Milenianews.com, Mata Akademisi– Dalam kitab Syarafal Anam diungkap bahwa Nabi, sang pemberi syafaat, lahir pada Rabiul Awwal atau Musim Semi Kedua. Syaikh Nawawi dalam kitab Fathush Shamad melengkapi, yakni bahwa Nabi lahir pada 12 Rabiul Awwal sebelum terbit fajar pada hari Senin.
Pengarang Syarafal Anam memuji Nabi laksana rembulan. Sosok Nabi digambarkan sebagai yang paling indah, berwibawa, dan tampan yang dilahirkan dunia. Faktanya memang demikian. Artinya, puja-puji sastrawan berkorespondensi dengan kenyataan.
Di kalangan ulama beredar syair yang memuji sosok Nabi dalam tiga bait indah. Pertama, “Telah lahir pemberi syafaat pada Rabiul Awwal. Sungguh Nabi dikaruniai keutamaan sebagai utusan yang paling mulia.”
Mengenai kemuliaan Nabi tampak jelas dalam al-Qur’an. Misalnya, “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka.” (QS. al-Fath/48: 29).
Begitu juga dalam ayat lainnya, “Dan Muhammad hanyalah seorang rasul; sebelumnya telah berlalu beberapa rasul.” (QS. Ali Imran/3: 144). “Muhammad itu bukanlah bapak dari seseorang di antara kamu, tetapi dia adalah utusan Allah dan penutup para nabi.” (QS. al-Ahzab/33: 40).
Dari ayat-ayat di atas tampak jelas bahwa Allah sangat memuliakan Nabi saat berkomunikasi. Terlihat penyebutan nama “Muhammad” diikuti dengan gelar beliau yakni rasulullah atau utusan Allah.
Terlihat juga Allah tidak berkomunikasi secara langsung dengan menyebut, “Ya Muhammad”. Padahal kepada para nabi lainnya, kerap Allah bertutur, “Ya Musa, Ya Daud, Ya Yahya”, dan seterusnya.
Kedua, “Tampak jelas ketampanannya saat mengenakan pakaian pengantin. Tak ada sebelumnya yang berpakaian seperti itu.” Pengantin yang dimaksud bukan makna sebenarnya. Ungkapan ini untuk menggambarkan ketampanan Nabi yang laksana pengantin berpakaian indah.
Ketiga, “Aminah berkata, “Aku melihat ketampanannya seperti bulan purnama sempurna yang terang benderang”. Ungkapan ini memperkuat pendapat bahwa sebenarnya nabi paling tampan adalah Nabi Muhammad. Apalagi dalam syair ini ketampanan beliau disebut lebih dari sekali.
Penulis: Dr. KH. Syamsul Yakin MA., Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta