Milenianews.com – Sesaat sebelum waktu magrib tiba, rumah salah satu sahabat Rasulullah Muhammad saw. Tsabit Al Anshari kedatangan tamu.
Seorang musafir mampir, tanpa sedikit pun bekal yang bisa dimakan guna berbuka puasa. Tsabit bingung. Di satu sisi, ia ingat pesan-pesan Nabi tentang kesunahan memuliakan tamu, namun di sisi lain, kondisi ekonomi yang terbatas tengah melanda rumah tangganya.
Selepas mempersilakan masuk orang yang bertandang ke rumahnya itu, Tsabit berbisik kepada sang istri, “Apakah ada makanan untuk petang ini?”
Sang istri pun turut gundah. Ia menjawab, “Demi Allah, wahai suamiku. Tidak ada lagi makanan yang kusimpan, terkecuali sedikit.”
Tsabit terdiam sejenak, memutar otak. Akhirnya ia sampaikan sebuah siasat kepada istrinya agar mematikan lampu saat waktu berbuka tiba.
“Aku membawa seorang tamu. Jika kami mulai makan, padamkanlah lampu dan berpura-puralah memperbaikinya. Selama perut tamu kita belum kenyang, jangan makan sedikit pun dari makanan itu,” bisik Tsabit, dibalas anggukan istrinya.
Waktu yang dinanti datang. Sang tamu dipersilakan menyantap hidangan yang serba pas-pasan itu. Namun, Tsabit dan istrinya cuma berkecap-kecap seolah turut bersantap, padahal ujung tangan keduanya sama sekali tak menyentuh makanan.
Baca Juga : Tips Sehat Raga & Pikiran Jalani Puasa Ramadhan di tengah Pandemi
Keesokan harinya, sang musafir pamit untuk melanjutkan perjalanan. Tsabit pun kembali menghadiri majelis untuk mendapatkan berkah dan pencerahan dari Nabi. Ketika keduanya berjumpa, tiba-tiba Rasulullah tersenyum dan bersabda:
“Wahai Tsabit, Allah SWT. menghargai pelayananmu terhadap tamumu semalam.”
Tsabit tersentak. Rasa gembira, malu, sekaligus haru, bercampur di dadanya.
Sumber: Disarikan dari kisah dalam Ad Dur al Mantsur fi at Tafsir al Ma’tsur (Jilid 1),karangan Imam Jalaluddin Abdurrahman asy Syuyuti.(afr)