Milenianews.com – Pendidikan karakter bagi generasi muda selalu menjadi perhatian penting dalam membentuk bangsa yang kuat dan bermartabat. Baru-baru ini, kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang mengirim siswa ke barak militer untuk pendidikan karakter mendapatkan perhatian dari berbagai pihak.
Salah satunya dari datang dari Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai yang memberikan dukungannya terhadap langkah ini. Namun, Ia menegaskan bahwa ada catatan penting yang harus diperhatikan terkait hak asasi manusia.
Baca juga: Sejarah Perjuangan Ki Hajar Dewantara dalam Dunia Pendidikan
Pendidikan karakter di barak militer
Langkah Dedi Mulyadi dianggap sebagai terobosan berani dalam membentuk generasi muda yang disiplin, bermental kuat, dan memiliki jiwa nasionalisme tinggi. Dengan lingkungan militer yang terkenal akan kedisiplinannya, para siswa diharapkan dapat belajar tentang pentingnya tanggung jawab, ketangguhan, serta semangat kerja tim.
Pigai, dalam komentarnya, menyatakan bahwa pendidikan karakter dengan pendekatan militer bisa menjadi alat yang efektif untuk membentuk karakter anak muda. Namun, ia menegaskan pentingnya menghindari kekerasan dalam proses pendidikan ini.
Menurutnya, pendidikan karakter berbasis militer dapat menjadi inovasi luar biasa jika diterapkan dengan benar. Namun, perlu diingat bahwa pendidikan ini harus bebas dari segala bentuk kekerasan fisik atau corporal punishment.
Menghindari kekerasan fisik dalam pendidikan
Pigai menekankan bahwa setiap bentuk kekerasan fisik, seperti cubitan telinga, pukulan kaki, atau hukuman fisik lainnya, termasuk dalam kategori corporal punishment yang melanggar prinsip dasar hak asasi manusia. Pendekatan keras seperti ini dapat merusak psikologis anak dan bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan yang harus dijunjung tinggi dalam pendidikan.
Baca juga: Pendidikan di Era 5.0: Kolaborasi Digital untuk Pembelajaran Cerdas dan Inklusif
Jika siswa diajari untuk patuh dengan ancaman kekerasan, maka bukan karakter kuat yang akan terbentuk, melainkan rasa takut dan trauma. Ini sangat berbahaya dan tidak sejalan dengan visi pendidikan yang manusiawi.
Komnas HAM ingatkan evaluasi mendalam
Selain Kementerian HAM, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) juga memberikan pandangan kritis terkait program ini. Keterlibatan militer dalam pendidikan sipil perlu dievaluasi secara menyeluruh untuk memastikan tidak ada pelanggaran terhadap prinsip-prinsip HAM dan regulasi yang berlaku.
Meskipun tujuan pendidikan karakter ini mulia, tetap harus diperhatikan agar metode yang digunakan tidak melanggar hak-hak dasar anak. Pengawasan yang ketat dan regulasi yang jelas diperlukan untuk memastikan bahwa program ini benar-benar mendidik tanpa mencederai hak-hak siswa.
Mencari jalan tengah
Pendidikan karakter berbasis militer memang memiliki potensi besar dalam membentuk generasi muda yang tangguh dan berdisiplin tinggi. Namun, penting untuk menemukan keseimbangan antara kedisiplinan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Mengedepankan pendekatan tanpa kekerasan bukan hanya soal menjaga fisik siswa, tetapi juga melindungi kesehatan mental mereka.
Baca juga: Hardiknas, Prof. Rokhmin Dahuri: Tanpa Pendidikan Berkualitas, Bonus Demografi hanya Mimpi
Dalam konteks ini, pendidikan karakter harus lebih menekankan pada pengembangan mental, keterampilan sosial, dan nilai-nilai kepemimpinan, tanpa harus bergantung pada metode hukuman fisik. Dengan demikian, pendidikan dapat benar-benar menjadi sarana pembentukan karakter yang positif dan berkelanjutan.
Kesimpulan
Dengan dukungan dari Kementerian HAM dan panduan yang jelas mengenai batasan metode pendidikan, diharapkan program ini dapat, menciptakan generasi muda yang tangguh, disiplin, dan berkarakter, tanpa melupakan esensi kemanusiaan yang menjadi hak dasar setiap individu.
Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube Milenianews.