MTQ: Api Iman Atau Api Ambisi? Perspektif Aliran Murji’ah dan Asy’ariah

MTQ: Api Iman Atau Api Ambisi? Perspektif Aliran Murji’ah dan Asy’ariah

Mata Akademisi, Milenianews.com –  Pada dasarnya, islam memperbolehkan musabaqah atau perlombaan. Dalam masalah kebaikan, umat islam diperintahkan untuk berlomba-lomba untuk melaksanakannya. Hal ini seperti disebutkan dalam firman Allah Surat Al-Baqarah ayat 148:

الَّذِيْنَ اٰتَيْنٰهُمُ الْكِتٰبَ يَعْرِفُوْنَهٗ كَمَا يَعْرِفُوْنَ اَبْنَاۤءَهُمْ ۗ وَاِنَّ فَرِيْقًا مِّنْهُمْ لَيَكْتُمُوْنَ الْحَقَّ وَهُمْ يَعْلَمُوْنَ

“Orang-orang yang telah Kami anugerahi Kitab (Taurat dan Injil) mengenalnya (Nabi Muhammad) seperti mereka mengenal anak-anak mereka sendiri. Sekelompok sejati dari mereka pasti menyembunyikan kebenaran, sedangkan mereka mengetahui(-nya).” (Q.S Al-Baqarah [2]: 148)

Baca juga: Relevansi Pemikiran Jabariyah Terhadap Fatalisme Sosial di Era Modern

Islam menganjurkan perlombaan dalam kebaikan sesuai tuntunan Al-Qur’an

Menurut Sayyid Agil MTQ sebagai sarana memuliakan sekaligus meneguhkan jati diri Al-Qur’an sebagai pedoman hidup dan kehidupan yang tak lekang oleh waktu, sarana memotivasi dan mencetak generasi yang cinta kepada Al-Qur’an melalui bidang perlombaan yang diadakan dan juga sebagai sarana memuliakan ahlul quran. Menurut pendapat K.H. Arwani pandangan beliau terkait MTQ dapat menimbulkan dampak negatif dengan dalil dari Al-Qur’an yaitu pada surat Al-Baqarah ayat 41:

وَلَا تَشْتَرُوْا بِاٰيٰتِيْ ثَمَنًا قَلِيْلًا ۖوَّاِيَّايَ فَاتَّقُوْنِ …

“… Janganlah kamu menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga murah dan bertakwalah hanya kepada-Ku.” (Q.S Al-Baqarah [2]: 41)

Ayat ini menjelaskan inti wasiat yang beliau tulis yaitu melarang menjadikan ayat-ayat Al-Qur’an untuk mencari duniawi karena penghafal Al-Qur’an akan menjadi hilang harga dirinya. Beliau menganggap Al-Qur’an sebagai sesuatu yang sangat mahal, sakral, tidak boleh disia-siakan dan tidak patut untuk disandingkan dengan dunia bahkan dunia dan seisinya tidak sebanding dengan satu huruf Al-Qur’an.

Keputusan beliau untuk melarang santrinya ikut MTQ bertujuan untuk menjaga adab terhadap Al-Qur’an. Dalam ajang perlombaan, terkadang ada kekhawatiran bahwa pembacaan Al-Qur’an bergeser menjadi pertunjukan semata. Bahkan, sebagai bentuk ibadah yang seharusnya khusyuk, kondisi ini dikhawatirkan dapat mengurangi nilai sakral Al-Qur’an bagi pembaca maupun pendengarnya.

Dari sini dapat dipahami bahwa larangan tersebut bukan semata-mata soal ikut atau tidak ikut lomba. Lebih dari itu, beliau ingin menanamkan nilai keikhlasan yang mendalam kepada para santri. Ia mengajarkan bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan Al-Qur’an harus dimuliakan, dijaga niatnya, dan diletakkan di tempat yang paling luhur—bukan untuk riya, ujub, sombong, atau pamer.

MTQ bukanlah kewajiban maupun larangan mutlak, melainkan bergantung pada niat dan konteksnya

Pandangan Murji’ah tentang MTQ adalah bahwa kegiatan ini dapat dianggap sebagai mubah (diperbolehkan) atau mustahab (disukai) karena tidak ada larangan langsung dalam Al-Qur’an atau Hadis. Mereka tidak menganggap MTQ sebagai kewajiban atau larangan, karena lebih fokus pada keyakinan hati dan iman yang kuat. Murji’ah melihat MTQ sebagai sarana untuk meningkatkan kesadaran dan kecintaan pada Al-Qur’an, tetapi tidak sebagai penentu keimanan seseorang.

Pandangan Murji’ah tentang MTQ memiliki beberapa implikasi yang perlu dipertimbangkan. Kegiatan eksternal seperti MTQ dapat membantu meningkatkan kesadaran dan kecintaan umat Islam terhadap Al-Qur’an. Oleh karena itu, pandangan Murji’ah yang menganggap MTQ tidak wajib dapat dipertanyakan. Selain itu, MTQ dapat membantu meningkatkan iman dan keyakinan hati seseorang, meskipun aliran Murji’ah berpendapat bahwa keimanan seseorang tidak bergantung pada kegiatan eksternal. Perlu dilakukan tinjauan kritis terhadap pandangan Murji’ah tentang MTQ untuk memahami implikasi dan signifikansinya dalam konteks keagamaan saat ini. Dengan demikian, kita dapat memahami peran MTQ dalam meningkatkan kesadaran dan kecintaan umat Islam terhadap Al-Qur’an, serta mempertimbangkan apakah keseimbangan antara iman dan amal sudah tepat atau perlu penyesuaian.

Asy’ariyah mendukung MTQ sebagai media penguatan iman dan pemahaman Al-Qur’an

Pandangan Asy’ariyah tentang MTQ adalah bahwa kegiatan ini dapat dilihat sebagai sarana untuk meningkatkan kecintaan dan penghayatan terhadap Al-Qur’an, serta memperkuat iman dan ketaatan kepada Allah. Mereka menghormati Al-Qur’an sebagai kitab suci dan sumber utama ajaran Islam, dan melihat MTQ sebagai cara untuk memuliakan Al-Qur’an dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari.

Asy’ariyah berpendapat bahwa MTQ harus dilakukan dengan memahami makna dan kandungan Al-Qur’an secara mendalam, serta memperhatikan aturan-aturan syariat yang berlaku. Mereka juga menekankan pentingnya akal dalam menafsirkan Al-Qur’an, namun dengan tidak melanggar prinsip-prinsip syariat. Dengan demikian, MTQ dapat membantu peserta memahami makna dan kandungan Al-Qur’an secara lebih mendalam dan mengamalkan Al-Qur’an dengan lebih baik dalam kehidupan sehari-hari.

Pandangan aliran Asy’ariah tentang MTQ memiliki beberapa implikasi, antara lain pemahaman yang lebih mendalam tentang Al-Qur’an dan pengamalan Al-Qur’an yang lebih baik. Dengan menekankan keseimbangan antara syariat dan akal, MTQ dapat menjadi salah satu kegiatan yang dapat meningkatkan kesadaran dan kecintaan umat Islam terhadap Al-Qur’an. Oleh karena itu, MTQ dapat menjadi sarana yang efektif untuk meningkatkan keimanan dan ketaatan kepada Allah.

Pandangan ulama tentang MTQ beragam berdasarkan penekanan niat dan adab

Untuk memastikan bahwa MTQ tidak salah niat, penting untuk memahami tujuan sebenarnya dari kegiatan ini. Selain itu, penting juga untuk menghindari riya’ atau melakukan kegiatan ini untuk mencari pujian atau penghargaan dari orang lain. Peserta MTQ harus memastikan bahwa niat mereka semata-mata untuk mencari ridho Allah dan meningkatkan keimanan. Dengan demikian, MTQ dapat menjadi kegiatan yang bermanfaat dan meningkatkan kesadaran dan kecintaan umat Islam terhadap Al-Qur’an. Kita tidak bisa menyalahkan pendapat bagi yang memperbolehkan MTQ dan yang tidak memperbolehkan, karena itu semua tergantung pada niat masing-masing dan kita tidak bisa menilai niat dari diri seseorang, jadi kita harus saling menghargai pendapat dari seseorang mengenai di perbolehkan dan tidak di perbolehkannya MTQ.

Baca juga: Ketika Syiah Dijadikan Kambing Hitam: Stigma dan Realita di Indonesia

Kesimpulan tentang diperbolehkan dan tidak diperbolehkannya MTQ yaitu sebagai suatu budaya, tidak diwajibkan, tetapi juga tidak dilarang. Keputusan untuk mengadakan MTQ bergantung pada kajian manfaat dan mudharatnya. Ada yang berpendapat MTQ dapat menjadi riya yang mengarah kepada syirik, sehingga haram. Namun secara umum, MTQ dianggap sebagai upaya untuk menggali nilai-nilai Al-Qur’an dan memperdalam pemahaman agama. Secara umum, MTQ tidak dilarang dalam islam, namun juga tidak diwajibkan. Keputusan untuk mengadakan MTQ sebaiknya didasarkan pada kajian yang cermat dan bijaksana. Tapi dari beberapa pendapat yang membolehkan dan tidak membolehkan, semua itu kembali ke niat dan tujuan masing-masing.

Penulis: Mutmainnah, Dosen serta Ainun Madiah, Asqiya Rahmahwati, Naila Kasha Alfi Syahr, Mahasiswa Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta

Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube MileniaNews.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *