Belajar atau Bermain? Dilema Mahasiswa di Tengah Demam Esport

Mata Akademisi, Milenianews.com – Dunia kampus hari ini sedang menghadapi fenomena baru yang datang bukan dari ruang kelas, melainkan dari layar gim esport. Bagi sebagian mahasiswa, ini adalah panggung prestasi yang menggairahkan. Tapi bagi yang lain, esport justru dipandang sebagai jebakan digital yang menggerus fokus belajar dan disiplin akademik. Maka, pertanyaan penting pun muncul di tengah semangat kampus digital yang kian berkembang, apakah esport menjadi peluang kemajuan, atau justru ancaman tersembunyi bagi masa depan mahasiswa?

Esport Lebih dari Sekadar Bermain Game

Kita tidak bisa menutup mata bahwa esport telah menjadi ekosistem besar yang menawarkan berbagai peluang nyata. Di balik kompetisi dan layar komputer, mahasiswa sebenarnya sedang mengasah keterampilan strategis, kemampuan berpikir kritis, kerja sama tim, hingga manajemen waktu semua ini merupakan soft skill yang sangat dibutuhkan di dunia kerja.

Baca juga: Masa Depan Kelas Ada di Genggaman Kita: Inovasi Teknologi Mengubah Dunia Pendidikan

Lebih dari itu, esport membuka ruang jejaring global. Mahasiswa yang aktif dalam komunitas esport sering kali terhubung dengan pemain dari berbagai negara, membangun koneksi lintas budaya yang memperluas wawasan. Tak sedikit pula yang menjadikan esport sebagai batu loncatan karier menjadi atlet profesional, caster, content creator, atau bahkan mengembangkan gim sendiri. Di tengah transformasi digital yang pesat, kehadiran esport juga mendorong inovasi di bidang teknologi informasi dan industri kreatif.

Sisi Gelap yang Tidak Boleh Diabaikan

Namun, seperti dua sisi mata uang, esport juga memiliki konsekuensi yang perlu dicermati. Tak jarang mahasiswa terjebak dalam rutinitas bermain berlebihan, hingga mengorbankan waktu belajar dan perkuliahan. Laporan dari sejumlah dosen menunjukkan penurunan motivasi belajar, tugas yang terbengkalai, serta kehadiran yang menurun di kelas akibat begadang demi menyelesaikan pertandingan daring.

Dampaknya tidak berhenti di ranah akademik. Budaya konsumtif pun tumbuh subur, mulai dari pengeluaran untuk kuota internet, perangkat gaming mahal, hingga item digital yang tak jarang dibeli demi prestise dalam gim. Dari sisi kesehatan, gaya hidup sedentari dan kurang tidur akibat bermain berlebihan berpotensi memicu gangguan penglihatan, kelelahan kronis, bahkan tekanan mental karena tuntutan kompetisi yang tinggi.

Antara Prestasi dan Pelarian

Esport hari ini memang menjadi simbol kemajuan digital, tapi kita juga harus bertanya apakah esport benar-benar menjadi jalur prestasi yang terarah, atau hanya pelarian dari tanggung jawab akademik? Fakta di lapangan menunjukkan bahwa hanya segelintir mahasiswa yang benar-benar mampu berkompetisi di tingkat profesional. Sisanya, terjebak dalam aktivitas bermain yang sekadar menghibur, namun tidak memberi nilai tambah jangka panjang.

Bentuklah Ekosistem Sehat di Kampus Digital

Di sinilah kampus digital harus mengambil peran strategis. Esport tidak harus ditolak, tapi perlu diwadahi secara bijak. Pembentukan unit kegiatan mahasiswa (UKM) esport resmi bisa menjadi langkah awal untuk memberikan pembinaan yang terarah. Literasi digital juga penting diperkuat, agar mahasiswa mampu menyeimbangkan antara hobi dan tanggung jawab akademik.

Lebih jauh, kampus bisa menjalin kerja sama dengan industri gim untuk menciptakan ruang praktik dan inovasi. Mahasiswa bisa dilibatkan dalam pengembangan aplikasi gim, riset teknologi interaktif, atau menyelenggarakan turnamen internal yang membangun kreativitas sekaligus semangat kompetisi sehat. Dengan pendekatan ini, esport tidak berhenti pada aktivitas bermain, melainkan menjadi bagian dari proses pembelajaran, penciptaan, dan pemberdayaan.

Baca juga: Mengapa Manajemen Proyek Sistem Informasi Harus Menjadi Capstone Project di Prodi SI

Jadikan Esport sebagai Jalan, Bukan Halangan

Esport di era kampus digital adalah realitas yang tak bisa dihindari. Namun, apakah ia menjadi peluang emas atau batu sandungan, sangat bergantung pada bagaimana kita menyikapinya. Mahasiswa, dosen, dan institusi perlu bersinergi untuk menciptakan ekosistem digital yang sehat di mana esport bukan sekadar hiburan, tapi menjadi medium untuk tumbuh, berprestasi, dan bersaing di era global.

Jika dikelola dengan cerdas, esport bisa menjadi gerbang bagi generasi muda untuk tidak hanya bermain di dunia digital, tapi juga menciptakan masa depan dari dalamnya.

Penulis: Bambang Sucipto dari Unit Sistem Informasi, Keilmuan Bahasa Akper Bina Insan (Saat ini sedang dalam penyatuan dengan Universitas Bina Sarana Informatika menjadi Fakultas Ilmu Kesehatan UBSI)

Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube Milenianews.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *