Kenapa Anak Muda Kurang Berminat Masuk ke Bisnis Ritel Tradisional?

Kenapa anak muda kurang berminat masuk ke bisnis ritel tradisional? Misalnya mendirikan warung kemudian membuka toko baju di pasar? 

 

Diasuh oleh : Dr. Ir. H. Wahyu Indra Sakti Saidi, Msc

Ngobrol Bisnis – Situasi bisnis memang sudah berubah mendasar, antara tahun 1990an setelah reformasi dan awal tahun 2000an. Namun saat ini, sudah berubah secara drastis.

Tahun 1990an, sebelum Presiden Soeharto jatuh, entrepreneurship untuk anak muda itu gak ada. Sebagian besar anak muda ingin bekerja ‘nempel’ pada kekuasaan ayahnya. Saat itu anak Soeharto menjadi pioneer dan dipuncaknya. Setelah anak Soeharto, anak dirjen, anak bupati, anak gubernur, itu cita-cita anak muda.

Baca juga : Baru Jadi Sarjana, Ingin Berbisnis Gak Mau Kerja, Tapi Keluarga dan Calon Tidak Mendukung, Saya Harus Gimana?

Tahun 1998, Soeharto jatuh, terrombak semuanya, bahkan mendekati bingung. Kondisi ekonomi juga berantakkan, lowongan kerja jadi terbatas. Orang terdidik banyak, pemodal banyak, tapi mau ngapain, darisana mendapat kebingungan.

Akhirnya, dari situ, entrepreneurship mulai muncul, di awal tahun 2000an. Tapi karena munculnya mendadak, akhirnya random. Waktu itu, Ciputra buat sendiri, pemilik Esteler 77 buat sendiri, kemudian banyak bisnis yang buat sendiri juga mulai saat itu.

Saya waktu itu sudah doktor (Dr), saya buat usaha sendiri juga. Tapi saya gak mau ikutin yang  mainstream.

Tapi dalam perjalanannya kemudian mulai mengerucut, keluarlah aturan-aturan bahwa bisnis harus berani, bisnis harus loyal, jujur dan lain-lain.

Nah kemudian entrepreneurship sudah terbentuk dalam beberapa tahun setelahnya. Akan tetapi, sangat cepat tanpa diprediksi, masuklah dunia medsos (media sosial) sekarang. Hadirnya medsos, bikin berantakan lagi. Hal ini karena, sebelum ilmu tersebut berkembang, fasilitasnya berkembang duluan dan jauh lebih cepat.

Makanya, orang baru sadar ada Yahoo, tiba-tiba sudah ada Bbm (Blackberry Messanger). Saking cepatnya, belum coba Bbm, sudah ada WhatsApp (WA).

Di WA baru mau jualan, tiba-tiba sudah ada toko online, kemudian sekarang ada Gojek. Gojek itu baru 4 tahun sudah revolusi, sementara Gojek sendiri sudah mulai ditinggal. Sekarang ada yang namanya QRIS, nah itu membuat berantakkan lagi semua.

Gara-gara ini, pebisnis anak muda sekarang, yang menerapkan standar kuno itu gak ada, karena mereka langsung dari lahir sudah loncat ke SMA. Gak ada lagi SD atau SMP.

Baca juga : Saya Punya Bangunan Warisan dari Kakek, Mau Dipake Untuk Buka Bengkel, Baiknya Langsung Gede Atau Gimana ya? Lokasinya di Jalan Utama Arah Pulang ke Depok

Apakah ini salah? Saya gak berani ngomong. Apakah ini benar? Saya juga gak berani ngomong. Hadirnya Gojek, memang jadi solusi, bagi banyak orang. Gak bikin orang repot lagi kalau mau bepergian. Dengan konsep Gojek yang seperti itu, sudah kaya raya mereka.

Sementara, untuk mencapai Rp 1 triliun di zaman generasi saya, kamu harus bangun jalan tol 10 tahun. Sekarang dengan sekejap dan saya lihat sekarang piramidanya ini semakin seru, banyak anak muda yang tidak sadar. Tapi saya juga gak berani ngomong salah. Tapi aset Gojek itu tidak nyata, tapi saat kita membicarakannya ada gituh.

Makanya ini saya gak bisa ngomong ini benar atau salah ya, kalian anak muda jangan salah disini itu aja.

 

Pertanyaan dari @dinarismunandar_ : Kenapa anak muda kurang berminat masuk ke bisnis ritel tradisional? Misalnya mendirikan warung kemudian membuka toko baju di pasar? 

Sobat Milenia yang punya pertanyaan terkait bisnis, bisa konsultasikan dengan cara bertanya melalui kolom komentar atau bisa dm melalui instagram kami di @milenianews.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *