Ayah,  Aku Rindu

ayah aku rindu

Ayah, sosok lelaki lembut dan penyayang. Senyuman indah terukir di wajahnya. Penuh sikap wibawa,  itulah ayah. Ayah yang rajin dan sabar menemani mama dalam mendidik anak-anak dengan penuh kasih sayang.

Ayah, seorang lelaki hebat yang menjadi panutan kami. Begitu kuat tertancap di hati kami. Betapa sabar, tanggung jawab, disiplin, serta kasih sayang tak bertepi yang kami rasakan di sepanjang hari-hari kami sampai Ayah kembali ke pangkuan Illahi.

Ketika aku lahir, ayah dengan sabar menemani mama. Memberikan dukungan kepada mama dan dengan kasih sayangnya mendidik dan membesarkanku hingga aku remaja. Ayah sangat menyayangiku, aku pun sangat sayang kepada ayah.

Ayah sering menidurkanku sewaktu kecil dengan senandung shalawat yang menyejukkan hati. Suaranya yang khas membuatku tertidur dengan lelap. Doa indah selalu terucap darinya, dan aku yakin doa-doa ayah dan mama pastilah yang terbaik untuk kami anak-anaknya. Semoga Allah kabulkan. Terima kasih ayah, terima kasih mama.

Ayah seringkali membacakan aku cerita, bermain dengan aku memerankan tokoh dalam cerita. Buku Me and My Dad adalah buku cerita favoritku yang selalu kuingat saat ayah mengangkatku di pundaknya dan memutar-mutarkan aku seperti pesawat terbang. Sungguh bahagianya aku saat itu, sebahagiaku kini walau itu semua tinggallah kenangan. Kenangan indah yang tak akan pernah aku lupa, walau kini ayah telah tiada. “Ayah, aku sangat sayang ayah. Aku rindu Ayah”, lirihku.

Mama adalah guruku juga, ketika aku TK mama adalah guru di Sentra Persiapan dan rajin mengajak aku mengenal bunyi-bunyi dan huruf-huruf sambil bermain dengan macam-macam mainan. Aku meronce, aku membuat pola, aku menggunting, aku menggambar, aku membuat buku pertamaku, dan aku pun membuat jurnal. Buku cerita “Bermain Bersama Tini” adalah buku pertamaku yang sering mama bacakan ketika menjelang tidur malam.

Setiap pagi ayah dan mama memulai hari dengan segala hiruk-pikuknya rumah. Kami berenam bergantian ke kamar mandi, saling mengetuk pintu jika ada yang berlama-lama di dalam. Kami belajar saling berempati  sebagaimana ayah dan mama saling peduli.

Ayah membantu pekerjaan rumah, hampir semua kegiatan bersih-bersih ayah lakukan dengan ikhlas. Mencuci pakaian lalu menjemurnya serta menyetrikanya. Begitu rapi hasilnya. Anak-anak selalu sigap membantu mengambil pakaian yang sudah kering dari jemuan. Bernyanyi riang dan saling bercanda sehingga pekerjaan menjadi ringan.

Jika hari libur tiba, kami diajak ayah untuk bersih-bersih rumah dan pakaian kami. Mencuci sepatu dan tas sendiri, mencuci sepeda sendiri, bahkan kerja bakti membersihkan taman mungil di depan rumah kami.

Kami berangkat ke sekolah bersama-sama. Ayah dan mama akan selalu memperhatikan waktu. Tak dapat kami bersantai, apalagi lalai. Pakaian rapi, tas berisi keperluan kami, disertai doa dan saling peduli. Ayah dan mama selalu berdoa untuk kami, memeluk, mencium dahi kami,  dan meniup ubun-ubun kami. Tentu, kami yakin doa-doa terbaik yang selalu terucap indah dari mama dan ayah.

Hari demi hari kami jalani, melangkah dengan pasti seperti ayah ajarkan kepada kami. Ayah tak pernah berhenti berusaha melayani para orang tua, teman sejawat, guru dan para karyawan, dan siapapun yang datang berkunjung ke sekolah kami selalu ayah layani dengan senang hati. Bahkan jika ada murid dan guru yang perlu bantuan, ayah tak segan menolongnya.

Dengan tulus,  ayah dan mama bekerja sejak pagi hingga sore hari. Bahkan ayah dan mama melanjutkan pekerjaan rutin di rumah hingga tiba waktu malam untuk  beristirahat. Shalat berjamaah dan mengaji seringkali dipimpin oleh ayah. Kemudian makan malam adalah kesempatan yang tak boleh kami tinggalkan untuk dapat saling bercerita dan bercengkerama.

Semasa pandemi sungguh berbeda kehidupan yang harus kami lalui. Belajar di rumah menjadi situasi yang harus kami adaptasi. Ayah lebih sering bekerja di sekolah,  sedangkan mama  bekerja di rumah. Kami pun belajar di rumah. Setiap pagi ketika ayah hendak bekerja,  kami mencium tangan ayah, mama pun demikian. Ayah mendoakan kami, memeluk kami, dan melambaikan tangan untuk kami. Ayah seorang laki-laki yang sangat serius. Namun demikian, senyum indah tampak di kerling matanya, tampak jelas walau wajah ayah berbalut masker berlapis tiga. Hal ini tak pernah lekang hingga ayah tiada. Ayah wafat ketika Covid Delta memuncak, 21 Juni 2021.

Ayah dan mama selalu mengingatkan kami untuk bersungguh-sungguh dalam belajar, juga ketika sudah bekerja dan berkeluarga. Disiplin, tanggung jawab, rajin, jujur, berpikir positif, kasih sayang, sabar dan ikhlas serta selalu bersyukur atas nikmat yang Allah berikan kepada kita. Doa agar menjadi manusia yang berguna, bagi agama, nusa dan bangsa. Terima kasih mama, terima kasih ayah. Semoga Allah meridhoimu. Al Fatihah untukmu,  ayah.

Bogor, 7 Mei 2024

Penulis: TeHera

 

Biografi Penulis:

Tjutju Herawati. Panggilan akrabnya Ibu Hera. Aktivitas keseharian berkiprah di dunia pendidikan anak usia dini dan parenting terutama yang berkaitan dengan tahapan perkembangan anak. Menjadi guru TK sejak tahun 1991 dan menekuni model pembelajaran BCCT sejak tahun 1996 hingga saat ini. Pelatihan langsung didapatkan dari Dr. Pamela C. Phelps di Creative Preschool Tallahasse-Florida.

Mulai menulis sejak pertengahan tahun 2021 berupa : cerita anak, cerita pendek, dan puisi yang bertajuk kisah kehidupan dan pengalaman selama mengajar.  Jejak pena mengukir indah sejarah kehidupan, menebar hikmah dan manfaat bagi sesama.  Semoga dapat menginspirasi dan penuh keberkahan.

 

 Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube Milenianews.com.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *