Oleh: Hadi Suroso
Memaafkanmu sudah aku berikan, bahkan sebelum kamu meminta maaf. Ikhlas sepenuh hatiku juga telah aku upayakan, dengan melihat salahmu sebagai khilaf. Telinga inipun juga sudah aku tulikan, dari suara-suara sumbang yang liar kian merebah. Namun mengapa aku tak lagi bisa merasakan debar seperti sebelum apa yang kamu lakukan sekian waktu lalu itu.
Nyatanya… kebesaran jiwaku untuk menerima kesalahan fatal yang telah kamu lakukan itu tak semudah kata-kata merelakan. Setiap upaya kerasku untuk menghilangkan ruam luka di seluruh sisi hatiku menjadi sia-sia. Aku jatuh terperangkap di kubangan lara yang makin hari semakin menyiksa.
Pernah ku kuatkan hati untuk mengakhiri. Buat apa kita bersama jika hati selalu dirundung hambar seperti ini ? Aku tak bisa merasakan rasa yang kuingini seperti dulu terhadapmu. Bahkan dengan sepenuhnya upaya yang telah aku lakukan.
Sungguh… pengkhianatan bukan hanya sekejam-kejamnya tega yang menodai sakralnya ikrar janji suci, namun juga penghalang hebat dari debar hatiku kepadamu untuk bisa lahir kembali.
Kebersamaan ini hanyalah kehampaan yang terus kita biarkan terpelihara. Kita menjalani hari-hari yang ada hanyalah kesemuan belaka.
Lalu sampai kapan aku harus bertahan ?
Ada hati yang mesti kujaga jika mengakhiri denganmu. Ada hati yang juga tersiksa jika mesti terus bersamamu. Aku berada di antaranya menelan derita ini sendiri.
Jika denganmu memang tak mungkin untuk kuakhiri , haruskah di belakangmu aku mencari penawar hati ? Semata agar dapat merasakan getar-getar di dada ini seperti dulu. Sebab itu yang tak lagi kutemukan meski seluruh waktu ku habiskan bersamamu.
Bogor, 24052024
Hd’s
Profil Penulis:
Hadi Suroso. Biasa dipanggil Mr/Mas Bob. Aktivitas keseharian, mengajar Math Cambridge di sekolah Bosowa Bina Insani Bogor, guru Bimbel dan juga guru privat SD sampai SMA untuk persiapan masuk PTN. Mulai menyukai menulis sejak satu tahun terakhir, khususnya Puisi dan Refleksi kehidupan sebagai percikan hikmah. Menulis bisa kapan saja, biasanya saat muncul gagasan dan keinginan untuk menuangkannya dalam bentuk tulisan. Menulis merupakan bagian dari mengasah jiwa dan menggali hikmah.