Mata Akademisi, Milenianews.com – Perkembangan pesat teknologi finansial (Fintech) telah merevolusi lanskap ekonomi global. Akses terhadap layanan keuangan yang dulu terbatas kini terbuka lebar, mengubah cara kita bertransaksi dan berinteraksi dengan uang. Namun, di balik potensi transformatif ini, bayang-bayang kejahatan siber (cyber crime) yang mengancam keamanan masa depan fintech sedang mengintai.
Hal itu menjadi realitas paradoksal, fintech mempermudah hidup, tetapi secara simultan menciptakan celah baru bagi para pelaku kriminal digital. Cyber University, sebagai The First Fintech University in Indonesia, berkomitmen untuk tidak hanya mencetak ahli fintech, tetapi juga garda terdepan dalam melawan ancaman siber yang semakin canggih.
Baca juga: Ekonomi Berperikemanusiaan, Jalan Keluar dari Krisis Neoliberalisme
Keamanan Fintech di Masa Depan
Sebagai dosen di Cyber University, saya melihat hubungan fintech dan cyber crime bukan sekadar masalah hukum atau keamanan semata, melainkan juga tantangan pendidikan yang krusial. Bayangkan, potensi fintech yang luar biasa, mulai dari mobile banking, peer-to-peer lending, cryptocurrency, hingga InsurTech, terus berkembang pesat.
Di Indonesia sendiri, nilai transaksi fintech diperkirakan mencapai ribuan triliun rupiah di tahun 2025. Angka fantastis ini, di satu sisi, menawarkan peluang ekonomi yang tak terhingga, sekaligus menjadi ladang subur bagi kejahatan siber. Tingginya pertumbuhan ini kerap tidak diimbangi dengan peningkatan literasi digital dan keuangan masyarakat, menciptakan celah keamanan yang mudah dieksploitasi. Serangan phishing, malware keuangan, fraud transaksi, ransomware, hingga pencucian uang kripto menjadi ancaman nyata yang harus dihadapi.
CLP Cyber University
Cyber University, melalui program Company Learning Program (CLP) 3+1 yang inovatif, berupaya mencetak lulusan yang tidak hanya mahir teknologi, tetapi juga memiliki kepekaan etika dan pemahaman mendalam tentang regulasi serta ancaman siber.
Tiga tahun pertama di kampus difokuskan pada teori, praktik laboratorium, dan proyek riset. Namun, puncaknya adalah tahun terakhir, di mana mahasiswa terjun langsung ke industri melalui magang di perusahaan mitra.
Hal tersebut memungkinkan mereka untuk tidak hanya mempelajari teori, namun juga menyaksikan secara langsung bagaimana industri fintech menghadapi ancaman cyber crime. Mereka terlibat dalam menganalisis pola serangan terhadap dompet digital, mempelajari strategi edukasi keuangan, mengamati kolaborasi fintech dengan regulator, dan bahkan mengimplementasikan AI dan Machine Learning untuk deteksi fraud. Pengalaman ini tidak hanya menghasilkan laporan magang berkualitas, tetapi juga kontribusi riset yang dipublikasikan di jurnal nasional dan internasional.
Baca juga: Saatnya Ekonomi dan Politik Pancasila Jalan Bareng, Bukan Sendiri-Sendiri
Tantangan ke depan jelas, kolaborasi yang erat antara universitas, industri, dan pemerintah sangat krusial untuk mendorong riset fintech yang komprehensif. Integrasi literasi digital dalam kurikulum pendidikan tinggi mutlak diperlukan. Mahasiswa harus mampu tidak hanya menggunakan teknologi, tetapi juga melindunginya.
Pembentukan pusat riset cyber crime di Cyber University, serta peningkatan program magang yang spesifik di bidang keamanan siber di perusahaan fintech, akan semakin memperkuat daya saing lulusan dan kontribusi mereka pada ketahanan nasional di era digital. Memang, hubungan fintech dan cyber crime bagaikan dua sisi mata uang yang tak terpisahkan. Namun, dengan pendekatan pendidikan yang holistik dan kolaboratif, kita dapat memastikan bahwa revolusi fintech di Indonesia berjalan selaras dengan prinsip etika, keamanan, dan kemajuan bangsa.
Oleh: Michael Sitorus, Ketua LPPM Cyber University
Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube MileniaNews.