Titik Balik

lomba menulis kisah inspiratif
lomba menulis kisah inspiratif

Oleh : Rosida

Milenianews.com – Namaku Rosida, aku adalah anak pertama dari dua bersaudara. Aku berumur 16 tahun dan tengah bersekolah di SMK kelas 10 dengan jurusan keahlian RPL. Aktivitasku sama dengan kebanyakan siswa lainnya yaitu melakukan pembelajaran secara daring. Meskipun saat ini dunia sedang dilanda pandemik Covid-19, namun itu tak menyurutkan semangatku dalam mengerjakan tugas, kegigihanku akan meraih cita-cita pun tak habis dimakan waktu.

Sekarang aku ingin berbagi cerita tentang pengalamanku. Tepatnya pada bulan November lalu, saat aku masih semester satu aku mengikuti lomba karya tulis untuk pertama kalinya. Lomba karya tulis itu berbentuk artikel dengan mengusung tema Dewi Sartika Tokoh Perintis Pendidikan di Tanah Pasundan. Aku tahu mengenai lomba ini dari guru bahasa Indonesiaku yang sekaligus menjadi guru pembimbingku dalam menulis artikel. Lomba ini diadakan secara online, artikelnya pun dikirim melalui email.

Aku menyusun artikel dengan metode library. Banyak situs website aku kunjungi untuk dijadikan sebagai referensi, namun tidak mudah menemukan sumber informasi yang cocok dengan tema artikel yang ingin kubuat. Ini merupakan tantangan tersendiri untukku yang tidak berpengalaman sama sekali. Jujur saja aku merasa bingung saat menyusun artikel, karena tidak mudah bagiku untuk melakukan hal yang baru aku coba. 

Awalnya artikel ku ditolak oleh guru pembimbingku karena ternyata isi artikelku lebih seperti biografi. Kemudian aku revisi artikel itu dengan kritikan dan saran yang aku terima dari guru pembimbingku, aku langsung segera mengerjakannya dan menyerahkannya kembali. Guru pembimbingku bilang revisi itu sudah mulai menjelma seperti sebuah bentuk artikel namun masih harus banyak susunan kata dan struktur cerita yang diubah, hal itu membuat aku kalang kabut.

Tapi aku tidak ingin menyerah begitu saja, aku merevisi artikel itu untuk yang kedua kalinya dengan mengubah sebagian besar isi artikel. Namun, penolakan itu terjadi lagi. Aku menjadi geram terhadap diriku sendiri karena belum bisa menyusun artikel yang baik. Aku memutar otakku, membaca kembali artikel yang aku susun dan melihat sumber informasi yang aku jadikan sebagai contoh. Aku pun kemudian melihat kekosongan dalam artikelku dan segera mengisinya dengan semua kata-kata yang langsung muncul dalam benakku. Setelah kurasa cukup bagus, aku pun mengirimkannya kembali pada guru pembimbingku. Dan akhirnya revisi ketiga itu diterima, namun embel-embelnya tetap saja masih ada, artikelku mengandung terlalu banyak kata dan harus diubah agar sesuai dengan syarat ketentuan lomba. Namun penerimaan itu membuka harapan kecil untukku.

Saat aku melakukan perbaikan untuk artikel revisi yang ketiga, aku merasa kurang senang dengan hasilnya. Karena banyak kata yang dihilangkan dan susunan yang dirombak membuat artikelku menjadi rancu. Aku pun memutuskan untuk membuat artikel pengembangan dari artikel revisiku yang ketiga. Aku melakukannya untuk persiapan jika saja revisi ketigaku ditolak. 

Ternyata benar saja revisi ketigaku kurang “sempurna”, akhirnya artikel pengembanganlah yang diterima dan dipilih untuk diserahkan kepada panitia lomba. Judul artikelku adalah “Secercah Cahaya Dewi Sartika”, didalamnya memuat tentang perjuangan Ibu Dewi Sartika dalam memperjuangkan pendidikan di tanah Pasundan, khususnya bagi kaum perempuan yang aku kembangkan dari kacamata aku sebagai seorang pelajar. Setelah yakin, aku pun mengirimkannya kepada panitia lomba.

Selang beberapa hari, tepatnya pada awal bulan Desember. Waktu pengumuman peserta yang masuk 10 besar pun tiba, pengumuman itu dibagikan lewat situs website suatu majalah. Ternyata aku terpilih menjadi peserta yang masuk 10 besar. Aku, guru pembimbing dan Kepala Sekolahku diundang agar hadir di Gedung Dinas Pendidikan Provinsi yang berada di Bandung untuk mengikuti puncak acara lomba yaitu pengumuman kejuaraan dan penyerahan piala. Aku kemudian menyampaikan undangan itu pada guru pembimbingku. Namun belum ada balasan yang pasti kami akan pergi atau tidak.

Sampai H-1 acara, aku belum juga mendapatkan kabar apapun, obrolan tentang acara itu pun sayup kudengar. Aku menjadi bingung harus mempersiapkan barang yang akan aku bawa. Karena sudah H-1 namun aku belum mempersiapkan apapun, hal itu aku lakukan karena aku berpikir bahwa ada kemungkinan sepertinya aku tidak akan berangkat. Kemudian pada waktu pulang sekolah guru pembimbingku mengajakku untuk mengobrol tentang acara lomba itu.

Guruku kemudian bertanya apakah aku ingin pergi atau tidak, aku pun menjadi bingung menjawabnya. Di satu sisi sebenarnya aku ingin sekali pergi, tapi aku tidak bisa memikirkan diriku sendiri dan memaksakan pendapatku, aku tidak ingin egois. Aku pun menjawabnya dengan mengutarakan pertimbanganku. Kira-kira begini jawabanku, “Rosida akan ikut rencana ibu saja, mau pergi ya ayo, kalo tidak pun tak apa. Tapi jika kita tidak pergi mungkin saja kita menjadi juara, maka kesempatan emas itu pun kita lewatkan begitu saja bukan? Tapi jika kita pergi dan tidak menang, Rosida tahu itu akan terasa menjadi sia-sia, setelah finansial, waktu dan tenaga yang kita keluarkan tak mendapatkan imbalan yang sepadan.” Guruku pun mencoba memberikan solusi bagaimana jika kita berangkat ketika hari pengumumannya saja saat panitia memberitahu kalau kita menang. Sebenarnya solusi itu bagus dan mengantisipasi hal yang tidak diinginkan.

Namun aku kurang setuju dengan solusi itu, tanpa mengurangi rasa hormat pada guruku, aku pun mengutarakan pendapatku. “Itu mungkin bisa saja kita lakukan Bu, tapi bagaimana jika kita menang dan panitia tidak memberikan informasi pada kita? Berangkat mendadak pun sangat memakan waktu, kita tidak mungkin bisa sampai tepat waktu. Jika kedua hal itu terjadi maka kemungkinan kita akan didiskualifikasi, perjuangan kita selama ini pun akan sia-sia.” Kemudian aku dan guruku bertukar pikiran dalam waktu yang cukup singkat, lalu guruku berunding dengan Bapak Kepala Sekolah dan sampai di titik kita memutuskan untuk berangkat.

Keesokan harinya pada hari pengumuman sekitar pukul 07.30 WIB, kami berangkat ke Bandung dengan mengendarai mobil milik sekolahku. Di dalam mobil terjadi banyak obrolan dan cerita sepanjang jalan, namun aku sendiri memilih untuk tidur karena aku memiliki sedikit masalah jika bepergian dengan naik mobil. Tak terasa jam menunjukan pukul 09.00 WIB, pukul dimana kita sampai di Gedung Dinas Pendidikan Provinsi tepatnya di Aula Mohammad Yamin. Kita menunggu sekitar 20 menit sebelum akhirnya acara dimulai. Rangkaian acara dimulai dari do’a, sambutan-sambutan, kemudian penyerahan piagam pada peserta yang masuk 10 besar, pengumuman 4 besar dan terakhir penutup.

Saat pengumuman peserta yang masuk 4 besar, terpangpang layar monitor yang menampilkan nama dan karya peserta. Pengumuman juara 4 dan 3 sudah terlewat, namun namaku belum juga muncul. Saat itu aku merasa sangat takut. Banyak pikiran negatif menyelimuti pikiranku, seperti bagaimana jika aku tidak menang, bagaimana jika aku mengecewakan orang-orang yang mendukungku. Aku mulai putus asa, aku kemudian menyerahkan semua urusanku pada-Nya dan pasrah dengan apapun yang aku terima nantinya, aku sudah siap dengan semua kemungkinan terburuk. Namun do’a terus saja terucap dalam hati berharap keberuntungan berpihak padaku.

Pengumuman juara 2 pun tiba, dan Alhamdulilah akhirnya namaku muncul di layar monitor sebagai juara kedua dalam lomba Karya Tulis dengan tema Dewi Sartika Tokoh Perintis Pendidikan di Tanah Pasundan  antar SMK/SMA/SLB/MA Sederajat Se-Jawa Barat. Aku dan guru pembimbingku yang duduk disebelahku langsung berdiri dan berpelukan. Kami pun maju ke depan untuk menerima piala dan piagam, kami juga dipersilahkan untuk mengucapkan sepatah dua patah kata sebagai gambaran dari perasaan bahagia kami saat itu. Aku sangat tidak menyangka bahwa aku dapat menyisihkan 297 peserta yang ada dan keluar menjadi juara kedua. Walaupun aku tidak menjadi yang pertama, namun aku tetap bangga pada diriku sendiri karena aku bisa sampai sejauh ini padahal itu adalah artikel pertama yang aku buat.

Ketika rangkaian acara selesai, kami semua yang hadir diminta untuk berfoto bersama sebagai kenang-kenangan. Para juara pun diminta untuk mengikuti sesi wawancara. Setelah itu kami pun pulang meninggalkan kota Bandung dengan penuh sukacita di hati kami.

Walau hanya sekejap mata, namun peristiwa itu sangat berbekas dihatiku. Kejadian dalam satu hari mengubah sebagian besar mindset ku yang selama ini aku terapkan bertahun-tahun. Membuatku menyadari akan besarnya peluang yang bisa aku dapatkan jika aku mau mencoba, kekuasaan Allah juga terlihat begitu nampak jelas, pikiranku akan pentingnya peran pendidikan dalam kehidupan semakin terkuatkan.

Meski sebelumnya aku adalah anak yang introvert, mudah putus asa dan terintimidasi oleh pikiran negatif, namun pengalaman yang telah banyak aku lalui dan jatuh bangun yang kerap kali aku jalani membuat aku termotivasi untuk menjadi lebih baik. Aku tahu mungkin prosesnya akan sukar, namun aku ingin menjadikan itu sebagai batu loncatan untuk meraih kesuksesanku. Apalagi kemenanganku dalam lomba ini membuatku mengalami titik balik dimana aku menjadi seseorang yang lebih percaya diri.

Kini aku semakin menggali potensi yang aku miliki dan menyalurkan semua kehausanku akan prestasi. Sekarang pun begitu, aku menulis ini untuk mengisi kehausan dalam jiwaku. Aku ingin memanfaatkan semua waktu yang aku punya dan mengisinya dengan bingkai-bingkai prestasi.

Aku tidak mau tergiur dengan nikmatnya duniawi serta indahnya masa muda. Meski masa muda hanya sekali, namun kesempatan tidak datang berkali-kali, waktu pun tak akan berhenti dan berputar kembali untuk bisa memperbaiki semua yang kita sesali.

Aku harap kalian dapat bersikap bijak dalam managing time dan tidak mengabaikan pendidikan. Agar terserap dalam pikiranmu bahwa pendidikan itu penting dalam kehidupan baik di masa depan atau pun di masa sekarang. Apalagi kita adalah generasi mendatang yang akan menjadi calon penerus pemerintahan.

“Jadikanlah kelebihanmu sebagai kekuatan dan kekuranganmu sebagai tolak ukur pencapaian, Nothing Is Impossible.”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *