Oleh Hadi Suroso
Semua tampak begitu nyata, masih menetap di kelopakku. Mengikuti kemanapun mata ini menatap. Tak kunjung juga pergi meski tak kurang kerasnya upayaku untuk menghapus semua jejak-jejakmu dari hati dan pikiranku.
Melupakanmu merupakan fase lain yang mesti aku lakukan setelah perpisahan kita. Namun apa nyatanya ? Aku tak sanggup menuntaskan. Bukannya lupa, bayangmu malah semakin nyata menggila. Aku jatuh terjebak di asa semu dari yang tak mungkin kembali menyatu.
Terlebih senyuman itu. Senyum manis milikmu yang tersungging di setiap pertemuan kita. Mengikuti dan terus membayang di pelupukku. Aku dihujani oleh bayang-bayang keindahanmu tanpa jeda, yang hingga kini membuatku bersimpuh tak berdaya.
Pesonamu begitu melekat di mataku walau aku telah kehilanganmu
Rasanya masih jauh perjalananku untuk kembali menjadi biasa lagi. Kembali ke asing sebelum kita menjadi saling. Saat sebelum kisah denganmu dimulai. Sebelum getar-getar itu mulai tumbuh di masing-masing dada kita. Lega tak ada sedikitpun beban atau apapun yang memberi sesak.
Kepada semesta jika aku boleh meminta, jangan ijinkan ia menemuiku, atau jangan biarkan ada kebetulan manapun yang mempertemukan. Bukannya aku menyimpan marah, kecewa, atau sakit hati, namun aku masih sibuk merapikan hatiku yang patah berantakan. Menyusun untuk kembali seperti sebelumnya adalah perjuangan terberatku yang hingga kini belum aku menangkan. Jangan sampai pertemuan justru hanya menambah susahku untuk melepaskan. Aku benar-benar belum siap.
Dan di penghujung musim ini, meski tidak merubah apapun, aku memilih untuk tetap mendo’akanmu, mengharap akan bahagiamu, dimanapun dan dengan siapapun itu. Mungkin dengan begitu aku juga bisa turut bahagia, meski sedihnya kehilanganmu belum bisa aku pulihkan.
Bogor, 24122023
Hd’s
Hadi Suroso. Biasa dipanggil Mr/Mas Bob. Aktivitas keseharian, mengajar Math Cambridge di sekolah Bosowa Bina Insani Bogor, guru Bimbel dan juga guru privat SD sampai SMA untuk persiapan masuk PTN. Mulai menyukai menulis sejak satu tahun terakhir, khususnya Puisi dan Refleksi kehidupan sebagai percikan hikmah. Menulis bisa kapan saja, biasanya saat muncul gagasan dan keinginan untuk menuangkannya dalam bentuk tulisan. Menulis merupakan bagian dari mengasah jiwa dan menggali hikmah.