Mutiara Hati

Mutiara Hati

Oleh: TeHera

Mama, sosok wanita yang lembut dan penyayang. Senyuman indah selalu terukir di wajahnya. Mama yang rajin dan sabar menemani ayah dan mendidik anak-anak dengan penuh kasih sayang.

Ayah, seorang lelaki hebat yang menjadi panutan kami. Sejak sebutan “Ayah” disandangnya, begitu kuat tertancap di hati kami betapa sabar, tanggung jawab, disiplin, serta kasih sayang tak bertepi yang kami rasakan di sepanjang hari-hari kami sampai Ayah kembali ke pangkuan Illahi.

Setiap pagi ayah dan mama memulai hari dengan segala hiruk-pikuknya rumah. Kami berenam bergantian ke kamar mandi, saling mengetuk pintu jika ada yang berlama-lama di dalam. Kami belajar saling berempati  sebagaimana ayah dan mama saling peduli.

Ayah membantu pekerjaan rumah, hampir semua kegiatan bersih-bersih ayah lakukan dengan ikhlas. Mencuci pakaian lalu menjemurnya serta menyetrikanya. Begitu rapi hasilnya. Anak-anak selalu sigap membantu mengambil pakaian yang sudah kering dari jemuran. Bernyanyi riang dan saling bercanda sehingga pekerjaan menjadi ringan, terutama adik bungsu dan si kakak.

Mama mengasuh dan mendidik kami sejak lahir, Air Susu Ibu selalu siap mama berikan sampai usia kami dua tahun. Cukup sulit kata mama untuk menyapih kami, dengan berbagai upaya akhirnya berhasil juga.

Ketika kami mulai bersekolah,  sejak dari semalam mama menemani kami mengecek perlengkapan sekolah sehingga tidak ada lagi yang ketinggalan. Kami bersekolah sejak usia dua bulan, namanya Baby House Al Falah. Pagi sekali mama menyediakan sarapan untuk kami, kadang memasak atau ayah yang membelikan sarapan. Ayah sangat penyayang. Lalu bersiap untuk pergi ke sekolah. Mama dan ayah selalu cerita kepada kami, selagi kami bayi ayah dan mama bergantian mengasuh kami. Baik di rumah maupun saat kerja hari Sabtu di sekolah. Kami berangkat bersama dan pulang bersama. Ketika kami mulai dapat ditinggal di rumah, usia SD seingat kami maka mulailah kami belajar mandiri. Namun begitu, ayah dan mama selalu memantau kami. Keamanan dan rutinitas makan kami.

Jika hari libur tiba, kami diajak ayah untuk bersih-bersih rumah dan pakaian kami. Mencuci sepatu dan tas sendiri, mencuci sepeda sendiri, bahkan kerja bakti membersihkan taman mungil di depan rumah.

Kami berangkat ke sekolah bersama-sama. Ayah dan mama  dan selalu memperhatikan waktu. Tak dapat kami bersantai, apalagi lalai. Pakaian rapi, tas berisi keperluan kami, disertai doa dan saling peduli. Ayah dan mama selalu berdoa untuk kami, memeluk, mencium dahi kami,  dan meniup ubun-ubun kami. Tentu, kami yakin doa-doa terbaik yang selalu terucap indah dari mama dan ayah.

Hari demi hari kami jalani, melangkah dengan pasti seperti ayah ajarkan kepada kami. Ayah tak pernah berhenti berusaha melayani para orang tua, teman sejawat, guru dan para karyawan, dan siapapun yang datang berkunjung ke sekolah kami selalu ayah layani dengan senang hati. Bahkan jika ada murid dan guru yang perlu bantuan, tak segan ayah menolong.

Mama, adalah guru TK yang selalu menebar kasih sayang untuk anak-anak di sekolah demikian juga kami yang menjadi murid mama di sekolah. Mama suka menyanyi, ceria, rajin, bertanggung jawab,  dan sangat perhatian.

Dengan tulus ayah dan mama bekerja sejak pagi hingga sore hari. Bahkan ayah dan mama melanjutkan pekerjaan rutin di rumah hingga tiba waktu malam untuk  beristirahat. Shalat berjamaah dan mengaji seringkali dipimpin oleh ayah. Kemudian makan malam adalah kesempatan yang tak boleh kami tinggalkan untuk dapat saling bercerita dan bercengkerama. Jika pun ada masalah, kami selesaikan dengan seksama. Ayah sangat berwibawa. Mama sering katakan bahwa ketika pulang berdua berkendara, seringkali ayah dan mama saling bercerita  untuk menghilangkan kepenatan. Masalah pekerjaan tidak untuk dibawa pulang. Setiba di rumah waktu dan perhatian adalah untuk anak-anak tersayang.

Semasa pandemi sungguh berbeda kehidupan yang harus kami lalui, belajar di rumah menjadi situasi yang harus kami adaptasi. Ayah lebih sering bekerja di sekolah sedangkan mama  bekerja di rumah. Kami pun belajar di rumah. Setiap pagi ketika ayah hendak bekerja kami mencium tangannya, Mama pun demikian. Ayah mendoakan kami, memeluk kami, dan melambaikan tangan untuk kami. Ayah seorang laki-laki yang sangat serius. Namun demikian, senyum indah tampak di kerling matanya, tampak jelas walau wajah ayah berbalut masker berlapis tiga. Hal ini tak pernah lekang hingga ayah tiada. Ayah wafat ketika Covid Delta memuncak.

Ayah dan mama selalu mengingatkan kami untuk bersungguh-sungguh dalam belajar, juga ketika sudah bekerja dan berkeluarga. Disiplin, tanggung jawab, rajin, jujur, berpikir positif, kasih sayang, sabar dan ikhlas serta selalu bersyukur atas nikmat yang Allah berikan kepada kita. Doa agar menjadi manusia yang berguna, bagi agama, nusa dan bangsa. Terima kasih ayah dan mama, semoga Allah meridhoi. Terima kasih, sudah menjadi teladan bagi kami.***

 

Tjutju Herawati. Panggilan akrabnya Ibu Hera. Aktivitas keseharian berkiprah di dunia pendidikan anak usia dini dan parenting terutama yang berkaitan dengan tahapan perkembangan anak. Menjadi guru TK sejak tahun 1991 dan menekuni model pembelajaran BCCT sejak tahun 1996 hingga saat ini. Pelatihan langsung didapatkan dari Dr. Pamela C. Phelps di Creative Preschool Tallahasse-Florida.

Mulai menulis sejak pertengahan tahun 2021 berupa : cerita anak, cerita pendek, dan puisi yang bertajuk kisah kehidupan dan pengalaman selama mengajar.  Jejak pena mengukir indah sejarah kehidupan, menebar hikmah dan manfaat bagi sesama.  Semoga dapat menginspirasi dan penuh keberkahan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *