Oleh: Hadi Suroso
Kamu tahu ? Betapa aku ke sana kemari mencari jejak bayangmu yang sekilas berkelebat di bawah cahaya lampu gedung-gedung tinggi itu. Aku terengah lari mengejar, namun kamu tak bisa kutemukan. Ku jelajahi setiap jengkal tempat hingga ke sudut-sudut taman. Yang kudapati hanyalah kebisuan malam. Aku melangut hampa di hiruk pikuk gemerlapnya kota.
Kamu tahu ? Betapa senyum manis lain kerap datang merayuku, namun aku tak sedikitpun goyah atau bergeming. Rekah senyum di rona kemerahan wajahmu jauh lebih manis, pancaran pesonamu sungguh menyirap tak tertandingi_ tinggal menetap di ujung mataku begitu lekat. Aku terkesima menjadi jatuh hati di daya tarikmu yang memikat.
Kamu tahu ? Di sisa purnama musim ini aku kembali menyusuri jalanan dan taman sekitar gedung itu, sekedar berharap dapat menangkap bayanganmu. Rupanya masih sama, langit malampun tetap saja membisu saat ku bertanya lagi kemana jejak kelebatmu dulu itu pergi. Ia enggan menjawab, dan diam menyimpan erat setiap butir peristiwa di keheningan. Aku kembali tersungkur di genangan nelangsa yang menyayat. Kamu sungguh candu yang membuatku mabuk terbius dan terjerat.
Kamu tahu ? Binar sorot matamu adalah teduh, cermin dari kebeningan hati pemiliknya yang menyejukkan. Ketiadaanmu hanyalah menorehkan kehampaan. Aku terantai belenggu sepi di keramaian kota yang gegap gempita._merana sendiri di tengah deru bising mesin mobil-mobil yang melintas lalu lalang. Sementara asaku untuk menemukanmu terus menyala tak kunjung padam. Aku terjebak di obsesi tentangmu yang berkepanjangan.
Kamu tahu ? Rasa yang terus berpendar di hatiku tidaklah biasa. Sekalipun kamu hanyalah angan, pergi bersama menghilangnya bayanganmu, rasa ini nyatanya terus ada_ menjadi satu-satunya alasan dadaku berdebar. Riuhnya begitu mengusik getarkan sekujur tubuhku.
Aku benar-benar menjadi terobsesi olehmu.
Jika malam tetap terpelihara tenang, terus membisu tak memberi tahu kemana pergimu, maka biarlah ku titipkan saja rasa ini pada desau angin yang melintas beserta do’a-do’a yang selalu kulangitkan. Semoga sampai padamu. Sebab tinggal itu rasanya yang masih patut kulakukan setelah rangkaian upayaku menujumu selalu menemui jalan buntu.