Mata Akademisi, Milenianews.com – Badan Usaha Milik Negara, atau biasa disebut BUMN, tentu saja sudah tidak asing di telinga kita, bukan? Sejak dulu, BUMN digambarkan sebagai alat negara untuk menyejahterakan rakyat dan menjadi pilar kekayaan negara. Namun, realitanya hari ini jauh dari harapan. Alih-alih menjadi motor penggerak ekonomi rakyat, banyak BUMN justru menjelma menjadi sumber kerugian negara yang ditanggung oleh rakyat itu sendiri.
Kita, rakyat biasa, tidak punya kuasa dalam mengelola perusahaan yang katanya milik kita. Kita hanya menjadi penonton, menyaksikan dari jauh saat para pemangku kekuasaan membuat keputusan, mengelola dana triliunan rupiah, dan kadang terlibat dalam kasus korupsi besar-besaran di dalam lingkungan BUMN itu.
Baca juga: Meningkatkan Perekonomian Negara Melalui Koperasi Syariah
Salah satu contoh paling nyata adalah saat negara memberikan suntikan dana lewat Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada 23 BUMN yang mengalami kerugian di tahun 2024. Alih-alih menggunakan uang tersebut untuk mendukung sektor produktif rakyat, dana dari APBN justru digelontorkan untuk menyelamatkan perusahaan yang gagal dikelola secara profesional. Bahkan, beberapa di antaranya telah berkali-kali menerima suntikan modal, tetapi tetap tak menunjukkan kinerja yang membaik.
Ini menimbulkan pertanyaan besar: sebenarnya BUMN bekerja untuk siapa?
Kasus-Kasus Besar yang Melibatkan BUMN
Rakyat yang seharusnya menjadi penerima manfaat justru merasakan dampak negatif. Harga tiket pesawat naik karena manajemen Garuda Indonesia tak mampu bersaing sehat di tengah pandemi. Sementara itu, Krakatau Steel yang bertahun-tahun merugi justru membuat harga bahan bangunan tak terkendali. Ketika Pertamina terseret skandal dan diduga menyebabkan kerugian negara hingga Rp193,7 triliun, rakyat harus menerima harga BBM yang terus melonjak. Padahal, itu adalah perusahaan energi terbesar yang katanya milik bangsa. Belum lagi jika berbicara tentang kasus PT Antam, PT PLN, dan lainnya.
Korupsi menjadi masalah yang mengakar di negara kita sejak lama. Berdasarkan data dari Indonesia Corruption Watch (ICW), terdapat 119 kasus korupsi di tubuh BUMN selama periode 2016–2021 dengan total kerugian negara mencapai Rp47,9 triliun. Ini belum termasuk skandal-skandal yang belum terungkap. Ironisnya, yang dihukum sering kali hanya eksekutor lapangan, sementara para elite pemilik kekuasaan seakan tak tersentuh.
Rakyat lagi-lagi hanya bisa menonton, tanpa tahu ke mana uang mereka mengalir. Yang lebih menyedihkan, program-program sosial BUMN yang dirancang untuk menyentuh masyarakat seperti Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) pun tak berjalan maksimal. Riset dari UGM dan UII menunjukkan bahwa pelaksanaannya tidak transparan, tidak berkelanjutan, bahkan tidak menyentuh masyarakat yang benar-benar membutuhkan. Program ini seharusnya bisa menjadi jembatan antara BUMN dan rakyat, tetapi malah berakhir di meja birokrasi dan laporan formalitas.
Harapan Besar dan Suara Rakyat untuk BUMN
Pada bulan Februari 2025, telah diresmikan Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara). Danantara ini menjadi langkah strategis pemerintah dalam mengelola investasi nasional. Tentunya, proyek besar ini melibatkan BUMN sebagai sumber utama kinerjanya. Oleh karena itu, besar harapan rakyat agar badan pengelola investasi ini bekerja dengan optimal, bahkan maksimal, sebagaimana semestinya manfaat dari lembaga tersebut didirikan. Badan ini juga diharapkan mampu mendorong supaya kinerja dari setiap BUMN menjadi semakin baik.
Baca juga: Ada Apa dengan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia?
Mimpi bahwa BUMN adalah alat negara untuk menciptakan pilar kekayaan tampaknya hanya indah di atas kertas dan angan-angan. Selama rakyat tidak diberi ruang untuk mengawasi dan menentukan arah kebijakan BUMN, maka selama itu pula rakyat hanya akan menjadi penonton.
Sebagai rakyat yang menjadi korban terdampak dari kebobrokan kinerja BUMN, baik secara langsung maupun tidak langsung, kita harus mulai bersuara. Melihat hal ini, patut menjadi keresahan kita bersama. Menuntut transparansi, akuntabilitas, dan keberpihakan. Perusahaan milik negara seharusnya benar-benar menjadi milik rakyat, bukan hanya dalam nama, tetapi juga dalam manfaat.
Penulis: Muhammad Ash Shidqy
Instagram: @ashidqyy
Profil Singkat: Seorang mahasiswa aktif di sebuah perguruan tinggi dengan fokus pada jurusan perekonomian. Memiliki minat yang kuat di bidang Ekonomi dan Politik, yang diwujudkan melalui kegiatan membaca serta berdiskusi bersama rekan-rekan yang memiliki ketertarikan serupa.
Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube MileniaNews.