News  

Jangan Salah! Toxic Parenting Bukan Hanya Soal Menekan Anak

Toxic Parenting
Gambar: Pixabay

Milenianews.com, Jakarta – Berbicara tentang toxic, milenial lebih berpikir dalam sebuah hubungan sering terjadi hal seperti itu. Sebenarnya, toxic juga berlaku pada istilah toxic lainnya. Mungkin sobat pernah mendengarnya, seperti, toxic people dan toxic positivity.

Dalam Bahasa Indonesia, toxic artinya racun. Makna toxic parenting adalah pengasuhan beracun, sementara, pelakunya adalah toxic parents.

Baca juga : JVSAN, Ceritakan Hubungan Toxic Lewat Single “Ahead 未来”

Melalui webinar bertemakan “Dealing With Toxic Parenting” dari Mataharikita.co, pada Minggu (5/2). Psikolog Klinis Devina Puspa Wulandari sharing tentang kasus toxic parenting yang pernah ia jumpai.

Salah satunya ada kliennya yang masih remaja, tetapi, mengidap kondisi psikosis. Padahal pengidap gangguan ini, biasanya, mereka yang telah berusia dewasa ke atas.

“Di usia remaja dia datang dengan kondisi psikosis, ya. Psikosis itu artinya gangguan mental yang sudah meliputi halunasi, ilusi,” tutur Devina

Setelah melalui pemeriksaan psikologis, ternyata anak tersebut memiliki kepribadian yang rapuh dan tidak survive. Hal tersebut bisa terjadi karena pola asuh permisif dari orang tuanya.

Bagaimana pola asuh anak yang ideal, agar tidak termasuk toxic parenting?

Menurut Devina, inti dari perilaku toxic parenting ada dua, pertama, menimbulkan kebiasaan yang berdampak negatif untuk kehidupan anak, hal kedua adalah dilakukan secara berulang-ulang.

Dalam pola asuh permisif, orang tua cenderung memanjakan anaknya, selalu menuruti keinginannya. Bahkan, tidak pernah menyalahkan anak, meskipun, si anak salah.

Justru perlakuan yang seperti itu bisa membuat anak teracuni, output-nya kurang tepat. Sehingga perkembangan anak menjadi tidak optimal.

Pengasuhan yang satu ini kurang mengedukasi anak, dan menjadikannya tidak mempunyai kontrol diri. Kedepannya, pola pengasuhan itu bisa menyebabkan anak tidak tangguh dan tidak mampu menghadapi masalah dari luar. Sampai akhirnya bisa memunculkan gejala psikis.

“Perlu ditekankan yang toxic bukan hanya yang serba penuntut, agresif, verbal maupun fisik, ya. Melainkan orang tua yang terlalu memanjakan anaknya secara berlebihan itu juga racun,” lanjut psikolog klinis yang juga dosen di STIKES Telogorejo Semarang ini.

Baca juga : Haru, Seorang Ayah di Lamongan Tambal Jalan Berlubang Demi Keselamatan Anaknya

Selain itu, Devina mengatakan bahwa pola asuh ideal adalah pola asuh demokratis, dimana orang tua memberikan kebebasan kepada anak dan juga memberikannya tanggung jawab. Jadi, orang tua cenderung bersikap tegas, dan tidak melibatkan kekerasan.

Jangan sampai ketinggalan info terkini bagi generasi milenial, segera subscribe channel telegram milenianews di t.me/milenianewscom.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *