Milenianews.com, Jakarta– Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan – IPB University, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri MS memaparkan kunci sukses industrialisasi rumput laut. Hal itu ia sampaikan pada FGD “Hulunisasi Rumput Laut dan Potensi Rumput Laut sebagai Penyerap Karbon” yang digelar oleh INDOPOSCO dan Yayasan Samudera Indonesia Timur, di Jakarta, Senin (3/2/2025).
Prof. Rokhmin yang juga anggota DPR RI 2024-2029 mengawali pembahasannya dengan mengungkapkan sembilan alasan rumput laut sebagai game changer (sumber pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, kesejahteraan, dan ketahanan pangan secara berkelanjutan) menuju Indonesia Emas 20245.
- Indonesia memiliki potensi produksi rumput laut penghasil karagenan (Eucheuma spp) dan penghasil agarosa (Gracillaria spp) terbesar di dunia (FAO, 2022), dengan produksi mencapai 9,7 juta ton dan nilai ekspor Rp 28,36 trilyun pada 2023 (KKP, 2023), menempatkannya sebagai produsen rumput laut terbesar kedua di dunia (FAO, 2024).
- Rumput laut merupakan bahan baku (raw materials) utama bagi berbagai jenis industri pengolahan (manufacturing) seperti: makanan dan minuman, farmasi, kosmetik, biomaterials, biofuel, dan lainnya untuk mendukung kedaulatan pangan, energi, dan farmasi.
- Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk Indonesia dan dunia, maka permintaan terhadap komoditas dan beragam jenis produk hilir (down-stream products) rumput laut akan terus meningkat. “Dengan demikian,prospek bisnis dan ekonomi semakin cerah,” kata Prof. Rokhmin dalam rilis yang diterima Milenianews.com.
- Usaha budidaya rumput laut tidak memerlukan modal besar, menguntungkan (profitable), masa panen relatif pendek (45 hari), dan teknologinya sederhana (not a rocket science).
- Pada umumnya lokasi usaha budidaya rumput laut terdapat di wilayah pesisir, laut, pulau-pulau kecil, pedesaan, dan luar Jawa. “Hal ini bagus untuk mengurangi permasalahan khronis bangsa berupa disparitas pembangunan antarwilayah yang telah menyebabkan biaya logistik yang sangat mahal dan inefisiensi serta rendahnya daya saing perkenomian bangsa,” kata Prof. Rokhmin yang juga ketua umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI).
- Rumput laut memiliki kemampuan untuk menyerap karbon dioksida (CO2) secara signifikan. Rumput laut mampu menyerap hingga 20 kali lipat karbon dibandingkan tumbuhan darat (hutan) (FAO, 2020). “Sehingga, membantu untuk mitigasi Perubahan Iklim Global (Global Warming or Boiling),” ujar Prof. Rokhmin yang membawakan makalah berjudul “Teknologi Budidaya dan Manajemen Sistem Rantai Pasok: Kunci Sukses Industrialisasi Rumput Laut”.
- Tidak seperti kelapa sawit, lokasi budidaya rumput laut terdapat di perairan laut dan tambak. “Sehingga, tidak ada konflik ruang dengan tanaman pangan,” kata Member of International Scientific Advisory Board of Center for Coastal and Ocean Development, University of Bremen, Germany.
- Budidaya rumput laut berdampak positif bagi kesehatan ekosistem laut, seperti mengurangi eutrofikasi dan menjaga keseimbangan keanekaragaman hayati. Hal ini sesuai dengan tujuan ekonomi biru untuk konservasi laut.
- Rumput laut merupakan SDA (sumber daya alam) terbarukan (renewable resource). “Sehingga, pengembangan industrialisasi rumput laut mendukung Pembangunan Berkelanjutan,” kata Prof. Rokhmin yang juga ketua Dewan Pakar ASPEKSINDO (Asosiasi Pemerintah Daerah Pesisir dan Kepulauan se-Indonesia).
Baca Juga : Prof. Rokhmin Dahuri Ungkap Kiat Sukses Pembudidaya Rumput Laut di Kecamatan Cantigi, Indramayu
Prof. Rokhmin lalu menguraikan strategi penguatan dan pengembangan rumput laut Indonesia. Hal itu mencakup:
- Peningkatan produktivitas dan kualitas bahan baku.
- Penguatan dan pengembangan industri pengolahan.
- Optimalisasi tata kelola supply chain dan mitigasi risiko.
- Penguatan sumber daya manusia (SDM) dan kelembagaan.
- Peningkatan akses permodalan dan investasi.
- Diversifikasi produk dan pasar.
- Penguatan pasar domestik dan ekspor.
- Pengembangan teknologi budidaya berbasis inovasi.
- Penguatan regulasi dan kebijakan pemerintah.
- Implementasi konsep Blue Economy.