Rezeki yang Baik  itu tidak Hanya Substansinya, tapi juga Cara Mendapatkannya

Prof. Dr. Didin Hafidhuddin M.S. (kiri). (Foto: Dok SBBI)

Milenianews.com, Bogor–  Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Mu’minun (surat ke-23), ayat 51, yang artinya: “Wahai para rasul! Makanlah dari (makanan) yang baik-baik, dan kerjakanlah kebajikan. Sungguh, Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

“Perintah yang terkandung dalam ayat ini tidak hanya ditujukan kepada para rasul atau semua rasul, melainkan bersifat umum  (kepada semua umat manusia),” kata Guru Besar IPB University dan Universitas Ibnu Khaldun Bogor (UIKA), Prof. Dr. Didin Hafidhuddin M.S., saat mengisi Pengajian Guru dan Karyawan Sekolah Bosowa Bina Insani (SBBI) di Masjid Al-Ikhlas Bosowa Bina Insani, Bogor, Jumat (1/11/2024).

Kajian Jumat Pagi itu membahas Kajian Tafsir Tematik, dalam hal ini tafsir Surat Al-Mu’minun  ayat 51. “Surat Al-Mu’minun ayat 51 ini menegaskan tentang pentingnya mencari dan mengonsumsi rezeki  yang baik (thoyyib),” ujarnya dalam rilis yang diterima Milenianews.com.

Prof. Didin menjelaskan, rezeki yang  thoyyib (baik) itu mengandung dua pengertian:

Pertama, baik zatnya (substansinya/bendanya). Yakni, baik untuk perkembangan tubuh atau zat yang mempermudah perkembangan tubuh. “Makanan dan minuman tersebut halal serta baik dan bermanfaat untuk tubuh,” kata Kiai Didin.

Kedua, halal cara mendapatkannya. Artinya rezeki tersebut diperoleh melalui jalan yang halal. Misalnya melalui pekerjaan maupun usaha yang halal. “Bukan dari jalan yang haram, seperti korupsi, menipu, mengurangi takaran/timbangan dan lainnya,” tuturnya.

Baca Juga : Prof. Didin Hafidhuddin: Judi Online Sangat Berbahaya, Harus Diberantas

Kiai menegaskan pentingnya mencari rezeki yang halal untuk memberikan nafkah kepada keluarga. Sebab, makanan yang dimakan oleh keluarga akan berdampak sangat besar terhadap anak.

“Konsumsi makanan  dan minuman  yang baik – baik zatnya dan baik cara mendapatkannya —  akan menghasilkan keturunan yang baik, yang memiliki  kecerdasan spiritual,  kecerdasan emosial dan kecerdasan sosial. Anak-anak yang cerdas, pintar, berprestasi dan soleh. Ini yang  menjadi dambaan generasi umat Islam di masa depan,” paparnya.

Ia menjelaskan,  makanan halal dan haram sangat besar pengaruhnya terhadap prilaku manusia. “Makanan halal menghasilkan   prilaku yang baik. Makanan haram  menghasilkan  terhadap prilaku yang buruk,” ujarnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *