Milenianews.com, Mata Akademisi– Dalam bahasa arab disebut “السلم “as-salam. Secara Bahasa berarti “menyerahkan” , istilah lainnya adalah “salaf.” Salam secara teknis berarti : Akad pertukaran harta di mana satu objek diserahkan tunai yaitu modal/harga, dan objek lainnya ditangguhkan untuk jangka waktu tertentu.
Salam hukumnya mubah berdasarkan dalil dari Al-Quran, As-Sunnah, dan juga ijma’. Dalil Al-Quran : QS. Al-Baqarah 282, yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman apabila kalian saling berutang piutang untuk jangka waktu tertentu,hendaklah kalian menulisnya.”
Ketika Rasulullah SAW datang ke Madinah, sudah menjadi tradisi penduduknya melakukan salam pada kurma untuk waktu dua atau tiga tahun. Rasulpun kemudian mengatakan, siapa saja yang ingin melakukan salam hendaklah mengetahui dengan jelas takrannya dan juga jangka waktunya. Ibnu Munzir menyebutkan bahwa para ulama sepakat bahwa salam hukumya mubah.
Apakah Salam Selaras dengan Prinsip Umum Jual Beli?
Prinsip pertama : Ajaran Islam melarang jual beli yang tidak ada objeknya.
Salam adalah istilah dalam hukum ekonomi Islam yang merujuk pada jenis transaksi jual beli di mana barang yang diperjualbelikan belum ada secara fisik pada saat perjanjian dilakukan. Dalam salam, penjual setuju untuk menyediakan barang tertentu pada waktu yang telah disepakati di masa depan, dan pembeli setuju untuk membayar harga sekarang meskipun barang tersebut belum ada.
Salah satu contoh penerapan salam adalah dalam perdagangan pertanian. Misalnya, seorang petani bisa menjual hasil panennya melalui salam sebelum panen tersebut benar-benar siap. Pembeli setuju untuk membayar sejumlah uang sekarang, dan dalam waktu yang telah disepakati, petani akan memberikan hasil panen kepada pembeli.
Namun, salam juga memiliki aturan dan batasan dalam Islam. Transaksi salam harus memenuhi kriteria tertentu untuk dianggap sah, seperti menjaga keadilan dalam penetapan harga dan menghindari penipuan. Tujuannya adalah untuk mencegah praktik-praktik yang merugikan salah satu pihak dalam transaksi ini.
Jadi, salam adalah bentuk transaksi jual beli di mana barang yang diperjualbelikan belum ada secara fisik pada saat perjanjian dilakukan. Meskipun tidak memiliki objek fisik saat perjanjian, tetapi transaksi ini sah dalam hukum ekonomi Islam jika memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan.
Rukun salam
➢ Shighat
➢ Para pihak : Muslim (Pembeli/Pemesan) dan Muslam ilaih (penjual)
➢ Mahal as-salam (Objek transaksi)السلم محل: muslam fih (objek yang dipesan/ditangguhkan), ra’sul mal (modal/harga yang dibayarkan)
Istishna
Istishna’ berasal dari bahasa arab استصناع. Akar katanya adalah صنع artinya ‘membuat’, sedang استصناع berarti ‘minta dibuatkan’
Istishna’ secara teknis berarti suatu akad di mana penyerahan objeknya ditangguhkan dan terdapat proses pembuatan dari pihak penjual.
Hukum istishna
- Istishna’ merupakan akad yang disyariatkan dan hukumnya mubah.
- Dalilnya adalah istishna’ yang pernah dilakukan Nabi Saw dalam membuat cincinnya.
- Akad ini juga sudah dilakukan sejak zaman Rasulullah Saw tanpa ada seorangpun yang mempermasalahkan hukumnya.
- Istishna’ merupakan akad yang disyariatkan dan hukumnya mubah.
- Dalilnya adalah istishna’ yang pernah dilakukan Nabi Saw dalam membuat cincinnya.
- Akad ini juga sudah dilakukan sejak zaman Rasulullah Saw tanpa ada seorangpun yang mempermasalahkan hukumnya.
- Ulama mazhab Syafi’i dan Maliki memasukkan istishna’ sebagai bagian dari salam.
Rukun istishna
➢Shighat
➢ Para pihak : Mustashni’ (Pembeli/Pemesan) عِصن ْ dan مسَت Shani’ (Penjual/Pembuat) عِصان
➢ Mahal Istishna’ (Objek transaksi) : mustashna’ (objek yang dibuat), ra’sul mal (modal/harga yang dibayarkan).
Syarat & Ketentuan Istishna’ dan Perbandingannya dengan Salam
Sebagian besar syarat dan ketentuan salam juga berlaku untuk istishna’ dengan beberapa pengecualian, antara lain :
– Pembayaran di awal dapat dilakukan sebagian saja.
– Berlaku khiyar ru’yah.
Perbandingan Istishna’ dan Salam
Akad istishna’ memiliki banyak kemiripan dengan salam, tetapi juga memiliki beberapa perbedaan, antara lain :
– Pembayaran di awal dapat dilakukan sebagian saja.
– Akad salam mengikat, sedangkan istishna’ tidak – Akad salam tidak ada khiyar, pada istishna’ ada khiyar.
– Objek salam adalah utang, sedangkan pada istishna’ barang
– Objek salam harus ditangguhkan, sedangkan istishna’tidak harus
Penulis: Muhammad Lutfi Fuadi, Mahasiswa STEI SEBI