Cerpen  

Jingga dan Bintang

Oleh :  Ade Putri

“Maaf maaf, kamu nggak apa-apa?,” tanya Bintang yang tak sengaja menabrak Jingga.

“Iya, nggak,” jawab Jingga dengan judes.

Sorry ya tadi lagi push rank,” jelasnya sambil cengengesan.

Jingga hanya mengangguk dan meninggalkan lelaki yang baru pertama kali Ia temui itu.

 

Hujan turun membasahi seluruh kota kecil yang Jingga cintai. Hujan mengharuskan Jingga pulang telat malam ini. Tak satu angkot pun yang melewati halte tempat Jingga menunggu.

“Hey, kamu yang waktu itu kan?,” tanya seorang lelaki yang sedari tadi duduk memperhatikan Jingga.

“Ya?,” Jingga tak mengerti.

“Saya yang kemarin nabrak kamu di depan toko kue,” jelas Bintang.

“Ohh… Iya,” Jingga tersenyum.

“Bintang,” seru Bintang.

“Jingga,” sambil menjabat tangan lelaki itu.

 

Sore itu, takdir telah membawa cerita baru bagi Jingga. Perkenalan singkat mengantarkan Jingga dan Bintang pada titik baru. Hujan dikala itu menjadi awal kisah ini. Obrolan hangat yang bersambut, hingga larut tentang persamaan yang dimiliki.

Hari terus berlalu, malam Jingga tak lagi gelap, langitnya selalu dihiasi bintang-bintang yang indah. Jingga dan Bintang kian dekat, tak ada satu hari pun yang terlewatkan untuk bertukar cerita. Jingga adalah wanita yang selalu tampak ceria juga kuat, dan Bintang sosok lelaki pendiam yang tertutup.

“Jingga,” panggil lelaki itu.

“iya? Apa?,” jawab Jingga sambil menatap Bintang.

“Kenapa aku bisa ngobrol sedekat ini denganmu?,” tanyanya.

“Heh? Mana  kutahu. Mungkin karna kita kembar,” balas Jingga sambil tertawa.

“Memangnya kenapa kak Bin,” lanjut Jingga.

“Saya kan memang pendiam dan susah dekat dengan perempuan, tapi kenapa sama kamu berbeda. Malah sekarang sering merindukanmu,” jawabnya lembut. Jingga hanya tertawa mendengar perkataan Bintang.

 

Hubungan Jingga dan Bintang memang bukan sekedar teman. Tanpa sadar, kedekatan mereka menyimpan rasa. Namun, kisah pilu masa lalu membuat keduanya mengabaikan rasa yang hadir.

Bukan karna masih berharap dengan masa lalu, hanya saja hati yang masih takut untuk kembali ‘merasa’. Bergelut dengan rindu maupun menikmati wisata hati layaknya muda-mudi pada umumnya. Kisah pilu yang menancap dalam seolah memalingkan rasa yang kini bersemi.

“Jingga, aku sayang kamu,” suara Bintang dari balik telepon saat malam hujan.

“Hah?,” jawab Jingga kebingungan dengan hati yang tak karuan.

“Aku sayang sama kamu,” ulang Bintang.

“Aku tahu Ga, kamu juga sama kan,” tambahnya.

 

Jingga hanya terdiam dan bingung. Tak bisa di pungkiri Jingga sebenarnya punya rasa yang sama namun lebih memilih untuk diam dan memendam. Bukan karna Dia pengecut terlebih dia takut akan perpisahan. Namun tidak dengan malam ini, “Jingga juga sayang kak Bintang,” balasnya lirih.

 

Sejak malam itu, saling merindukan merupakan aktifitas yang kian menjadi candu. Cemas yang muncul saat tak saling memberi kabar. Hari demi hari berlalu rasa yang ada kian besar, namun hingga kini Jingga dan Bintang tetap memilih tak terikat hubungan.

Tak ada lagi sekat dan canggung tercipta. Jingga yang  mulai nyaman dengan sosok Bintang mulai tersadar jika dirinya telah takut kehilangan. Begitu pula dengan Bintang. Jingga adalah sosok perempuan yang selalu ada serta menyayangi Bintang setulus hati.

“Jingga, berjanjilah kita akan tetap seperti ini. Menjadi orang yang aku sayang. Jangan berubah yah sayang,” ucap Bintang saat ulang tahun Jingga.

“Kaka Berjuang juga, tetaplah jadi kakak yang baik untuk Jingga,” balas Jingga sembari memeluk Bintang.

Pertemuan malam itu menjadi malam terakhir sebelum keduanya memilih untuk saling menjauh. Tak ingin mengakui perasaan masing-masing, saling meniadakan dan membunuh perasaan masing-masing menjadi pilihan yang tercipta.

“Selamat tinggal cinta, kekasih hati yang tak bisa kumiliki. Maaf kisah kita tak berujung, biarkan rindu ini kita pendam bersama. Jika Tuhan mempertemukan kita di kehidupan lain, ku ingin kisah kita lebih indah dari ini. Jingga menyayangimu.”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *