Mata Akademisi, Milenianews.com – Harun Nasution adalah salah satu tokoh teologi dengan berbagai macam pemikirannya. Corak pemikiran Harun Nasution sejalan dengan pemikiran Mu’tazilah atau biasa disebut Neo-Mu’tazilah. Salah satu pemikiran Harun Nasution adalah kebebasan manusia dalam bertindak (free will).
Apabila dikaitkan dengan isu yang terjadi di era modern, contohnya adalah Revisi RUU Tentara Nasional Indonesia yang disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan diusulkan oleh Presiden Prabowo. Revisi RUU TNI ini bertujuan untuk menjaga keamanan negara dari ancaman siber yang semakin menakutkan serta dinamika geopolitik internasional.
Baca juga: Teologi Jabariyah di Era Modern: Apakah Manusia Masih Memiliki Kehendak Bebas?
Namun, aksi ini mendapat respons negatif dari aktivis lingkungan dan masyarakat lokal yang khawatir terhadap dampak buruk dari kebijakan tersebut bagi warga negara yang tidak memiliki jabatan dalam negara. Mahasiswa, masyarakat lokal, dan aktivis lingkungan di berbagai kota turun ke jalan menolak Revisi UU TNI yang telah disahkan oleh DPR. Selain aksi demonstrasi, masyarakat juga melakukan kampanye di media sosial, membuat petisi, dan mengajukan gugatan hukum untuk meningkatkan kesadaran tentang isu kemanusiaan.
Aksi demo yang terjadi di berbagai kota ini mengingatkan pada kejadian di masa lalu ketika mahasiswa, aktivis lingkungan, dan masyarakat lokal menolak kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.
Kebebasan dengan Tanggung Jawab Moral
Harun Nasution mengingatkan bahwa kebebasan tersebut harus diimbangi dengan tanggung jawab moral, sebagaimana prinsip amar ma’ruf nahi munkar (menyerukan kebaikan dan mencegah kemungkaran). Di sisi lain, pemerintah—dalam hal ini Presiden Prabowo dan DPR—juga memiliki kebebasan untuk membuat kebijakan yang mereka yakini dapat melindungi keamanan nasional. Namun, kebebasan ini harus disertai dengan transparansi dan respons terhadap aspirasi publik agar tidak dianggap otoriter.
Konflik ini mencerminkan dialektika antara otoritas negara dan hak sipil, di mana kedua pihak harus menemukan titik keseimbangan antara kepentingan nasional dan hak asasi manusia. Nasution, dengan pemikiran Mu’tazilahnya, menyarankan agar penyelesaian konflik dilakukan melalui dialog rasional dan mekanisme demokratis, bukan melalui kekerasan atau intimidasi. Prinsip keadilan (al-adl) dan penggunaan akal sehat yang ditekankan oleh Mu’tazilah menjadi kunci untuk mencapai solusi yang adil dan berkelanjutan.
Dalam kasus ini, aktivis lingkungan dan masyarakat lokal menunjukkan kemampuan mereka untuk membuat pilihan dan bertindak sesuai dengan keyakinan serta nilai-nilai yang mereka anut. Mereka memiliki kebebasan untuk memilih cara-cara yang digunakan untuk menyuarakan pendapat dan memperjuangkan hak-hak lingkungan, seperti melakukan protes, petisi, dan gugatan hukum.
Keputusan Presiden Prabowo Subianto untuk memberlakukan RUU TNI menunjukkan bahwa individu-individu dalam posisi kekuasaan memiliki kebebasan untuk membuat pilihan yang sesuai dengan keyakinan dan nilai-nilai mereka.
Berdasarkan permasalahan di atas, terdapat beberapa solusi yang dianggap efektif, seperti: dialog partisipatif, sosialisasi kebijakan, dan mekanisme hukum yang adil. Solusi-solusi ini sejalan dengan prinsip Mu’tazilah yang menekankan akal, keadilan, dan tanggung jawab kolektif. Pemerintah perlu membuka ruang diskusi yang inklusif, sementara masyarakat harus menyampaikan aspirasi secara damai.
Dengan pendekatan ini, revisi RUU TNI bisa dievaluasi secara objektif tanpa mengorbankan hak protes maupun stabilitas negara. Pada akhirnya, pemikiran Nasution mengingatkan bahwa kebebasan bukanlah anarki, melainkan alat untuk mencapai kemaslahatan bersama melalui proses yang demokratis dan etis.
Konsekuensi dari Free Will
Namun, free will juga berarti bahwa individu harus mempertanggungjawabkan keputusan mereka dan tidak dapat menyalahkan faktor lain atas tindakan yang diambil. Dalam demonstrasi, individu harus memastikan bahwa tindakan mereka tidak melanggar hukum dan tidak menimbulkan kerugian bagi orang lain.
Menurut Harun Nasution, free will atau kebebasan kehendak manusia merupakan konsep yang sangat penting dalam memahami kehendak dan tanggung jawab manusia. Dalam konteks demo, free will berarti bahwa individu memiliki kebebasan untuk membuat pilihan dan keputusan tentang apakah akan bergabung dalam demonstrasi atau tidak.
Pemikiran Harun Nasution tentang kebebasan manusia (free will) dalam tradisi Neo-Mu’tazilah memberikan kerangka teologis-filosofis untuk memahami konflik terkait revisi RUU TNI. Menurutnya, demonstrasi yang dilakukan oleh masyarakat, aktivis, dan mahasiswa merupakan ekspresi kebebasan individu untuk menolak kebijakan yang dianggap merugikan, sekaligus bentuk tanggung jawab moral dalam mengoreksi kekuasaan (amar ma’ruf nahi munkar).
Di sisi lain, pemerintah juga memiliki kebebasan untuk membuat kebijakan berdasarkan pertimbangan keamanan nasional, namun kebebasan ini harus disertai akuntabilitas dan respons terhadap aspirasi publik. Konflik ini menunjukkan dialektika antara otoritas negara dan hak sipil, di mana kedua pihak memiliki hak untuk bertindak sesuai nilai yang diyakini, tetapi harus menghindari kekerasan dan mencari solusi rasional.
Penulis: Mulvi Aulia, Dosen serta Sahula Ihsani, Siti Munawwaroh, Qori Qurrotul Aini, Safitri Susilawati, Mahasiswa Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta
Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube MileniaNews.