Milenianews.com, Jakarta – Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan instruksi kepada jajaran menteri dan kepala daerah, terkait buruknya kualitas udara di Jabodetabek. Ia mendorong kantor-kantor untuk menerapkan WFH sebanyak mungkin.
“Jika diperlukan kita harus berani mendorong banyak kantor melaksanakan hybrid working. Work from home office, work from home (WFH),” tutur Jokowi saat memimpin rapat terbatasan mengutip dari Liputan6, Senin (14/8).
Baca juga : Pencemaran Udara Kian Buruk! Apa yang Bisa Kita Perbuat?
Disampaikannya, bahwa kualitas udara di Jabodetabek memburuk selama satu pekan terakhir. Bahkan, kualitas udara di Jakarta sempat mendapat predikat terburuk di dunia.
“Tanggal 12 Agustus 2023 kemarin, kualitas udara di DKI Jakarta di angka 156 dengan keterangan tidak sehat,” imbuhnya.
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan polusi udara di Jabodetabek memburuk. Salah satunya, kemarau panjang selama 3 bulan terakhir yang meningkatkan konsentrarsi polutan tinggi serta pembuangan emisi dari transportasi.
“Dan juga aktivitas di Jabodetabek, terutama yang menggunakan batu bara di sektor industri manufaktur,” ucapnya.
Oleh karena itu, ia menekankan intervensi untuk memperbaiki polusi udara di Jabodetabek. Selain mendorong WFH, Jokowi meminta agar dilakukan rekayasa cuaca untuk memancing hujan di kawasan Jabodetabek guna intervensi jangka pendek.
“Menerapkan regulasi untuk percepatan penerapan batas emisi, khususnya Jabodetabek. Kemudian memperbanyak ruang terbuka hijau dan tentu saja ini memerlukan anggaran,” pungkasnya.
Sebelumnya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menilai, sumber pencemaran kualitas udara di Jabodetabek masih didominasi oleh sektor transportasi atau penggunaan transportasi.
Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) Sigit Reliantoro mengatakan, rendahnya kualitas udara Jakarta belakangan ini disebabkan oleh beberapa faktor, dimana transportasi menjadi penyumbang terbesar emisi.
Baca juga : Waspada!! Tangsel Jadi Kota Paling Berpolusi
Sektor transportasi menyumbang 44 persen, industri 31 persen, industri energi manufaktur 10 persen, perumahan 14 persen dan komersial 1 persen.
“Peluang terbesar untuk memperbaiki kualitas (udara) adalah dengan memperbaiki sektor transportasi. Baru kemudian alat pengendali pencemaran dari industri,” pungkas Sigit.
Jangan sampai ketinggalan info terkini bagi generasi milenial, segera subscribe channel telegram milenianews di t.me/milenianewscom.