Milenianews.com, Mata Akademisi– Diketahui bahwa syariat yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW merupakan syariat yang tidak memberatkan dan mudah dilaksanakan. Sehingga jika sesuatu itu tergolong membebani umat manusia, maka jika dikecualikan maka hal-hal tersebut harus dihindari atau dihilangkan. Sesuai tema diskusi kali ini adalah: “Kerugian harus dihilangkan”.
Setiap orang dalam hidup pastinya tidak ingin terjerumus dalam bahaya atau masalah. Sifat inilah yang membuat sebagian besar orang selalu berpikir pragmatis dan membumi dalam hidup, selalu berusaha memperoleh kebahagiaan, dan berusaha menghindari bahaya. Upaya tersebut merupakan perwujudan dari sifat kemanusiaan setiap orang. Islam tidak menolak kenyataan ini namun menerimanya dalam kerangka hukum yang penuh apresiasi dan toleransi. Sebagai bukti maknanya terangkum dalam konsep salah satu kaidah syariat yang secara jelas memotivasi Anda untuk melepaskan segala bahaya bagi diri sendiri dan orang lain, yaitu kaidah ad-dhararu yuzalu (kemalangan harus dihilangkan).
Kaidah ini memerintahkan untuk menghilangkan kemudaratan. Bila di-general-kan semua ujud kemudharatan, baik kecil atau besar mesti dihilangkan. Alasan menghilangkan kemudataran karena menzalimi dan menyengsarakan. Kemudaratan juga bertolak belakang dengan maksud syariat (maqashid syar’iyah) yaitu mewujudkan kemaslahatan hidup manusia. Karena itu kemudaratan yang terjadi harus segera dihilangkan.
Kata ad-dharurat itu sendiri diambil dari kata ad-dharar yang berarti bahaya. Dharurat juga berarti masyaqqah atau kondisi sulit. Dalam mendefinisikan dharurat, sejumlah ulama, baik ulama terdahulu maupun kontemporer, banyak bersilang pendapat walaupun tidak terlalu berjauhan. Ada definisi Al- Jashshash, Al-Zarkasyi, Al-Suyuthi, Abu Zahrah, ulama-ulama Malikiyah dan Syafi’iyah. Seluruh defenisi yang jumlahnya tidak sedikit itu memang saling berlainan dan mempunyai standar jami’ dan mani’ yang berbeda, namun mempunyai arah yang hampir bersamaan.
Ada beberapa Penerapan Aplikasi Kaidah Fiqhiyah Ad-Dhararu Yuzalu Dalam Fatwa DSN MUI:
- a) Potongan Tagihan Murabahah (NO. 46/DSN-MUI/II/2005)
Sistem pembayaran dalam akad murabahah lembaga keuangan syariah biasanya melibatkan angsuran dalam jangka waktu yang disepakati antara Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dan nasabah. Akad Murabahah digunakan oleh LKS untuk memfasilitasi nasabah yang melakukan pembelian dalam memenuhi kebutuhan.
Lembaga Keuangan Syariah dapat memberikan potongan total kewajiban pembayaran kepada nasabah yang memenuhi kewajiban angsurannya tepat waktu dalam transaksi murabahah (akad) dan kepada nasabah yang kemampuan membayarnya menurun. Besar potongan ini sebagaimana akan diserahkan kepada kebijakan Lembaga Keuangan Syariah.Firman Allah terdapat dalam Al Quran surat Al-Maidah: 1 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu.”
- b) Pengalihan Pembiayaan Murabahah antar LKS (NO: 90IDSN-MUIIXlI/2013)
Masyarakat dan Lembaga Keuangan Syariah memerlukan penjelasan dari segi syariah tentang pengalihan pembiayaan murabahah antar Lembaga Keuangan Syariah. Pembiayaan diberikan kepada anggota koperasi sesuai jenis kebutuhan.
Pengalihan utang pembiayaan murabahah atas inisiatif nasabah boleh dilakukan dengan menggunakan akad Hawalah bi al-ujrah, MMQ atau IMBT dan tidak boleh menggunakan akad murabahah karena termasuk bai’ al- ‘inah.
Firman Allah dalam Alquran surat Al-isra:36
وَاَوْفُوْا بِالْعَهْدِۖ اِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْـُٔوْلًا
” Dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggunganjawabannya”
- c) Metode pengakuan keuntungan At-Tamwil Bi Al-Murabahah (NO: 84/DSN MUIIXII/2012)
Pengakuan keuntungan pembiayaan murabahah yang diaplikasikan oleh Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dikenal antara lain dua metode, yaitu metode proporsional dan metode anuitas. Penerapan salah satu dari dua metode pengakuan keuntungan pembiayaan murabahah tersebut menimbulkan permasalahan bagi kalangan industri dan masyarakat, sehingga memerlukan kejelasan dari aspek syariah mengenai kedua metode pengakuan keuntungan pembiayaan murabahah tersebut.
Allah berfirman dalam Alquran surat An-nisa: 29
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَأْكُلُوٓا۟ أَمْوَٰلَكُم بَيْنَكُم بِٱلْبَٰطِلِ إِلَّآ أَن تَكُونَ تِجَٰرَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ
“Hai orang yang beriman! Janganlah kalian saling memakan (mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela di antaramu “.
Demikianlah penerapan ad-dhararu yuzalu dalam fatwa DSN MUI sebagaimana dimaksud dalam prinsip syariah berdasarkan fatwa yang di keluarkan oleh Lembaga Keuangan Syariah.
Dalam kaidah fikih ini meliputi seluruh cabang yang telah terdapat dalam Al Quran dan As-Sunnah hingga masalah-masalah dalam menentukan hukum syar’inya. Dengan melihat kaidah fikih “laa dhaarar wa laa dhiraar” (Tidak boleh melakukan sesuatu yang membahayakan diri sendiri ataupun orang lain)
Masyarakat lainnya dapat menghindari dan mencegah kemudharatan dalam kerja sama yang melibatkan lebih dari dua pemodal dengan menerapkan hukum hukum yang talah ditentukan oleh Lembaga Keuangan Syariah.
Daftar Pustaka
http://fauzurr.blogspot.com/2018/09/kaedah-ad-dharurah-yuzalu.html?m=1
Penulis: Aisyah Gaswati, Mahasiswa STEI SEBI.