Melestarikan Hikayat Indonesia

Judul: Kumpulan Cerita Rakyat Nusantara Jilid 5

Penulis: Antologi Cerita Rakyat Nusantara 32 Penulis

Penerbit: SIP Publishing

Cetakan: Pertama Oktober 2025

Tebal buku: vi + 141 Halaman

Milenianews.com, Ngobrolin Buku – Buku Kumpulan Cerita Rakyat Nusantara Jilid 5 merupakan salah satu cara melestarikan hikayat Indonesia dalam dunia sastra. Cerita Rakyat ditulis ulang dengan versi cerita yang berbeda dan lebih banyak menonjolkan sisi baik terutama pada pesan moral yang disampaikan.

Buku ini merangkum karya 32 penulis dari beberapa provinsi. Mereka menulis ulang cerita rakyat yang ada di daerah masing-masing.

Di antara banyak karya, Arsiya Heni Puspita, dengan nama pena Arsiya Oganara, hadir dengan cerita rakyat berjudul “Si Pahit Lidah Sang Penolong” yang dimuat pada halaman 28 – 33.

Cerita rakyat ini mengisahkan bagaimana Si Pahit Lidah yang melakukan kesalahan, kemudian bertapa dan merenungkan diri. Pada akhirnya, Si Pahit Lidah menjadi seorang penolong dalam kebaikan.

Pada cerita rakyatnya, Arsiya Oganara memulai dengan kisah Pangeran Serunting keturunan raksasa Putri Tenggang dari kerajaan adil dan makmur di daerah Sumidang Sumatera Selatan.

Singkat cerita, ketika tiba di suatu desa Pangeran Serunting bertemu dengan Siti dan adiknya Aria Tebing. Siti hidup sederhana di rumah yang memiliki perkarangan luas peninggalan orang tuanya.

Lalu, Pangeran Serunting menikah dengan Siti, mereka hidup di istana, Aria Tebing tetap tinggal di desa. (Halaman 28)

Siti terlihat murung teringat adiknya. Kemudian, Serunting dan Siti berkunjung ke desa menemui Aria. Mereka melihat perkarangan yang luas dan telah dibagi dua oleh kedua orang tua Siti dan Aria. Serunting menyarankan diberi pembatas menancapkan pohon.

Suatu masa tampak hal yang tidak biasa. Jamur emas tumbuh di pohon yang mengarah ke pekarangan Aria. Sedangkan pohon arah Serunting hanya tumbuh jamur biasa.

Ternyata, ini merupakan awal dari sifat tidak baik pada Serunting. Ia menuduh Aria berbuat curang dengan membalikkan pohon. Serunting yang sakti mandra guna mengajak Aria untuk bertarung. (Halaman 29)

Aria menceritakan rencana pertarungan ini pada Siti. Maka, Siti memberitahukan kelemahan Serunting yaitu ilalang yang bergetar walau tidak ada angin.

Selang beberapa hari, pertarungan berlangsung. Ketika Aria hampir terkapar, ia langsung mengarahkan ilalang ke tangan Serunting. Serunting kecewa dan merasa dikhianati Siti istrinya yang telah menceritakan rahasia sakti dan kuatnya.

Lalu, ia pergi berkelana meninggalkan semuanya dan bertapa di Gunung Siguntang. Tak berapa lama ia mendengar suara Tuan Guru Sang Hyang Mahameru menawarkan kesaktian. Dengan syarat bertapa di bawah pohon bambu sampai tubuh Serunting ditutupi daun bambu. (Halaman 30)

Setelah bertapa selama dua tahun, Serunting pulang menuju kerajaannya, ia melihat lahan yang tandus sehingga para petani tidak bisa bercocok tanam. Dengan kesaktian ucapannya, lahan tandus jadi menghijau.

Kemudian, Seruntung bertemu dengan sepasang kakek dan nenek belum memiliki anak. Dengan sehelai rambut, Serunting berucap “Jadilah seorang bayi”, seketika itu juga jadilah seorang bayi yang sedang menagis. Maka Serunting dikenal dengan Si Pahit Lidah yang suka menolong.

Sepanjang perjalanan banyak hal baik yang dilakukan Serunting. Sesampainya di istana ia disambut dengan gembira oleh Siti dan Aria yang telah memaafkan segala kesalahan Serunting.

Adapun pesan moral pada cerita ini, dalam kehidupan sehari-hari dimanapun berada dan kapanpun, kita harus selalu berbaik sangka dan berbuat baik seperti tolong-menolong, memaafkan, hormat menghormati, mencintai juga menyayangi sesama. (Halaman 31 – 32).

Penulis: Arsiya Oganara, Cerpenis dan Penyair.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *