Merancang Profil Pelajar Pancasila Berdasarkan Alquran

Anita Handayani (fOTO: iSTIMEWA)

Milenianews.com, Mata Akademisi- Untuk menyambut era industri 4.0 ini bangsa Indonesia harus cerdas di dalam mengambil sisi positifnya dan membuang sisi negatifnya. Generasi muda bangsa indonesia juga harus bisa mengisi era 4.0 ini dengan maksimal dan tidak gampang terpengaruh oleh arus dari luar yang memengaruhi berbagai aspek kehidupan. Salah satu cara yang dapat diterapkan oleh generasi muda bangsa Indonesia adalah dengan tetap berpegang teguh pada Dasar Negara kita yaitu Pancasila dan juga nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Nilai-nilai Pancasila ini sebenarnya sudah diajarkan sejak usia dini akan tetapi belum tentu bisa diserap dan implementasikan dengan baik.

Profil Pelajar Pancasila merupakan sejumlah karakter dan kompetensi yang diharapkan untuk diraih oleh peserta didik, yang didasarkan pada nilai-nilai luhur Pancasila. Pelajar Indonesia, harus memahami nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila. Profil Pelajar Pancasila juga mencakup mengenai kemampuan pelajar untuk memiliki paradigma berpikir yang terbuka terhadap perbedaan dan kemajemukan yang ada pada masyarakat di Indonesia.  Pelajar Pancasila harus memiliki kepedulian pada lingkungannya dan menjadikan kemajemukan yang ada sebagai kekuatan untuk hidup bergotong royong, untuk mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang penuh dengan suasana kekeluargaan dan toleransi yang tinggi.

Didik Sodikin (Foto: Istimewa)

Dalam hal pencapaian Profil Pelajar Pancasila terdapat enam dimensi yang setiap susunannya memiliki beberapa elemen pendukung d  idalamnya. Enam dimensi tersebut akan mewakili nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila, yaitu beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Mahaesa, berkebinekaan global, mandiri, bergotong royong, bernalar kritis dan kreatif. Keenam dimensi tersebut saling terkait satu sama lain.

Dalam menerapkan Profil Pelajar Pancasila haruslah diawali dengan penyusunan rancangan yang baik dan mudah difahami oleh setiap pelaksana dan elemen yang ada dalam dunia pendidikan, menurut Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.  Profil pelajar Pancasila  akan menjadi karakteristik yang dapat terwujud melalui penumbuhkembangan nilai-nilai Pancasila yang berakar dalam masyarakat Indonesia ke depan. Masyarakat Indonesia akan menjadi masyarakat yang terbuka yang berkewarganegaraan global, dapat menerima manfaat keragaman sumber pengalaman, serta nilai-nilai dari beragam budaya yang ada di dunia, namun sekaligus tidak kehilangan ciri dan identitas kekhasannya.

Profil Pelajar Pancasila

Profil Pelajar Pancasila merupakan salah satu mandat dari Presiden Republik Indonesia yang tertuang didalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 20 tahun 2018 tentang penetapan Profil Pelajar Pancasila. Dalam arahan dan visinya, beliau mengatakan bahwa “sistem pendidikan Nasional harus mengedepankan nilai-nilai ketuhanan, yang berkarakter kuat dan berakhlak mulia,serta unggul dalam inovasi dan teknologi”. Hal-hal yang melatarbelakangi dibentuknya Profil Pelajar Pancasila yaitu pendidik karakter yang mulai terkikis oleh waktu dan semakin dilupakan.

Pendidikan karakter akan menekankan pada pendidikan psikis dan rohani, penerapan terhadap akhlak pribadi akan menghilangkan bibit korupsi di masa sekarang maupun di masa yang akan datang. Tetapi hal ini harus didasari terhadap kemampuan peserta didik untuk memahami dan mengerti bentuk nyata dari akhlak pribadi, akhlak kepada manusia dapat dikatakan sebagai perbuatan kita sebagai sesama manusia dan sikap kita terhadap sesama manusia. Setelah menerapkan akhlak kepada sesama manusia,  penting halnya juga menerapkan akhlak kepada alam. Alam merupakan bagian hidup kita dalam hal sandang, pangan dan papan, jadi kita harus bisa hidup berdampingan tanpa harus merugikan satu sama lain.

Menurut Hamka, aspek religius dalam proses belajar ini akan semakin memperkuat pembentukan karakter peserta didik. Karena,  pendidikan karakter bukan semata hanya fisik semata tetapi juga psikis dan hati. Perintah berakhlak mulia dalam Alquran   beberapa kali diulang dan dibicarakan. Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa akhlak sangat penting dan diperintahkan oleh Allah kepada manusia.

Agama Islam telah memiliki figur akhlak yang sangat sempurna. Beliau adalah Nabi Muhammad SAW. Allah berfirman di dalam Alquran :

Artinya: : “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. (QS. Al-Ahzab 33:21).

Semboyan Garuda Pancasila Bhineka Tunggal Ika yang memiliki arti berbeda-beda tapi tetap satu juga, ternyata  sudah dijelaskan dalam Alquran pada surat Al Hujurat ayat 13.

Ayat 13 Surat Al Hujurat tersebut menerangkan adanya kesamaan prinsip dan tuntunan bagi banyak masyarakat yang hidup secara berdampingan dengan sesamanya. Banyaknya suku ada dan budaya di Indonesia berdasarkan kebhinekaan harus menjadi satu kesatuan yakni Indonesia, bahkan jauh sebelum semboyan tersebut diproklamirkan dan digunakan oleh bangsa Indonesia. Ayat Alquran surat Al-Hujurat telah lebih dulu menjelaskan terkait keberagaman tanpa membedakan satu sama lainnya. Dalam tafsir surat Al-hujurat sendiri, mengajarkan kepada seluruh umat muslim manusia khususnya untuk tidak membedakan siapapun baik golongan maupun ras yang dimilikinya.

Gotong Royong merupakan kemampuan untuk melakukan kegiatan secara bersama-sama dalam team dan berkolaborasi untuk menjadikan segala pekerjaan menjadi mudah, cepat dan ringan. Gotong-royong memiliki ciri kerakyatan, sama dengan penggunaan demokrasi, persatuan, keterbukaan, kebersamaan dan atau kerakyatan itu sendiri, sehingga gotong royong ini sangat cocok untuk masyarakat Indonesia.

Budaya gotong royong adalah realitas sejarah sejak Islam belum datang. Dalam Siroh Nabawiyah Nabi Muhammad mencontohkan langsung terutama saat merenovasi Ka’bah, membangun masjid, dan menggali parit untuk benteng pertahanan dalam perang Khandaq. Bahkan gotong royong diperintahkan oleh ajaran Islam sebagaimana termaktub dalam Q.S. Al-Maidah 2.

Artinya:  “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu melanggar syiar-syiar kesucian Allah, dan jangan (melanggar kehormatan) bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) hadyu (hewan-hewan kurban) dan qala’id (hewan-hewan kurban yang diberi tanda), dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitulharam; mereka mencari karunia dan keridaan Tuhannya. Tetapi apabila kamu telah menyelesaikan ihram, maka bolehlah kamu berburu. Jangan sampai kebencian(mu) kepada suatu kaum karena mereka menghalang-halangimu dari Masjidil haram, mendorongmu berbuat melampaui batas (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksaan-Nya.”

Islam sebagai jalan hidup memberikan arahan paling sempurna dalam menata dan mengelola kehidupan dengan sangat tepat, termasuk pula dalam mengelola praktek kehidupan masyarakat dalam bidang pelayanan publik, konsepsi profetik mendorong dalam pelayanan harus mampu menghadirkan kreatitas dan inovasi, tentang pentingnya kreatifitas dan inovasi ini ditegaskan dalam beberapa teks sumber wahyu.

Bernalar Kritis merupakan  kemampuan memecahkan masalah dan mengolah informasi. Wujud nyata bernalar kritis adalah peserta didik yang mengolah informasi terlebih dahulu sebelum dapat diterima oleh pemikirannya. Seorang anak yang bernalar kritis akan menganalisis suatu informasi sebelum mengambil sebuah keputusan apakah informasi tersebut dapat diterima apa tidak, kemampuan memecahkan masalah bagi anak yang berpikir kritis dilakukan secara analisis.

Sesungguhnya berpikir kritis telah dicontohkan oleh al-Ghazali, kita tahu bahwa al-Ghazali sebelum “menekuni” tasawuf dan loyalis tasawuf, ia selalu gelisah ketika segala sesuatu yang ia pelajari tidak menemukan apa yang dia cari selama ini.  Perasaan gelisah ini kemudian ia lukiskan dalam al-Munqidz min al-Dhalal., Di dalam kitab ini, ia berkeluh kesah tentang pencarian jawaban dari se-abreg pertanyaan dalam benaknya. Bahkan, beliau tidak mudah percaya dan taqlid buta kepada suatu pendapat yang dianut oleh mayoritas orang sebelum ia betul-betul meneliti keabsahan dan kevalidan pendapat tersebut.

Kemandirian merupakan kesadaran diri sendiri terhadap tanggung jawab atas proses dan hasil belajarnya, peserta didik yang menerapkan kemandirian yaitu selalu sadar terhadap dirinya sendiri, sadar akan kebutuhan dan kekurangannya dan sadar terhadap situasi atau keadaan yang dihadapi, peserta didik juga memiliki kemampuan regulasi diri yang terwujud dalam kemampuan membatasi diri terhadap hal yang disukainya. Dalam hal ini peserta didik mengetahui kapan hal yang disukainya dapat dilakukan dan tidak dapat dilakukan dan yang terakhir peserta didik yang mandiri akan termotivasi untuk mencapai prestasi, berdasarkan kemandirian dalam belajar diartikan sebagai aktivitas belajar yang berlangsung karena lebih didorong oleh kemauan sendiri, pilihan sendiri, dan tanggung jawab sendiri dari pembelajaran.

Semangat kemandirian telah diajarkan oleh panutan kita yang paling utama, Nabi Muhammad Saw. Dalam sabda-sabdanya, Nabi Muhammad mengunggulkan Muslim yang giat bekerja, tidak pantang menyerah, dan terus optimis pada usahanya. Nabi Muhammad mengajarkan umatnya agar tak terjerumus pada sikap bergantung pada orang lain. Sikap mandiri yang diajarkan oleh Rasulullah tentu patut kita teladani.

Profil pelajar Pancasila dalam perspektif pendidikan Islam mengidealkan manusia Indonesia yang memiliki komitmen terhadap agama, bangsa, dan negaranya, pelajar Indonesia generasi penerus bangsa di masa depan menjadi manusia yang sempurna (insan kamil) sesuai dengan tujuan pendidikan yang ideal. Sehingga,  dalam kaitan ini penguatan karakter religius bagi generasi bangsa dapat diimplikasikan pada penguatan nilai spiritual bagi kehidupan peserta didik, melalui penguatan karakter religius akan lahir generasi yang lahir dan batin mencintai agama, bangsa, dan negaranya.

Penulis Anita Handayani dan Didik Sodikin, Mahasiswa Magister Program Studi Manajemen Pendidikan Islam di Kampus Institut PTIQ Jakarta.

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *