Mengubah Luka Menjadi Cahaya

Judul buku: Menemukan Makna di Tengah Luka

Penulis: Habuburrahman El Shirazy, Arifin Nurdin, dkk

Penerbit: Nyalanesia

Cetakan: Pertama, Oktober 2025

Tebal: xiv+143 hlm

 

Milenianews.com, Ngobrolin Buku– Setiap manusia pernah berjalan di Lorong luka. Ada yang luka karena kehilangan, karena cinta yang retak, karena harapan yang tak kunjung tiba,  karena doa  yang seolah tak didengar, atau karena perjalanan hidup yang tidak sepeerti yang ia bayangkan. Luka hadir dalam hidup bukan untuk melemahkan, tetapi untuk menyadarkan bahwa hati kita masih hidup. Dan hati yang hidup adalah ruang di mana  makna dapat tumbuh.

Puisi lahir dari ruang iu – ruang sunyi antara air mata dan doa. Ia menjadi jembatan antara batin yang rapuh dan harapan yang ingin bangkit. Ia memberi Bahasa bagi perasaan yang tidak mampu diucap.  Dalam puisi, manusia belajar jujur pada dirinya sendiri, dan kejujuran itu menjadi pintu untuk menemukn makna.

Antologi Menemukan Makna di Tengah Luka hadir sebagai saksi perjalanan batin parta penulisnya: sebuah usaha kolektif untuk mengubah perih menjadi penghayatan, kerapuhan menjadi kekuatan, luka menjadi cahaya. Agar setiap kata menjadi doa, dan setiap luika menemukan maknanya.

Buku ini merangkum 74 puisi buah karya 74 penulis dengan berbagai latar belakang. Ada guru, trainer dan penggerak literasi, siswa, mahasiswa,  pekerja di bidang Kesehatan,  hingga ibu rumah tangga.

Buku ini menjadi Istimewa karena dikerjakan sekarya bersama sastrawan terkemuka Indonesia dan sekaligus juga sebagai guru kehidupan: Habiburrahman El-Sirazy. Tokoh yang akrab dipanggil Kang Abik itu adalah sosok yang mampu memadukan keindahan sastra dengan kedalaman spiritual. Baginya sastra bukan sekadar hiburan, melainkan jalan untuk mendekat kepada Allah. Menulis adalah ibadah, syukur dan jalan membangun peradaban.

Pada puisi yang berjudul Sepotong Doa dari Danau Konigsee,  terasa betul semangat heroik dan kepedulian Habiburrahman El-Shirazy terhadap penderitaan masyarakat Gaza, Palestina:

’Sihir Danau Konigsee

Dalam panorama  musim gugur

Senja ini

Tak sedetik pun mampu menutupi

Penderitaan yang kau alami

Duhai Gaza, Palestina

 

Kapal kecil berlayar

Di Tengah Danau Konigsee yang jernih

Kapten menyembunyikan terompet Panjang

Memainkan melodi

Bule-bule terkesina riang

Menikmati irama yang mengalun

Namun entah kenapa

Yang terdengar dalam telingaku

Adalah pantulan dahsyat

Dentuman ribuan bom

Yang bertubi-tubi

Tiada henti

Dijatuhkan Israel

Ke bumimu

Wahai Gaza, Palestina

……..

Allahumma ‘alaika bidh dhalimiin

Ya Allah, kami lemah, kami tidak berdaya

Kami serahkan urusan orang-orang dzalim itu kepada-Mu!

Mereka telah melampaui batas

Ya Allah’’

 

Tjutju Herawati, penulis yang juga seorang guru, menuliskan puisi romantis dengan setting Yogya, berjudul “Di Sudut Yogya”:

“Ketika sudut kota menyapa

Bulir-bulir air mata pun bicara

Di setiap sudut kenangan kita

Cinta bertakhta di relung jiwa.

 

Setangkai rindu hadir bersamamu

Stasiun Tugu menjadi saksi bisu

Titik nol kilometer  membuat hati bergetar sendu.

…….

Kan kujaga cinta sucimu

Kan kujaga kasih dan sayangmu

Peluk rindu dariku

Kekasih yang selalu menantimu.”

 

Puisi yang sangat menyentuh ditulis oleh Iqbal Qauly, berjudul Hikmah Luka:

Setiap jejak luka adalah cerita

Tentang perjuangan dan air mata

Ia bukan sekadar bekas nestapa

Namun bukti bahwa kita pernah terluka.

 

Jangan kau benci luka yang ada

Peluklah ia dengan sepenuh jiwa

Karena engkau akan temukan makna

Tentang hidup yang tidak selalu sempurna”

 

Puisi Rusmiati yang berjudul Cahaya Setelah Perih  membawa pesan yang kuat pentingnya bangkit setelah luka:

“….

Bagaimana pun kecewa pernah singgah,

tak kuizinkan ia tumbuh menjadi dendam.

Justru kutemukan ketenangan

dalam memberi jalan bagi yang lain,

sebab kasih Allah lebih luas

dari luka yang pernah kurasa.

Dan di sanalah kutahu,

Setiap perjalanan adalah Rahmat,

Setiap akhir adalah jawaban,

Dari doa yang tak henti kupanjatkan.

 

Setiap langkah yang tertunda,

setiap perih yang melintas,

mengajarkan arti sabar,

mengutkan hati untuk terus percaya,

bahwa Allah selalu menyertai.”

 

Buku Menemukan Makna di Tengah Luka  merupakan persembahan dari hati yang pernah patah, namun memilih menulis agar kembali utuh. Sebuah buku yang layak dibaca oleh siapa pun, terutama mereka yang pernah luka, agar mampu mengubah luka menjadi Cahaya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *