Harmoni Cinta

harmoni cinta

Pucuk dicinta ulam tiba, demikian kata pepatah. Tak dapat dibantahkan perjalanan kehidupan seorang manusia yang diciptakan untuk memiliki rasa cinta. Rasa kasih dan sayang yang berkembang ketika tiba di masa remaja. Kisah demi kisah, permainan ketika kecil dan pengalaman berteman saat menginjak usia remaja. Menyenangi teman dan sahabat, meluasnya pergaulan tak dapat terelakkan.

Kisah seorang remaja puteri, sebut saja Ati. Ia berjalan setiap hari menuju ke sekolah yang berjarak kurang lebih satu kilometer dari rumahnya. Jalan pagi bersama teman yang tak jauh dari rumahnya adalah sebuah rutinitas tiga tahun bersekolah, pulang dan pergi menyehatkan kaki dan tak pernah surut untuk belajar walau kadang lelah tertatih ketika tiba di rumahnya.

Membantu orang tua Ati lakukan dengan senang hati dan ia dikenal sebagai anak yang periang dan baik hati. Teman sepermainannya sangat suka jika Ati ajak main ke sawah ataupun kebun milik ayahnya. Kadang ia pun bersama teman bermain di rel kereta api lalu meniti untuk berlatih keseimbangan bahkan kadang berjalan lebih cepat untuk melatih kekuatan, berlomba dengan teman di sampingnya. Teriakan dan canda tawa selalu menghiasi hari-harinya. Ati pun sangat suka memetik bunga Dandelion bertangkai panjang yang tumbuh liar di sekitar rel kereta untuk dibuat bando atau gelang kesukaannya. Lalu ia berbagi dengan teman, saling bertukar hasil karya yang indah itu.

Permainan dengan batu-batu kecil yang dipungutnya, ia lempar dan tangkap dalam permainan “Caplukan” yang ternyata sangat berguna untuk melatih jari jemarinya sehingga siap untuk menulis dan siap untuk berhitung berapa batu yang dapat ia ambil dan tangkap dengan kecepatannya. Semakin banyak berlatih, semakin cepat dan semakin fokus ia bermain.

Seringkali Ati dan teman-temannya bermain di sawah memetik genjer, mencari bibit tanaman cabe dan tomatdi sekitar kebun, menangkap belalang di malam hari dengan obor beramai-ramai, bermain jual-beli dengan aneka tanaman dan daun pisang atau daun jambu air  sebagai bungkusnya. Bermain masak-masakan dengan tanah dan tungku batu bata, bemain boneka-bonekaan, salon-salonan dengan batang daun singkong untuk membuat rambut ikal, main rumah-rumahan dengan batang-batang pohon dan daun pisang atau dengan jemuran handuk ditutup kain, main sekolah-sekolahan dan seringkali Ati menjadi guru bagi teman-temannya.

Ketika hari hujan, Ati sangat suka bermain hujan-hujan bersama kakak-kakak dan adiknya. Bermain air hujan di belakang rumah dan mengguyur tubuhnya di bawah talang air yang airnya mengalir deras. Bebatuan di belakang rumah memberi nuansa tersendiri ketika bermain, kadang licin kadang tajam, melatih ia untuk kontrol diri dan tetap aman. Saat itu udara masih bersahabat, segarnya kota kecil membuat hidup nyaman dan bahagia. Ketika hujan reda dan permainan air sudah usai, segera mereka mandi dan minum air hangat. Sang Ibu sangat perhatian dan sayang, sudah disiapkannya rebus singkong dan pisang hangat di meja makan.

Masa-masa sekolah di SMP menjadi bagian penting dalam hidupnya. Berteman dengan banyak karakter teman, prestasi yang terus diraih dengan upaya keras ketika belajar. Melanjutkan kisah prestasi di SD yang selalu membanggakan kedua oang tua, saat masuk SMP pun diraihnya The Best Five di sekolah favorit yaitu SMPN 1. Kelas paralel yang ada di sekolahnya, kelas A sampai G dari kelas satu hingga kelas tiga. Ia lalui bersama teman-teman dan sahabatnya tidak sia-sia. Kelompok “Disko” terkenal waktu itu, akronim dari “Diskusi Kelompok” yang menjadi ajang favorit antar kelas untuk saling berdiskusi dan belajar bersama, ada perwakilan setiap kelas dalam menyelesaikan soal-soal latihan bersama terutama ketika menghadapi EBTANAS saat itu sekitar tahun 87-an. Sharing ilmu dan pengalaman menjadi ciri khas di Disko ini.

Pengalaman demi pengalaman dalam kegiatan Pramuka, PMR, keterampilan mengetik, tata busana, paduan suara, dan kegiatan di mushalla sekolah adalah aktivitas yang sangat menyenangkan saat remaja. Menjelajah alam dan betukar pikiran menjadi sarana menambah wawasan tentang alam dan ilmu pengetahuan. Pentas seni dan budaya Sunda juga menjadi kegiatan yang kaya dengan beragam keterampilan yang didapat yakni belajar gamelan, angklung, lagu dan tarian Sunda. Ati pernah berperan sebagai pendamping Penganten Siswa yang akan lulus di kelas 3 SMP waktu itu. Busana Sunda melekat di tubuhnya yang semampai, indah dipandang duhai Mojang Priangan.

Waktu berlalu, masa SMP telah usai. Hasil EBTANAS yang memuaskan dengan nilai kedua tertinggi pada nilai matematika se-kabupaten dan hasil NEM kedua tertinggi pula di sekolahnya, Ati melanjutkan pendidikan ke SMA dengan suka cita. Awalnya ayah ingin Ati melanjutkan ke SPG, Sekolah Pendidikan Guru yang saat itu menjadi tujuan para orang tua karena akan mudah bekerja dan mendapat ilmu yang berguna, sebagai “Guru”. Ati malah jadi ingat, ayahnya sering memanggilnya Bu Guru ketika bermain atau bercengkerama di rumah.

Sungguh, bukan Ati menolak keinginan ayah namun Ati sampaikan bahwa ingin belajar lebih luas lagi. Jika lulus SMA akan banyak pilihan tempat kuliah nanti yang dapat Ati pilih. Ayah yang penyayang sangat mengerti Ati, demikian pula Ibu yang sangat mengasihi  akhirnya menyetujui pilihan ini. Selanjutnya Ati sekolah di SMA Negeri 1, sebuah sekolah ternama di tempat Ati tinggal. Alhamdulillah Allah berikan jalan.

Hari demi hari dilalui dengan berbagai kisah, perjalanan setiap hari yang harus melalui sebuah stasiun kereta dan sesekali Ati harus masuk gerbong dan melompat lalu berlari menuju ke sekolah yang letaknya tak jauh dari stasiun itu. Tugas-tugas rumah dan sekolah tetap harus dijalankan. Sebagai kakak tertua yang ada di rumah, Ati pun harus tetap mengayomi dan membantu menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan keputrian di sini.

Sesekali pekerjaan laki-laki pun ia coba lakukan dan berhasil. Sejak kecil ia suka membantu ayahnya berkebun, menanam singkong dan kacang tanah serta merta kadang Ati ikut memotong batang singkong dengan gergaji dan punya pengalaman terkena gergaji. Ayah memberi tahu cara mengobati, diobatinya dengan rumput yang dikunyah dan ditempelkan di atas lukanya tadi. Allah berikan kesembuhan dengan obat yang alami.

Ketika ayah pergi memancing di sungai atau di kolam, Ati ikut memancing dan mengkap ikan di sana. Senang sekali rasanya, mendapat ikan yang dapat dibawa pulang ke rumah, lalu dimasak dan dimakan bersama. Umpan pun dibuat sendiri oleh ayahnya, Ati suka kalau diminta belajar ngulek kacang tanah dan sedikit ubi di dapur miliknya, nanti menjadi umpan bagi ikan-ikan pancingannya.

Ati anak yang rajin, ia pun sangat gesit. Otot-ototnya ternyata kuat memanjat pohon cengkeh milik ayahnya. Sambil menyandang tas di bahunya, ia letakkan tas di depannya, naik tangga bambu dan siap memetik cengkeh yang harum mewangi itu. Suatu kejadian lucu tapi mendebarkan adalah ketika angin berhembus cukup kencang dan memutarkan tangga bambu yang ia panjat dan memutarkan posisi tubuhnya ke sisi lain pohon cengkeh itu. Ati teriak memanggil ayahnya dan anginpun reda. Ati mengelus dada. “Alhamdulillah, aku aman”, ucapnya lega.

Suatu ketika, Ati sedang memanjat pohon cengkeh itu datanglah seseorang ke rumahnya. Ayahnya memberi tahu bahwa ada teman yang mencari Ati. Bergegas ia turun dari pohon cengkeh dan menemuinya, ternyata ia adalah sahabat di sekolah. Ketua OSIS tepatnya, sahabatnya pun sebagai ketua Ambalan Ciung Wanara di Gugus Depannya. Ati adalah Sekretaris Umum di OSIS yang rajin dan gesit dalam bekerja, rapi tulisannya dan enak diajak kerja sama. Ia disukai banyak teman. Ati pun adalah seorang Ketua Ambalan Puteri yang bernama Dyah Pitaloka. Sungguh mereka bersahabat dalam belajar dan berorganisasi. Ternyata sang sahabat, sebutlah “Budi” yang berpenampilan selalu rapi mengajaknya untuk mengikuti lomba pidato di tingkat Kabupaten. Arahan lomba dan pendekatan dilakukan dengan memukau.

Ruang OSIS yang ditata rapi, pekerjaan sebagai sekretaris yang digelutinya, memimpin organisasi Pramuka dan bermain Drum Band di group “Gita Taruna Galuh”  merupakan pengalaman kesehariannya. Remaja Masjid di sekolah dan di Masjid Agung merupakan salah satu pilihan favoritnya. Berdiskusi dan berpetualang adalah hobinya. Demikian juga Camping adalah pengalaman seru baginya. Suatu ketika dijalaninya kegiatan Musyawarah Cabang Pramuka dan terungkaplah sebuah kisah. Sang sahabat bertanya, “Ati, jika nanti kita sudah tidak menjadi pengurus lagi di organisasi apakah masih bersedia untuk saling membantu?” Ati sempat terdiam, memikirkan pertanyaan itu. Jawabannya singkat saja, “Insya Allah jika masih dibutuhkan.”

Ternyata, pertanyaan itu tak sekedar pertanyaan biasa. Lama berselang setelah Budi dan Ati berpisah untuk menimba ilmu di kota yang berbeda, barulah tersadar bahwa ada rasa rindu dan sayang di  antara keduanya. Jakarta dan Jogyakarta terpisah dalam jarak dan waktu yang cukup lama. Lima tahun berpisah membuat persahabatan semakin erat. Saling berkabar lewat surat, kadang telegram atau interlokal jam 9 malam supaya mendapat harga murah. Maklumlah mahasiswa, harus berhemat dalam biaya dan pengeluaran. Saling mendukung untuk kesuksesan bersama dilakukan lima tahun lamanya. Kadang menyempatkan waktu untuk berjumpa di rumah Ati saja, hanya untuk melepaskan kerinduan dan bertukar pendapat serta saling menenangkan. Permasalahan di kampus dan tempat kerja itulah yang menjadi topik utama. Saling mendoakan keberhasilan adalah  ungkapan rasa yang muncul dari lubuk hati yang paling dalam. Ternyata ini adalah jawaban doa yang selalu Ati panjatkan dulu, saat SMA sejak ada rasa suka. Memohon kepada Yang Maha Kuasa diberikan yang terbaik oleh-Nya. Mendoakan kedua orang tua agar meridhainya.

Jawaban yang Ati dapatkan adalah curahan kasih sayang Sang Maha Cinta setelah lima tahun berpisah. Menimba ilmu di tempat yang berbeda, lalu berjumpa untuk mengikat janji bersama. Rasa haru dan bahagia, rasa syukur atas segala nikmat-Nya. Allah karuniakan pasangan hidup yang sangat penyayang, berhati lembut dan penuh perhatian. Pernikahan 25 tahun berjalan sudah, penuh liku dalam segenap perjalanan. Bahtera rumah tangga diarungi bersama, lima buah hati menjadi penyejuk jiwa. Hingga akhir hayatnya tiba, sang sahabat menebar cinta, kasih sayang sepanjang masa menjadi belahan jiwa dalam harmoni cinta, kisah-kasih nan setia.

Penulis: TeHera

Tjutju Herawati. Panggilan akrabnya Ibu Hera. Aktivitas keseharian berkiprah di dunia pendidikan anak usia dini dan parenting terutama yang berkaitan dengan tahapan perkembangan anak. Menjadi guru TK sejak tahun 1991 dan menekuni model pembelajaran BCCT sejak tahun 1996 hingga saat ini. Pelatihan langsung didapatkan dari Dr. Pamela C. Phelps di Creative Preschool Tallahasse-Florida.

Mulai menulis sejak pertengahan tahun 2021 berupa : cerita anak, cerita pendek, dan puisi yang bertajuk kisah kehidupan dan pengalaman selama mengajar.  Jejak pena mengukir indah sejarah kehidupan, menebar hikmah dan manfaat bagi sesama.  Semoga dapat menginspirasi dan penuh keberkahan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *