Cerita Sejarah Makanan ‘Lontong Tuyuhan’ Khas Rembang

Lontong Tuyuhan Makanan khas Rembang

Milenianews.com, Rembang – Lontong Tuyuhan menjadi kuliner khas Rembang, Jawa Tengah yang kental akan sejarah syiar Islam di daerah Lasem.

Makanan yang hampir menyerupai opor ayam ini, memiliki rasa pedas dari kuah Lontong Tuyuhan yang memakai bahan cabai merah.

Salah satu yang menjadikannya khas adalah dari bahan dasarnya yang memakai ayam kampung, bukan ayam ras, menjadikan Lontong Tuyuhan tetap digandrungi masyarakat.

Baca Juga : 5 Makanan Paling Ekstrem di Cina, Termasuk Sup Kelelawar dan Ular

Lontong yang tidak berbentuk lonjong umumnya, juga menjadikan makanan ini punya keunikan sendiri.

Bentuknya segitiga menyerupai ketupat dengan tiga tusuk lidi sebagai pengaitnya, konon bentuk tersebut katanya menganut ajaran sunah Rosul.

Sejarah Lontong Tuyuhan

Lontong Tuyuhan Makanan khas Rembang

Foto : Lontong Tuyuhan/Minan

Disebut Lontong Tuyuhan, karena makanan ini awalnya berasal dari sebuah kampung kecil di Desa Tuyuhan, Kecamatan Pancur, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah.

Menurut sejarah, dulunya para penjual Lontong Tuyuhan memakai pikulan saat berkeliling dari kampung ke kampung. Hal ini dilakukan para penjual, sebagai penyamaran saat terjadinya perang Lasem pada tahun 1734.

Ketua Fokmas Rembang dan Pegiat Budaya Lasem, Ernantoro, mengatakan, Lontong Tuyuhan dulunya merupakan sebuah rangkaian syiar dari seorang tokoh ulama, dari keturunan Mbah Sambu, yakni Mbah Jumali yang sekarang makamnya berada di area Masjid Jami’ Lasem.

“Dulunya lontong tuyuhan adalah makanan hidangan manakib para santri-santri Mbah Jumali,” katanya.

Pada tahun 1734, saat masa penyerangan Belanda ke Lasem, Mbah Jumali bersama para santrinya berjalan menuju arah selatan Lasem, beliau mencari lokasi dipinggiran sungai, kemudian mendirikan sebuah gubuk kecil bersamaan dengan para santri-santrinya.

“Jadi disana Mbah Jumali mempersiapkan pertahanan Lasem bersama para santrinya, jika nantinya serangan itu mengarah ke selatan Lasem,” ungkapnya.

Sesampainya disana, Mbah Jumali melakukan syiar bersama para santri – santrinya. Dalam syiar tersebut, Mbah Jumali tak hanya mengajarkan ilmu agama, beliau juga sering memberikan hidangan manakib berupa lontong opor dengan kuah pedas yang berisi ayam kampung kepada para santrinya. Itulah yang sekarang disebut Lontong Tuyuhan.

Lonton Tuyuhan sebagai Sarana Syiar Mbah Jumali


Sumber : NU Online

Selain itu, kebiasaan yang sering dilakukan Mbah Jumali, selalu mencuci ayam olahannya disebuah batu dipinggiran sungai, tepatnya di Desa Tuyuhan. Batu tersebut sampai saat ini masih digunakan para pedagang Lontong Tuyuhan untuk mencuci ayam sebelum diproses.

Baca Juga : Tanaman ‘Gulma’ Dandelion Ternyata Berkhasiat Bagi Kesehatan Tubuh

“Dulu lontong tuyuhan dijual di gubuk-gubuk kecil dipinggiran sawah dan disajikan bersama minuman es dawet mas, tapi sekarang telah berubah,” tambahnya.

Secara garis besar, lontong tuyuhan dulunya adalah makanan yang dihidangkan untuk para santri-santri karena Mbah Jumali mempunyai strategi syiar agama Islam melalui makanan dan juga digunakan sebagai strategi pertahanan Lasem kala itu. (Minan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *