Apakah Kamu Masih Mengharap?

Dr.  KH.  Syamsul Yakin  MA.,  Pengasuh Pondok Pesantren Darul Akhyar Parung Bingung Kota Depok. (Foto: Istimewa)

Milenianews.com, Mata Akademisi– Sepenggal kalimat interogatif di atas, termaktub dalam makna firman Allah, “Apakah kamu masih mengharap mereka akan percaya kepadamu, padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah mereka memahaminya, sedang mereka mengetahui?” (QS. al-Baqarah/2: 75).

Menurut pengarang kitab  Tafsir Jalalain, ayat ini maksudnya bahwa orang beriman tidak perlu lagi mengharap orang Yahudi beriman kepada Allah. Karena memang para tokoh agama mereka dengan sengaja telah mengubah Taurat justru setelah mereka memahaminya. Menariknya, mereka menyadari  bahwa yang mereka lakukan adalah dusta atau mengada-ada.

Dalam kitab  Tafsir Munir, Syaikh Nawawi menyebut   bahwa di dalam Taurat sifat-sifat Nabi tertulis sebagai orang yang bercelak matanya, bertubuh sedang, berambut hitam, dan berparas tampan. Kemudian secara sadar mereka mengganti isi Taurat tersebut. Nabi digambarkan berbadan tinggi, bermata biru, dan berambut lurus.

Dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir, disebutkan bahwa isi Taurat yang diubah adalah perkara yang halal di dalamnya menjadi haram. Yang haram dijadikan halal. Yang  hak jadi perkara yang batil. Yang batil menjadi hak.

Padahal Allah pernah mengingatkan mereka, “Dan janganlah kamu campuradukkan yang hak dengan yang batil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui” (QS. al-Baqarah/2: 42). Ayat ini  mempertegas pernyataan Syaikh Nawawi dan Ibnu Katsir di atas.

Namun, lanjut Ibnu Katsir, kalau ada  yang datang kepada mereka orang yang berada dalam pihak yang benar disertai dengan memberi uang suap, mereka mengeluarkan Taurat yang asli. Namun kalau yang datang kepada mereka orang yang berada dalam pihak yang salah dengan memberi uang suap, mereka mengeluarkan kitab yang telah mereka ubah itu sehingga dia berada dalam pihak yang benar.

Menurut Ibnu Abbas, seperti dikutip Syaikh Nawawi para tokoh agama mereka itu tak lain  adalah tujuh puluh orang terpilih yang terikat perjanjian denga Nabi Musa. Tak hanya itu, mereka juga mendengar kalam Allah itu dengan mata kepala mereka sendiri atau secara langsung tanpa perantara. Karena isinya tidak menguntungkan mereka, setelah mereka memahaminya mereka mengubahnya.

Maka tepat kalau pengarang kitab  Tafsir Jalalain mewanti-wanti kita, “Tak perlu lagi kamu mengharap mereka beriman karena sejak dahulu mereka memang sudah kafir.”  Seruan Imam Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin al-Suyuthi ini pas dan tuntas.

Menurut Ibnu Katsir dalam tafsirnya sikap orang-orang Yahudi sesuai dengan makna firman Allah, “(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuk mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka mengubah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya.” (QS. al-Maidah/5: 13).

Penulis: Dr.  KH.  Syamsul Yakin  MA.,  Pengasuh Pondok Pesantren Darul Akhyar Parung Bingung Kota Depok

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *