Manfaat Story Telling Berdasarkan Perkembangan Anak

Pakar pendidikan Tjutju Herawati, M.Pd. (kanan) menyampaikan materi pada Workshop Story Telling yang digelar secara online  oleh Bosowa School, Sabtu (27/4/2024). (Foto: Dok Bosowa School)

Milenianews.com, Bogor—Story telling merupakan salah satu metode pembelajaran yang sangat baik dan bermanfaat bagi anak. Story telling mampu merangkai erat hubungan emosional anak dengan orang tua dengan cara yang tepat.

“Story telling adalah seni menyampaikan cerita, sekaligus cara yang ampuh untuk menarik perhatian audiens, untuk membangkitkan emosi, dan membuat pesan mudah diterima. Tujuannya untuk menghibur, edukasi, dan  inspirasi,” kata pakar pendidikan Tjutju Herawati, M.Pd. pada Workshop Story Telling yang diadakan oleh Bosowa School, Sabtu (27/4/2024).

Workshop online itu diikuti para guru dan orang tua murid TK dan SD Sekolah Bosowa Bina Insani (SBBI) Bogor, Sekolah Bosowa Al-Azhar Cilegon (SBAC) Cilegon, dan Sekolah Alam Bosowa (SAB)  Makassar.

Ia menambahkan, ada banyak cara untuk menyampaikan story telling. “Termasuk ke dalamnya lisan (dongeng), kata-kata (novel, cerpen, naskah drama), gambar (komik, ilustrasi, film), dan suara (podcast, drama radio, lagu),” ujar  Tjutju Herawati,  yang juga Assisten Head Divisi of Kurikulum Bosowa School.

Baca Juga : Story Telling Meriahkan Stimulus Awal Masuk Sekolah (SAMS) KB-TK Prestasi Global

Ia menjelaskan, agar story telling itu berhasil sesuai yang diharapkan, maka guru dan orang tua  perlu memperhatikan sasaran (dalam hal ini anak atau siswa) sesuai dengan rentang usia mereka:

  • Usia 0-2 tahun : Tahap Sensorimotor (pada tahap ini anak bermain dengan benda nyata (realistis), perceptual level, dan egosentris; juga membuat hubungan benda dengan kegiatan/ kejadian).
  • Usia 2-7 tahun : Tahap Pre-operational (pada usia ini sudah muncul awal berpikir logis operasional, anak mulai menirukan detail dari benda dan kejadian yang sudah berlalu, anak mulaim menggunakan mental image dan kata dalam tampilan kegiatan, awal bermain simbolik).
  • Usia 7-11 tahun: Tahap Operational Concrete (pada usia ini anak tetap dealing dengan obyek yang konkret, dealing dengan perubahan objek, mulai mampu deal dengan abstrak konsep tetapi tetap dalam perlakukan konkret; pada usia ini anak tidak hanya memakai simbol representasi tetapi juga sudah dapat memanipulasi simbol secara logically walaupun tetap dalam situasi yang konkret. Pada usia ini anak dapat main dengan aturan).
  • Usia 11 tahun ke atas : Tahap Operational Formal (merupakan tahap terakhir dalam perkembangan kognitif dan anak mengalami perkembangan kognitif yang signifikan, ditandai dengan beberapa kemampuan baru, yaitu: berpikir abstrak, penalaran deduktif, pemikiran metakognitif, dan kemampuan memecahkan masalah).

Sehingga, kata dia,  buku yang disediakan selayaknya disesuaikan dengan usia dan kemampuan anak di setiap tahapan perkembangannya. “Mulai dari buku dengan berbagai tekstur, gambar yang koinkrit dan menarik, dari kata yang sedikit sampai yang menampilkan banyak kata dan kalimat, serta isi yang mendukung kebutuhan anak,” paparnya dalam rilis yang diterima Milenianews.com.

Ia menambahkan,  ada banyak media untuk menyampaikan story telling. Yakni, buku cerita, boneka, wayang, lagu, dan permainan. “Selain itu, video, audio, film, aplikasi, medsos, dan virtual reality,” tutur Tjutju Herawati yang membawakan makalah berjudul “STORY TELLING (Berdasarkan Tahapan Perkembangan Anak)”.

Lalu, kapankah sebaiknya menyampaikan story telling?  “Sebelum tidur, saat bersantai, saat belajar, dan saat menghadapi tantangan,” kata ujarnya.

Ia menjelaskan, karakter anak usia 2-7 tahun adalah melakukan gerakan dasar untuk bekerja, kegiatan yang dilakukan tuntas, mulai sadar dengan emosinya dan kontrol diri, pandai membuat nyaman dirinya, serta aturan sebagai sumber dalam kegiatannya.

Karakteristik anak usia 7-11 tahun adalah:  bekerja tuntas, gerakan dasar untuk bekerja yang lebih tinggi, bekerja sama, menghubungkan kegiatannya dengan upaya meningkatkan kualitas kegiatannya, sadar akan kebutuhannya, serta advance reading and writing.

Baca Juga : Bosowa School Gelar Workshop Storytelling

Sedangkan karakteristik anak usia 11-18 tahun adalah:  memikirkan tentang apa yang dia pikir, berpikir scientifik, berpikir hipotesa, bekerja untuk berkarya, kemampuan gerakan kerja yang tinggi, pandai berbahagia (adaptable), understanding, dan mampu hidup sesuai aturan.

Di akhir pemaparannya, Tjutju Herawati memberikan sejumlah tips sukses membawakan story telling. Yakni, kenali audiens, tentukan tujuan, dan pilih cerita menarik.  “Selain itu, gunakan pembuka yang kuat, fokus pada poin penting, gunakan bahasa yang jelas, variasikan intonasi, volume suara sesuai, dan gunakan body language,” paparnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *