Milenianews.com, Bogor– Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB University, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS menjadi salah satu narasumber Agromaritim Outlook 2024 dan Rakernas III HA-IPB. Acara yang mengusung tema “Akselerasi Kedaulatan Agromaritim dari Berbagai Daerah di Nusantara” itu diadakan oleh Dewan Pimpinan Pusat HA-IPB, di Bogor, 27-28 Februari 2024.
Dalam kesempatan tersebut, Prof. Rokhmin Dahuri membawakan makalah berjudul “Perspektif asosiasi dan pelaku usaha tentang kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, inklusif, ramah lingkungan, dan berkelanjutan”.
Prof. Rokhmin mengawali makalahnya dengan membahas tentang ruang lingkup, potensi, dan tingkat pemanfaatan ekonomi maritim (kelautan) Indonesia. Antara lain, menyediakan lapangan kerja untuk 45 juta orang atau 40% total angkatan kerja Indonesia.
“Pada 2018 kontribusi ekonomi kelautan bagi PDB Indonesia sekitar 14%. Negara-negara lain dengan potensi kelautan lebih kecil (seperti Thailand, Korsel, Jepang, Maldives, Norwegia dan Islandia), kontribusinya lebih dari 30%,” kata Prof. Rokhmin dalam rilis yang diterima Milenianews.com.
Kemudian, ia membahas tentang permasalahan dan tantangan pembangunan kelautan dan perikanan. Antara lain, sebagian besar usaha perikanan tangkap, perikanan budidaya, pengolahan hasil perikanan, dan perdagangan hasil perikanan dilakukan secara tradisional (low technology) dan berskala Usaha Kecil dan Mikro. Sehingga, tingkat pemanfaatan SDI, produktivitas,dan efisiensi usaha perikanan pada umumnya rendah, nelayan dan pelaku usaha lain miskin, dan kontribusi bagi perekonomian (PDB, nilai ekspor, pajak, PNBP, dan PAD) rendah.
Selain itu, ukuran unit usaha (bisnis) perikanan tangkap, perikanan budidaya, pengolahan hasil perikanan, dan perdagangan hasil perikanan sebagian besar tidak memenuhi skala ekonomi (economy of scale). Sehingga, keuntungan bersih (pendapatan) lebih kecil dari US$ 480 (Rp 7,5 juta)/orang/bulan, alias miskin,” ujar Prof. Rokhmin yang juga ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia.
Baca Juga : Hadiri Grand Launching ACEXI, Prof. Rokhmin: Kita Paling Terdampak Perubahan Iklim Global
Permasalahan lainnya, kata Prof. Rokhmin, sebagian besar pembudidaya ikan belum menerapkan Best Aquaculture Practices (Cara Budidaya Ikan Terbaik), sehingga sering terjadi serangan wabah penyakit yang menyebabkan gagal panen.
Selain itu, pasokan pakan ikan berkualitas yang selama ini mengandalkan sumber proteinnya dari fishmeal (tepung ikan) semakin terbatas, sehingga mengakibatkan harganya terus naik. Padahal, sekitar 60% biaya produksi untuk pakan ikan.
“Sebagian besar usaha perikanan belum dikelola dengan menerapkan Sistem Manajamen Rantai Pasok Terpadu (Integrated Supply Chain Management System), yang meliputi subsistem Produksi – Industri Pasca Panen – Pemasaran à Sehingga, tidak ada kepastian pasar komoditas ikan bagi nelayan dan pembudidaya, kontinuitas pasokan bahan baku bagi industri hilir tidak terjamin, dan risiko usaha menjadi tinggi,” papar ketua Dewan Pakar MPN (Masyarakat Perikanan Nusantara) itu.
Ia lalu mengupas kebijakan dan program pembangunan Kelautan dan Perikanan. Mencakup perikanan budidaya, perikanan tangkap, industri pengolahan dan pemasaran hasil perikanan, dan industri bioteknologi perairan.
Di akhir makalahnya, Prof. Rokhmin, yang juga merupakan Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan 2020-sekarang menyampaikan Enabling factors (faktor pemungkin atau pendukung perilaku) untuk akselerasi pembangunan Kelautan dan Perikanan. Ia menyebutkan enam hal.
- Kebijakan dan regulasi Pemerintah (Nasional, Propinsi, dan Kabupaten/Kota) harus kondusif, atraktif, aman, dan kosisten bagi investasi dan bisnis di sektor Kelautan dan Perikanan (KP).
- Ketersediaan infrastruktur KP (Pelabuhan Perikanan, Hatchery, Irigasi Tambak, Kapal Angkut, dll) dan infrastruktur dasar (seperti Jaringan jalan, listrik, telkom dan internet, air bersih, bandara, dan pelabuhan udara).
- Dukungan fungsi intermediasi perbankan (suku bunga relatif rendah, dan persyaratan relatif lunak seperti di negara-negara lain).
- Ketersediaan SDM unggul (knowledge, skills, expertise, etos kerja unggul, dan akhlak mulia).
- Pengembangan kerjasama Penta Helix.
- Kebijakan politik-ekonomi yang kondusif.