Al Yaqinu La Yuzalu Bi Al-Syakk

Milenianews.com, Mata Akademisi– Kaidah-kaidah fiqih yang ada dalam khazanah keilmuan qawaid al fiqhiyyah pada dasarnya tebagi dalam dua kategori. Pertama adalah kaidah fiqih yang hanya diperuntukkan untuk masalah individu dan masalah ibadah dalam arti hubungan vertikal antara setiap individu dengan Allah.

Kedua, kaidah fiqih yang memang sengaja dimunculkan untuk menyelesaikan beberapa masalah terkait dengan hubungan yang bersifat horizontal antarmanusia itu sendiri, selain memang di dalamnya terdapat nilai-nilai hubungan vertikal karena beberapa obyek yang menjadi kajian adalah hukum Islam yang tentu saja itu semua bersumber dari Allah.

Kaidah ini menghantarkan kepada kita kepada konsep kemudahan demi menghilangkan kesulitan yang kadang kala menimpa kepada kita, dengan cara menetapkan sebuah kepastian hukum dengan menolak keragu-raguan. Dan telah diketahui akibat dari keragu-raguan adalah adanya beban dan kesulitan, maka kita diperintahkan untuk mengetahui hukum secara benar dan pasti sehingga terasa mudah dan ringan dalam menjalankan perintah Alloh dan menjauhi larangan-Nya, termasuk didalamnya adalah aqidah dan ibadah.

Al-Yaqinu La Yuzalu Bi Al-Syakk

Secara  etimologis,  al-yaqin  adalah  sesuatu  yang  menetap  (al-istiqrar),  kepercayaan  yang  pasti  (al-jazim),  teguh  (al-tsabit),  dan  sesuai dengan kenyataan (al-muthabiq  li  al-waqi`).   Bisa  juga dimaknai sebagai ilmu, sesuatu yang dapat menjauhkan keraguan, dan sesuatu yang nyata, jadi yaqin  merupakan  kebalikan  dari  syakk,  dan  syakk  lawannya  yaqin.

Sedangkan  al-syakk  adalah  keraguan  antara  dua  masalah/peristiwa  yang berlawanan tanpa mengunggulkan salah satunya. Secara terminologis, yang dimaksud  dengan  al-yaqin  adalahsesuatu  yang  menjadi  tetap, baik berdasarkan  penganalisaan  maupun  dalil.  Sedangkan  yang  dimaksud dengan al-syakk adalah sesuatu yang tidak menentu antara ada dan tiadanya, dan dalam ketidaktentuan itu sama antara batas kebenaran dan kesalahan, tanpa  dapat  dimenangkan  salah  satunya.

Dengan  qaidah  kedua  ini,  maka seseorang  memperbuat  sesuatu  (beramal)  harus  dilakukan  berdasarkan dengan keyakinan. Maka apapun keraguan untuk menghilangkan keyakinan tidak akan  diterima. Juga  dapat difahami  dengan  redaksi yang  lain yaitu, setiap  perkara  yang  tetap,  tidak  akan  berubah  dengan  sebab  kedatangan bukti  yang  terdapat  syak  padanya.  Keyakinan  merupakan  suatu  perkara yang  bersifat  tetap  dan  bersifat  berlawanan  terhadap  syak.

Lazimnya, sesuatu yang benar-benar diyakini sudah pasti tidak akan dirubah oleh syak kerana kedua-duanya adalah sangat berbeda. Sesuatu perkara itu hanya akan dikatakan  sebagai  yakin  setelah  terdapat  bukti  dan  penelitian  yang  dapatmenetapkan  adanya  perkara  tersebut.

Di  bidang  fiqh  misalnya,  indikator yakin  ini  begitu  dititikberatkan terhadap  perkara  apapun yang  dilakukan. Karena,  ia  adalah  asas  Islam  yang  menjadi  dasar  pijakan  bagi  membina sesuatu hukum.

Menurut al-Nawawi bahwa qaidah ini merupakan sebuah qaidah yang penting dalam qawaid fiqhiyyah. Begitu pula menurut Syarif Hidayatullah, al-Qarafi menyatakan bahwa para ulama menyepakati qaidah itu,  yaitu  qaidah yang menjelaskan  bahwa  setiap  sesuatu  yang  diragukan seperti  sesuatu  yang  telah  pasti  ketidak pastiannya.

Menurut  al-Sarakhsi dalam  kitabnya  Ushul  al-Sarakhsi,  berpegang  kepada  keyakinan  dan meninggalkan keraguan merupakan dasar dalam syariat Islam. Keyakinan yang dimaksud di sini adalah keyakinan yang benarbenar datang dari hati, bukan sekedar pura-pura yakin, apalagi dengan alasan malu kepada  orang  lain,  sebab  malu  kepada  Allah  harus  lebih  didahulukan.

Ulama  Malikiyah  mengatakan  “seseorang  tidak  bisa  lepas  dari  tuntutan ibadah  kecuali  dengan  melaksanakannya  secara  benar  dan  meyakinkan. Shalat  yang  sah  hanya  jika  didahului  dengan  wudhu’  yang  sah,  bukan dengan wudhu’ yang diragukan apakah sah atau tidak.”

Kaidah Fatwa

Fatwa tentang Pembiayaan Murabahah di Lembaga Keuangan Syariah

“Pada dasarnya, segala bentuk mu ‘amalat boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya. ” (al-Asybah wa al-Nazha ‘irfi Qawa’id wa Furu’ Fiqh al-Syafi’iyyah, Jalal al-Din Abd al-Rahman Ibnu Abi Bakr al-Suyuthi, Beirut: Dar al-Kitab aI-‘Arabi. 1987, hlm. 133).

Lembaga Keuangan Syariah (LKS)  tidak dilarang untuk menggunakan metode yang diterima (dibolehkan) oleh syariah dan ‘urf dalam menghitung keuntungan (murabahah) sesuai jangka waktu. Lembaga Keuangan Syariah tidak dilarang untuk menggunakan metode yang diterima (dibolehkan) oleh syariah dan ‘urf dalam menghitung keuntungan (murabahah) sesuai jangka waktu

Fatwa tentang Penyelesaian Piutang Murabahah bagi Nasabah yang tidak Mampu Membayar

“Perjanjian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”

“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”

Fatwa tentang Jual beli Istisna’ Paralel

“Tidak boleh membahayakan (merugikan) diri sendiri maupun orang lain” (HR, Ibnu Majah, Al-Daraquthni, dan yang lain dari Abu Sa’id al-Khudri).

  1. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak,maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
  2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

Kesimpulan

Al Yaqinu la Yuzalu Bi al-Syakk (Keyakinan tidak bisa dihapus dengan keraguan) memiliki dua kata dasar yang utama yakni al-Yaqin yang berarti pengetahuan dan tidak ada keraguan didalamnya, sedangkan al-Syakk bisa diartikan sesuatu yang membingungkan. Sedangkan tingkat daya hati dalam menangkap sesuatu ada empat yakni Al Yakin, Ghalabah al Dzan, Al Dzan dan Al Syakk.

Sedangkan Macam-macam Kaidah Cabang Al Yaqinu La Yuzalu Bi al-Syak dibagi menjadi sebagai berikut :

  1. الْأضصْلُ بَقاءُ مَاكَانَعَلَى مَاكَانَ (Asal itu tetap sebagaimana semula bagaimanapun keberadaannya)
  2. لْأَصْلُ بَرَءَةُ الذِمَّةِ (Hukum asal adalah bebasnya seseorang dari tanggung jawab)
  3. الْأَصْلُ الْعَدَمُ (Hukum asal adalah ketiadaan)
  4. الْأَصْلُ فِي كُلِّ حَادِثِ تَقَدِّ رُهُ بِأَقْرَبِالزَّمَأنِ (Asal setiap kejadian dilihat dari waktu yang terdekat)
  5. الْأَصْلُ فِي الْأَشْيَاءِ الْإِبَاحَةُ حَتَّى يَدُلَّ الدَّلِيْلُ عَلَى التَّحْرِيْمِ (Hukum asal segala sesuatu adalah kebolehan sampai ada dalil yang menunjukkan keharamannya)
  6. الْيَقِنُ يُزَالُ بالْيَقِيْنِ مِثْلِهِ (Apa yang yakin bisa hilang karena adanya bukti yang meyakinkan pula)
  7. أَنْ مَاثَبَتَ يَقِيْنٍ لَا يُرْتَفَعُ إِلَّا يَقِيْنٍ (Apa yang ditetapkan atas dasar keyakinan tidak bisa hilang kecuali dengan keyakinan lagi)
  8. الْأَصْلُ فِي الْكَلَامِ الحَقِيْقَةُ (Hukum asal dari suatu kalimat adalah arti yang sebenarnya)
  9. الْأَصْلُ فِي الْأَبْضَاعِ التَّحْرِيْمُ (Hukum asal bersenggama adalah haram)
  10. لَاعِبْرَةُ بِالظَّنِّ الَّذِي يَظْهَرُ خَطَاءُهُ (Tidak dianggap [diakui], persangkaan yang jelas salahnya)
  11. لَا عِبْرَةُ لِلتَّوَهُّمِ (Tidak diakui adanya wahan[kira-kira])

Penulis:  Nabilah Nur Azizah, Mahasiswa STEI SEBI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *