Kisah Peternak Kambing dan Pemilik Kebun

Dr. KH.  Syamsul Yakin MA. (Foto: Istimewa) 

Milenianews.com, Mata Akademisi– Kisah tentang peternak kambing dan pemilik kebun ini dinukil dari kitab Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir, dan Tafsir Munir karya Syaikh Nawawi. Pelaku kisah ini adalah Nabi Daud, Nabi Sulaiman, peternak kambing, dan pemilik kebun. Secara apik, kisah ini terekam dalam al-Qur’an untuk diambil pelajaran. Dalam kisah ini  Allah menganugerahkan ilmu dan hikmah bagi Nabi Daud dan Nabi Sulaiman.

Allah berfirman, “Dan (ingatlah kisah) Daud dan Sulaiman, di waktu keduanya memberikan keputusan mengenai tanaman, karena tanaman itu dirusak oleh kambing-kambing kepunyaan kaumnya. Dan adalah Kami menyaksikan keputusan yang diberikan oleh mereka itu.” (QS. al-Anbiya/21: 78). Ayat ini  merupakan  kisah awal peternak kambing dan pemilik kebun yang sangat menarik perhatian.

Suatu pagi peternak kambing limbung. Pasalnya tak ada satupun kambing peliharaannya di kandang. Semalam semua kambingnya terlepas. Dia mencari ke berbagai lokasi namun nihil. Namun tak disangka  dia mendapati kambing-kambingnya berada di kebun anggur. Kambing-kambing itu tidak hanya memakan anggur tapi juga merusak pohonnya. Kontan hal itu membuatnya kaget.

Dalam pada itu, pemilik kebun datang. Tujuannya untuk memanen anggur yang memang sudah ranum. Dia tersentak demi melihat kebunnya rusak dan buah anggurnya habis digasak. Untungnya dia bisa menahan diri, tidak marah dan melempar sumpah serapah kepada pemilik ternak. Melihat pemilik kebun, peternak kambing sontak minta maaf. Dia menyatakan bertanggung jawab.

Dengan sopan, pemilik kebun memaafkan peternak kambing. Apalagi hal itu di luar kendalinya. Karena kejadiannya malam hari dan dalam kondisi kambing-kambing sudah pulang ke kandang. Artinya, insiden itu bukan terjadi pada siang hari dimana kambing-kambing dilepas  bebas dan dijaga oleh penggembala. Peternak kambing meminta kebijaksanaan pemilik kebun untuk solusi terbaik.

Untuk mengganti buah anggur yang ludes dimakan kawanan kambing dan pohon anggur yang dirusak, pemilik kebun meminta supaya peternak itu menyerahkan semua kambing miliknya. Permintaan itu tentu saja membuatnya terperanjat dan bermuka pucat. Baginya, permintaan itu berat. Sebab apabila semua kambingnya diserahkan, dia akan kehilangan pekerjaan dan  bakal tidak mampu menafkahi anak dan istrinya.

Peternak kambing dengan tegas menolak hal itu. Pemilik kebun berusaha untuk memahaminya. Kemudian dia memberi solusi. Caranya meminta pandangan Nabi Daud. Peternak kambing setuju. Sebab dia yakin Nabi Daud adalah raja dan utusan Allah yang bijak bestari. Keputusannya pasti memenuhi rasa keadilan. Mereka akhirnya sepakat dan bersama-sama beranjangsana ke istana Nabi Daud dengan keyakinan masing-masing.

Setiba di istana mereka diterima dengan hangat oleh Nabi Daud yang kebetulan sedang becengkerama dengan putranya, yakni Nabi Sulaiman. Saat itu Nabi Sulaiman masih remaja dan belum diangkat menjadi rasul. Oleh Nabi Daud mereka diminta untuk membuka cerita dan mengemukakan maksud kedatangan mereka beranjangsana ke  istana. Secara bergantian, mereka bercerita, sementara Nabi Daud dan putranya mendengarkan dengan seksama.

Intinya mereka minta keputusan hukum Nabi Daud. Namun tak dinyana oleh peternak kambing, ternyata keputusan Nabi Daud berpihak kepada pemilik kebun. Keputusan  hukum Nabi Daud itu didasarkan atas prinsip analogi. Maksudnya, kerusakan pohon anggur dan buahnya senilai dengan kambing-kambing milik peternak itu. Terang saja, peternak kambing tertunduk lesu dengan keputusan itu.

Sejurus Nabi Sulaiman, meminta izin kepada ayahnya untuk berpendapat. Setelah diizinkan, Nabi Sulaiman menyatakan bahwa boleh saja kawanan kambing itu diserahkan kepada pemilik kebun, namun hanya sementara. Peternak kambing harus bekerja memperbaiki tanaman anggur hingga berbuah. Sementar dia bekerja, pemilik kebun boleh mengambil manfaat dari kambing-kambing itu, baik susunya, bulunya, dan anaknya.

Namun usai  peternak memperbaiki pohon anggur  hingga berbuah, pemilik kebun harus menyerahkan kawanan kambing itu kepada pemiliknya. Mendengar pendapat anaknya, Nabi Daud langsung setuju bahkan memuji Nabi Sulaiman. Sementara peternak kambing dan pemilik kebun juga bersedia menerimanya. Kearifan Nabi Sulaiman dalam memutus hukum didasarkan pada prinsip istihsan (yang lebih baik, adil, dan kuat).

Terkait dengan produk yurisprudensi yang diputus kedua Nabi mulia itu, Allah berfirman, “Maka Kami telah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum (yang lebih tepat). Dan kepada masing-masing mereka telah Kami berikan hikmah dan ilmu.” (QS. al-Anbiya/21: 79). Menurut pengarang Tafsir Jalalain, hikmah adalah nubuwah atau kenabian. Sedangkan ilmu tak lain adalah ilmu agama. Semoga kisah ini menginspirasi.

 

Penulis: Dr. KH.  Syamsul Yakin MA,  Pengasuh Pondok Pesantren Darul Akhyar Parung Bingung,  Kota Depok

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *