Strategi Penguatan Nasionalisme di Era Revolusi Industri 4.0

Nasionalisme di era industri 4.0

Mata Akademisi, Milenianews.com – Revolusi industri 4.0 hadir begitu cepat dan mengguncang tatanan dunia. Antara lain dunia kerja, industri, bisnis, dunia pendidikan bahkan rasa nasionalisme terhadap bangsa Indonesia. Pada era revolusi industri 4.0 yang ditandai dengan derasnya arus globalisasi dan kemajuan teknologi. Indonesia menghadapi tantangan besar dalam hal kesadaran berbangsa dan bernegara.

Derasnya kebudayaan asing yang terfasilitasi dengan media dan teknologi internet, hadir secara bebas kepada kalangan masyarakat. Hal ini dapat berpotensi serta mendominasi yang mempengaruhi kebudayaan lokal.

Baca Juga : Pendidikan Jarak Jauh: Antara Realitas, Fanatisme dan Hijrah

Revolusi Industri 4.0 dapat berpengaruh terhadap bangsa Indonesia jika tidak bisa memfilter dengan baik berbagai hal yang timbul dari dampak revolusi industri 4.0.  Saat ini, banyak faktor  yang menyebabkan lunturnya rasa nasionalisme masyaraka. Seperti, pencampuran antara bahasa Indonesia dengan bahasa asing, kecenderungan untuk lebih bangga menggunakan apapun yang berasal dari luar. Juga lunturnya semangat untuk mewarisi budaya asli Indonesia, dan kurangnya pemahaman mengenai pentingnya rasa nasionalisme.

Hal tersebut tercermin dari perilaku generasi muda saat ini yang mayoritasnya kurang peduli terhadap bangsa Indonesia. Salah satu krisis yang terjadi adalah lunturnya jiwa nasionalisme yang terjadi pada generasi muda.

Pengamalan pancasila

Hasil penelitian Pradini, (2012) mengemukakan bahwa secara umum budaya K-Pop yang menjadi trend di kalangan generasi muda Indonesia berpengaruh dengan kolerasi sedang terhadap nasionalisme generasi muda.

Mereka cenderung meniru karakter tokoh idola K-Pop yang kulturnya jelas berbeda dengan kebudayaan Indonesia. Kecintaan generasi muda pada musik K-pop lebih tinggi, berbanding terbalik dengan lagu daerah dan nasional.

Selain itu, kecintaan generasi muda pada tarian daerah tidak setinggi kecintaan pada tarian modern atau dance K-Pop. Berkurangnya sikap nasionalisme para generasi muda, tentu terdapat sebab-sebab yang melatarbelakanginya. Seperti budaya asing yang masuk tanpa filterisasi, perdagangan bebas yang tidak terkendali, serta cepatnya arus globalisasi yang merupakan faktor luar penyebab lunturnya sikap nasionalisme. Lunturnya nasionalisme dapat mengancam kesatuan bangsa, sebab nasionalisme merupakan ideologi sekaligus pondasi kebhinekaan bangsa Indonesia.

Mengenai hal tersebut, perlu adanya strategi-strategi yang tepat dan efisien untuk menumbuhkembangkan dan menguatkan kembali nasionalisme di kalangan masyarakat Indonesia. Khususnya dari kalangan generasi muda yang merupakan generasi penerus bangsa.

Hal pertama yang bisa dilakukan adalah dengan menguatkan nasionalisme dari level pendidikan formal. Muatan Pancasila, wajib melekat dalam pengamalannya untuk semua level pendidikan formal dengan penerapan yang tepat.

Kedua, era revolusi industri 4.0 ini, penggunaan media sosial sebagai sarana untuk menyebarluaskan informasi terkait kesadaran nasionalisme sangat tepat untuk dilakukan. Seperti penyebaran poster, kemudahan mengakses artikel tentang nasionalisme, serta berbagai pameran budaya yang tersedia melalui media sosial. Dengan persentase sebesar 90,61% yang menyatakan bahwa generasi muda memanfaatkan internet untuk media sosial dan jejaring sosial. Maka informasi yang tersebar dapat dengan mudah diterima oleh sebagian besar generasi muda yang tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Dengan kata lain generasi muda dapat mengakses sesuai keinginan tanpa batas tempat dan waktu. Karena informasi dapat dengan mudah tersedia, melalui ponsel masing-masing.

Pendidikan multikultural bisa menumbukan nasionalisme yang kuat

Namun, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, nyatanya masih menjadi permasalahan yang menghambat kemajuan pendidikan Indonesia. Salah satu upaya untuk mencegah dan meminimalisir berbagai permasalahan tersebut adalah dengan strategi yang ketiga.

Yaitu, pendidikan multikultural yang akan menumbuhkan nasionalisme yang kuat. Karena pendidikan multikultural berperan penting untuk membentuk individu atau kelompok yang mempunyai nilai-nilai toleransi yang tinggi.

Memberikan karakteristik sesuai budaya Indonesia untuk memperkuat generasi muda dalam menghadapi tantangan era revolusi industri 4.0. Lawrence Blum membagi tiga elemen dalam pendidikan multikultural.

Pertama, menegaskan identitas kultural seseorang, mempelajari dan menilai warisan budaya seseorang. Kedua, menghormati dan berkeinginan untuk memahami serta belajar tentang etnik atau kebudayaan-kebudayaan selain kebudayaannya. Ketiga, menilai dan merasa senang dengan perbedaan kebudayaan itu sendiri. Yaitu memandang keberadaan dari kelompok-kelompok budaya yang berbeda dalam masyarakat seseorang sebagai kebaikan yang positif agar berharga dan bisa terpelihara.

Jangan lupakan jati diri bangsa

Dari pembahasan tersebut, bangsa ini membutuhkan generasi muda yang memiliki rasa nasionalisme tinggi. Dan ini bisa terwujud setelah adanya pendidikan karakter yang baik. Saat setiap pemuda dan pemudi Indonesia telah memiliki karakter nasionalisme yang terbentuk sejak dini, dari pendidikan-pendidikan yang berfokus pada pendidikan karakter, maka tidak akan ada lagi generasi yang apatis untuk peduli dan cinta tanah air Indonesia.

Sudah sepatutnya setiap masyarakat Indonesia memiliki rasa nasionalisme terhadap bangsa Indonesia. Nasionalisme tidak hanya untuk yang telah mengabdikan diri untuk negeri ini, namun nasionalisme harus dimiliki oleh tiap-tiap anak bangsa, khususnya generasi muda.

Baca Juga : Etos Kerja Selama Work From Home (WFH)

Generasi muda semestinya memiliki rasa nasionalisme yang tinggi. Karena cerita masa depan negeri ini ada di tangan generasi muda hari ini. Jangan biarkan era revolusi industri 4.0 menyebabkan kita lupa jati diri sebagai bangsa Indonesia. Sehingga menghilanglah rasa nasionalisme yang ada dalam setiap karakter generasi muda. Saat ini, Indonesia adalah ‘Indonesia’ yang butuh rasa nasionalisme tinggi dari anak bangsa khususunya generasi muda generasi penerus pemimpin bangsa.

Penulis: Ilmi Malia Safitri, mahasiswi Sekolah Tinggi Teknologi Bandung (STT Bandung) jurusan Teknik Industri

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *