Puisi  

Biar Ikhlasku tak Sia-sia

Hadi Suroso. (Foto: Istimewa)

Oleh Hadi Suroso

Bahkan keriuhan yang ada tak mampu enyahkan bayangmu dari sudut benakku. Kesibukan yang ku sengajakan untuk melupakanmu pun tak mempengaruhi apa-apa. Nyatanya, segala perihalmu masih begitu merimbun di pelataran hatiku, yang mencuat ke dalam ingatan segar saat rindu memanggil.

Kamu adalah keindahan abadi yang terjaga rapi di lubuk sanubari, mengharu biru di setiap sepi malamku yang gigil.

Awalnya kubawa sepenuh cinta dengan menggenggammu lebih erat, ku kuatkan pegangan agar tidak bisa terlepaskan. Seiring berjalannya waktu akhirnya kusadari, cinta bukan cuma soal memiliki, namun sejauh mana ikhlas menjadi penggerak dari setiap upaya yang menyertai, sekalipun mungkin mesti ku mahar dengan yang tak kuingini. Semata demi bahagiamu.

Setiap hadirnya bayangmu di rinduku yang datang, kusematkan namamu pada bait-bait do’a indah yang menembus pintu langit. Kubiarkan membaur bersama kerlip bintang malam temani kesunyian, pertanda debur rasa ini padamu tak pernah padam.

Adalah kamu, meski kini ragamu tak lagi ada di sisi, kamu tetap menjadi tokoh tunggal pada larik-larik cerita yang tertulis di buku kisah hidupku. Yang selalu ingin kubaca kembali, meski terhimpun dalam satu kesatuan kisah yang tak terpisahkan antara bahagia dan kadang luapan derai air mata. Tapi itulah kamu dengan segala kurang atau lebihnya, selalu menjadi yang terbaik.

Terima kasih untuk semua yang telah kamu hadirkan. Terima kasih pernah menjadi bagian sejarah hidupku. Pada rindu kali ini, ingin ku sampaikan lagi, tak ada apapun yang lebih membahagiakanku kecuali bahagiamu. Maka dimanapun kamu ada, bahagialah untuk semua waktu yang kamu punya, agar melepaskanmu dulu tidak pernah menjadi kesia-siaan yang aku sesalkan.

Bogor, 18042024

Hd’s

Hadi Suroso. Biasa dipanggil Mr/Mas Bob. Aktivitas keseharian, mengajar Math Cambridge di sekolah Bosowa Bina Insani Bogor, guru Bimbel dan juga guru privat SD sampai SMA untuk persiapan masuk PTN. Mulai menyukai menulis sejak satu tahun terakhir, khususnya Puisi dan Refleksi kehidupan sebagai percikan hikmah. Menulis bisa kapan saja, biasanya saat muncul gagasan dan keinginan untuk menuangkannya dalam bentuk tulisan. Menulis merupakan bagian dari  mengasah jiwa dan menggali hikmah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *