkapkan Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) Prof Dr Ir Rokhmin Dahuri MS saat mengunjungi Easy Farm Indonesia di Bekasi, Jawa Barat, Senin (29/4/2024).
“Saya bersyukur kepada Allah dan berterima kasih kepada Mas Herdy yang mengundang kami, tim Rokhmin Dahuri ke Easy Farm. Buat saya, ini terobosan karena berbasis organik dan inilah esensi dari Green Economy atau Ekonomi Hijau, dan esensi dari Circular Economy atau Ekonomi Sirkular. Karena ini tidak ada limbah,” kata Prof Rokhmin dalam rilis yang diterima Milenianews.com.
Seperti diketahui, ujar Prof Rokhmin, orang budidaya perikanan biasanya berpatokan FCR (Food Convertion Ratio) lele minimal 1,2 atau 1,3. Namun dengan teknologi biofolk, FCR bisa 0,8. “Artinya kalau kita memproduksi lele di luar tekniknya Easy Farm (teknologi biofolk), kalau kita ingin menghasilkan 1 kg lele maka kita butuh 1,3 kg pakan. Nah, di Easy Farm 1 kg lele hanya butuh pakan 0,8 kg,” tuturnya.
Kenapa? Karena ada yang namanya mikroba yang bisa membuat ekosistem pakan alami, semacam biofolk. “Sisa pakan yang sebelumnya mencemari kolam diikat oleh bakteri menjadi folk atau gumpalan. Gumpalan itulah yang jadi pakan lagi,” papar mantan Menteri Kelautan dan Perikanan itu.
Karena itulah, kata Prof Rokhmin, mengapa 0,8 pakan bisa menghasilkan 1 kg daging lele. “Karena sisa pakan yang di teknologi konvensional jadi limbah mencemari kolam, dengan teknologi biofolk difermentasi oleh bakteri menjadi pakan baru,” jelas Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan 2020 – Sekarang.
Prof Rokhhmin juga menyoroti efeisiensi density teknologi biofolk pun bisa menghasilkan penyebaran yang lebih tinggi. Dengan diameter 2 m2 kolam biasanya hanya mampu menampung maksimal 1.000 sampai 1.200 ekor ikan lele. Tapi dengan teknologi biofolk, bisa 1.500-2.000 ekor. “Dengan penyebaran yang makin tinggi/padat, maka produktivitas akan makin tinggi/menguntungkan,” ujar Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University itu.
Selain itu, yang juga sangat menarik adalah teknologi biofolk itu mencegah terjainya cannibalism (saling memakan sesama). Lele yang semula bersifat kanibal, kini tidak lagi menjadi kanibal. Karena dengan bakteri tadi dan makanan alami, pakan selalu tersedia.
“Kanibalisme akan terjadi kalau pakannya kurang. Sepanjang pakannya ada terus, lele itu tidak akan memakan sesama alias tidak akan kanibalisme,” kata Prof Rokhmin Dahuri yang juga ketua Dewan Pakar MPN (Masyarakat Perikanan Nusantara).
Prof Rokhmin sangat mengapresiasi Easy Farm yang dikembangkan oleh Mas Herdy. “(Easy Farm) hebat. Mudah-mudahan diberkahi Allah. Saya ingin bekerja sama dengan Mas Herdy, dan ini akan kita kembangkan, kita terapkan di seluruh Tanah Air, dan ini menjadi panasea atau obat mujarab untuk menekan jumlah pengangguran, untuk pengurangan kemiskinan. Karena sudah dihitung kelayakan ekonomi teknologi biofolk, dengan modal Rp 40 juta bisa menghasilkan keuntungan sampai Rp 5 juta per bulan,” ujarnya.
Ia lalu menjelaskan, garis kemiskinan versi Rokhmin Dahuri Rp 7,5 juta per keluarga per bulan. Dari mana angkanya? Menurut Bank Dunia, orang dikatakan tidak miskin kalau setiap hari belanjanya 3,2 dolar AS, atau 96 dolar AS per bulan. Kurs dolar AS saat ini Rp 16 ribu atau setara Rp 1,5 juta/orang/bulan. Keluarga di Indonesia pada umumnya terdiri dari ayah, 1 istri dan 3 anak atau total 5 orang.
“Biasanya yang bekerja hanya ayah, maka ayah menanggung 5 jiwa. Sehingga, ketemu angka Rp 7,5 juta. Garis kemiskinan Bank Dunia adalah Rp 1,5 juta/orang/bulan atau per keluarga Rp 7,5 juta per bulan,” papar Prof Rokhmin Dahuri yang juga Member of International Scientific Advisory Board of Center for Coastal and Ocean Development, University of Bremen, Germany.